Selasa, 29 Desember 2015

Obat Penawar Hati yang Luka

JUDULNYA APA BINGIIIITTTSSS!!!
*dia yang nulis, dia yang merinding*

Sumpah ya, ada apa dengan gue....
Akhir-akhir ini tulisan gue 'bener' semua. Semoga ini tanda-tanda gue ditunjukin jalan yang lurus, yang siratal mustaqim. Aamiin.

Dan semoga jadinya nggak sotoy macam kebanyakan postingan blog gue....

Sebenernya ini gue mau ngomong apa, sih. Pembukaannya juga apa banget gitu. Judulnya apalagi... *masih dibahas*

Ehem...

Setiap orang itu pasti punya masalah. Dan pas masalah itu sampe di titik klimaks, secara refleks kita akan memposisikan diri kita seolah orang yang tertindas dan paling malang sedunia. Meskipun, mungkin cara mengekspresikannya beda-beda. Ada yang terang-terangan nyebar kemalangan diri lewat sosmed, berharap orang lain memberikan simpati. Ada yang curhat ke teman-teman terdekat. Dan ada juga yang memilih diam dan menyimpan masalahnya sendiri.

Pada dasarnya. Akan ada satu titik saat kita berpikir dalam hati, "kenapa harus gue?"

Dulu, gue sering banget punya pikiran begitu. Kenapa harus gue yang piket? Padahal gue nggak jago bersih-bersih. Kenapa harus gue yang ikutan lomba masukin belut ke dalam botol? Padahal gue maunya ikut lomba makan kerupuk. Kenapa harus gue yang dihukum lari keliling lapangan? padahal gue cuma telat lima menit. Kan itu gara-gara macet buuuuu....


WHY ME? WHYYYY????!

Pada akhirnya, pertanyaan-pertanyaan semacam itu hampir nggak pernah mampir lagi ke otak gue. Orang-orang pun melihat gue seolah gue adalah orang yang nggak punya masalah. Masalah pelik yang menimpa gue paling pas gue mendapati ada potongan alpuket yang nangkring di mangkok es buah gue. Atau parutan keju yang nangkring di atas pisang bakar coklat kesayangan gue.

Coba saran dari gue.

Saat masalah pelik menimpa dan kalian bertanya, kenapa harus kalian yang dapet masalah itu, jawabannya cuma ada satu.

Karena cuma kalian yang mampu.

Seberat apapun masalah itu, pasti mampirnya ke situ karena emang cuma situ yang mampu. Kalau larinya ke orang lain, belum tentu orang itu mampu ngadepin masalah seperti yang situ lakuin.

Pemikiran semacam itu seenggaknya memberi dampak positif. Meski sedang dalam masalah, kalian jadi sadar kalau kalian punya kelebihan spesial dibanding orang lain yang nggak dapet masalah kayak gitu. Saat itulah kalian jadi bisa berpikir jernih untuk merangkai kemungkinan-kemungkinan untuk menghadapi masalah yang lagi demen mampir.

Contohnya gue yang bisa dengan tenang ngambil sendok untuk nyingkirin alpuket yang ada di mangkok es buah gue. Atau ngambil alpuket itu dan taro di mangkok es buah temen di sebelah gue. Gue nggak perlu panik lagi dalam menghadapi masalah. Gue nggak perlu heboh dan histeris karena ada alpuket di es buah gue. Dengan berpikir positip kalo cuma gue yang mampu, gue bisa dengan tenang menyingkirkan alpuket yang kalo dimakan mblenyek di mulut itu. Masalah beres, semua bahagia, ahahahahaha xDD

Sekian tausiyah dari Nana. Kelebihan dan kekurangnnya mohon maklum. Sampai bertemu lain waktu di channel yang sama. Byeee....

Senin, 28 Desember 2015

Berat Rasanya Melepas Kepergian Kalian

"Di Jepang gajinya bisa sampe 20 juta, Sensei!"

"Asik kan di Jepang. Rapi, nggak kayak di sini."

"Toko animanga di mana-mana! Surga!"

Selain tiga alasan di atas, masih ada 1000 alasan murid-murid saya pengin menapakkan kakinya di Jepang. Baik untuk sekadar jalan-jalan, ikut short course, kuliah, atau kerja di Jepang. Iya... iya... sayah ngerti banget perasaan semacam itu karena sayah juga pernah mengalami hal yang sama.

Bayangin aja, keinginan untuk pergi ke Jepang udah ada sejak saya TK. Meski alasan saya waktu itu adalah 'pengin ketemu Doraemon'. Sejak saat itu, meski alasan saya untuk ke Jepang sempat berubah-ubah, tetep aja nggak mengubah keinginan saya untuk ke sana. Intinya, saya harus ke Jepang!

Akhirnya kesempatan itu tiba juga. Sekitar empat tahun yang lalu, saya dapet beasiswa untuk belajar selama satu bulan di sana. Nggak lama, memang. Tapi waktu yang sebentar itu membuat saya sadar sesadar-sadarnya.

Jepang nggak seindah bayangan saya :)

Saya nggak bermaksud ngomong gini untuk menjelek-jelekkan Jepang, kok. Negeri matahari terbit itu punya segudang kelebihan, saya mengakui itu. Tapi kekurangannya pun juga banyak. Yah sama aja kayak Indonesia, kok. Mungkin kalian ngeliatnya Indonesia itu jelek, kotor, gak teratur, pemerintahannya kacau, pejabatnya tukang korupsi, orang-orangnya banyak yang suka ikut campur. Jelas kalian tau semua yang jelek-jelek karena kalian juga orang Indonesia. Tapi pernah nggak sih sesekali nge-list apa kelebihan negara kita ini?

Begitu saya ke Jepang, jujur aja deh, saya malah jadi makin sadar kelebihan-kelebihan negara sendiri. Rasanya malah jadi pengin cepet pulang. Bahkan menurut saya, Jepang itu nggak asik untuk tempat tinggal. Untuk destinasi jalan-jalan masih okelah.

Makanya waktu ada temen saya yang ngajak sekolah lagi di Jepang, saya nggak perlu waktu lama untuk menjawab nggak. Saya nggak bisa di Jepang lama-lama, men.

Apa sih yang membuat saya enggan banget lama-lama di Jepang?

Alasan yang paling utama adalah.... agama.

Yes. Seperti yang semua orang tau, Jepang adalah negara penganut agama Shinto (meskipun pada kenyataannya lebih banyak yang ateis). Wajar dong kalau sebagai muslim, saya merasa nggak nyaman di tempat yang untuk melakukan kegiatan keagamaan jadi susah. Yang paling dasar aja, deh. Solat misalnya. Selama di asrama sih solat nggak masalah. Ada mushalla dan ada radio tape yang selalu disetel suara adzan pas waktunya solat. Masalahnya adalah ketika saya keluar dari asrama. Saya harus selalu memperkirakan apakah saya bisa solat dzuhur dan ashar di waktu yang berbeda? Atau lebih baik dijamak? Jamaknya mending pas dzuhur? atau ashar? di mana saya bisa solat? wudhunya di mana?

Yah, meskipun itu bisa dibilang tantangan, tetep aja ribet.

Alasan kedua yang menurut saya sama krusialnya kayak yang pertama adalah.... makanan.

Untuk nyari makanan halal di Jepang empat tahun lalu itu terbilang susah banget. Waktu masih di asrama sih nggak masalah, karena di kantin nyediain makanan halal. Masalahnya (lagi-lagi) pas saya di luar asrama. Empat tahun lalu, saya hanya menghindari semua makanan yang mengandung babi dan alkohol. Padahal setelah belajar lagi, yang namanya halal patokannya bukan itu doang @_@ Begitu sampe di Indonesia, saya sadar kalau tanpa sengaja udah makan makanan haram. Dan mengetahui kenyataan itu rasanya nggak enak banget, sumpah. Begitu balik ke Jepang untuk yang kedua kali, saya udah lebih banyak tau apa-apa aja yang harus dihindari. Hasilnya? Saya turun 3 kilo dalam seminggu :'D Saking susahnya nyari makanan yang 'aman'.

SUPER SEKALI

Mungkin ini diet paling efektif yang pernah saya lakukan sampai sekarang. Meskipun nggak niat diet juga, sih.

Selain soal halal atau nggaknya, rasanya juga jadi masalah. Makanan Jepang itu... uhukhambaruhuk. Bahkan untuk saya yang gak doyan pedes, makanan pedes ukuran mereka itu apa banget. Pulang-pulang dari sana rasanya pengin langsung nyantap opor ayam -_-

Alasan yang ketiga adalah... budaya.

Di Jepang ada peribahasa yang kira-kira artinya "memalu paku yang menonjol". Maksudnya, orang yang berbeda atau menonjol diantara yang lain biasanya dipalu biar jadi sama kayak yang lain. Atau dia sendiri yang mutusin untuk menahan diri dan jadi orang yang biasa-biasa aja biar gak dipandang aneh.

Sebagai orang asing yang datang ke Jepang, udah jelas saya ini aneh di mata mereka. Terutama pada kenyataan kalau saya pake hijab. Secuek-cueknya saya, nggak jarang saya nyadar kalau beberapa orang memperhatikan saya dari atas sampe bawah dengan tatapan aneh. Sebagian besar sih nggak masalah karena ngeliatinnya biasa aja, atau cuma ngeliatin murni karena penasaran. Tapi ada juga yang ngeliatin dengan pandangan menghina sampe ngomongin di belakang, tanpa tau kalo saya ngerti apa yang dia omongin. Itu bukan pengalaman yang terlalu menyenangkan, hahaha.

Alasan-alasan lainnya masih ada. Tapi rasanya masih minor dibanding tiga alasan di atas, sih.

Berhubung sekarang saya termasuk salah satu pengajar untuk ratusan calon perawat dan care worker yang nantinya mau dikirim untuk kerja di Jepang, saya jadi kepikiran untuk nulis soal ini.

Awalnya saya berpikir positif. Semakin banyak orang-orang Indonesia yang dikirim ke Jepang, akan semakin bagus. Karena mereka akan mendapat pendidikan gratis di sana secara langsung maupun nggak langsung. Bisa belajar bahasa, bisa belajar etos kerja yang baik, belajar kedisiplinan, belajar sopan santun, belajar menaati peraturan, dan banyak lagi hal-hal positif lainnya. Bagus kan kalau pas mereka pulang, mereka jadi lebih disiplin. Yang tadinya gak terlalu peduli buang sampah di mana, pas pulang akan nyari-nyari tempat sampah terdekat untuk buang sampah. Yang biasanya suka telat, begitu pulang dari sana akan berusaha untuk datang tepat waktu meski kondisi jalanan sulit diprediksi.

Tapi di sisi lain, saya juga khawatir. Gimana kalau pas di sana, ada yang pengin nyoba-nyoba sake? Gimana kalau mereka mikir 'aah... asal nggak sampe mabuk, nggak apa-apa lah' atau 'nggak enak sama atasan kalau nggak ikut minum, nggak sopan'. Gimana kalau pas di sana mereka kesulitan nyari makanan halal terus pelan-pelan mulai makan makanan yang 'syubhat' dengan alasan ketidaktahuan? Atau sebenarnya udah tau tapi mulai nggak peduli asal bisa makan. Gimana kalau misalnya mereka nggak punya waktu istirahat untuk solat? Gimana kalau mereka nggak punya tempat solat yang memadai dan milih untuk ninggalin solatnya? Gimana kalau ada yang ngerasa nggak nyaman diliatin pake hijab terus berpikir untuk membaur dengan ngelepas hijabnya?

Pikiran-pikiran semacam itu mengganggu saya, banget. Walaupun itu memang pilihan mereka, tetep aja ada rasa bersalah karena saya termasuk orang yang terlibat di dalamnya :( Kalau gini kan rasanya nggak rela ngelepas kalian semua pergi ke jepang.

Mau gimana di sana, itu memang pilihan kalian. Tapi, apa menggugurkan satu demi satu keimanan yang kalian punya itu sebanding dengan yang kalian dapet di sana? Sebesar apa pun gaji yang didapat, sebesar apa pun kesenangan yang didapat, nggak akan ada artinya kalau mengorbankan iman yang jelas lebih berharga dari itu semua. Kalau memang kalian muslim dan bangga jadi muslim, jangan pernah malu nunjukin jati diri kalian. Kalau kalian sendiri nggak menghargai diri kalian, siapa yang mau menghargai?

Sejujurnya, ini berlaku nggak pas ke Jepang aja, sih. Ke mana pun kaki melangkah, yang namanya iman dan prinsip itu harus tetep dijaga. Ye kan?

Sayangnya, yang sejauh ini saya lihat, kebanyakan kenalan yang pulang dari Jepang pada mengalami degradasi iman. Pulang-pulang, solatnya jadi jarang-jarang, atau malah nggak pernah lagi. Pulang-pulang hijabnya ditanggalkan. Pulang-pulang pindah agama. Pulang-pulang jadi ateis. Haissshh.... sedih hayati ini menghadapi kenyataan di depan mata... lebay, Na.

Ngeliat kenyataan begitu, rasanya salut sama kenalan-kenalan lain yang justru mengalami peningkatan iman begitu pulang dari Jepang. Hehe. Pasti berat banget tuh ujiannya di sana .___.

Saya mah cuma bisa mendoakan semoga kalian dijaga terus sama Allah. Semoga ke manapun kaki kita melangkah, kita tetap bisa jadi saudara sesama muslim. Aamiin...

Senin, 14 Desember 2015

30-Day Book Challenge - A book that make you happy


Pertama kali iseng baca buku ini di salah satu toko buku (iyes, numpang baca gratisan). Dan ternyata biarpun ini buku psikologi, bahasanya ringan dan contoh-contoh kasusnya lucu-lucu banget :) Akhirnya begitu balik lagi ke toko buku, langsung memutuskan untuk beli deh.

Setelah dibaca, ada satu hal yang bikin gue seneng banget. Lebih seneng ketimbang baca buku-buku yang lain.

AKHIRNYA GUE TAU ALASAN ILMIAH KENAPA GUE BUTA ARAH DAN GAK BISA BACA PETA!!

*tebar kembang*

Semacam nyari pembelaan sih, emang. Tapi alasan ilmiahnya masuk akal kok. Apalagi berdasarkan penelitian dan berbagai macam survei.

Secara singkat, kemampuan pemetaan dan membedakan arah bagi perempuan memang tidak setinggi laki-laki. Berbeda dari laki-laki yang cenderung memakai otak kiri atau kanannya saja, perempuan terbiasa memakai kedua belah otak dalam waktu yang bersamaan. Rata-rata perempuan mampu menggunakan kedua tangannya untuk mengerjakan berbagai macam kegiatan di waktu yang bersamaan, sehingga mereka sulit membedakan arah kanan dan kiri. Namun tidak demikian halnya bagi sebagian besar laki-laki.

Ini kenapa bahasanya jadi ilmiah banget? #gampangterpengaruh

Ini juga jadi jawaban kenapa di keluarga gue cuma gue doang yang nyasar pas main "Age of Empire". Sehingga akhirnya gue memutuskan untuk cuma main game 2D yang arah geraknya cuma kanan-kiri-atas-bawah (semacam gunbound dkk gitu deh). Sementara tiga saudara laki-laki gue yang lain mainnya segala macam game yang petanya aja bikin gue pusing (dota, war craft ato apalah itu).

Dulu... gue belum sadar kalo gue buta arah. Gue pernah beberapa kali meyakinkan temen-temen gue saat mereka nggak tau jalan.

"BENER, JALANNYA KE SINI. GUE YAKIN KOK. TRUST ME!"

Berhubung gue jago meyakinkan orang, kebanyakan dari temen gue pun akhirnya percaya. Tapi ujung-ujungnya emang lebih sering salah jalan ketimbang benernya.

Tapi karna gue orangnya pelupa, masalah gue salah jalan pun gue anggap sepele dan pada akhirnya gue melakukan kesalahan yang sama. Buat yang sampai detik ini masih percaya gue tau jalan, tolong hilangkan itu dari otak kalian. Gue.... gatau.... jalan.... Kecuali dari gang depan rumah ke rumah. Gue bahkan nggak bisa ngebayangin kenapa dari kalibata tau-tau bisa nembus ke dewi sartika dan sampe PGC.

Nah, selain alasan yang gue sebut di atas, ada lagi alasan lain yang bikin gue seneng baca buku ini. Buku ini bisa membedah karakter dasar laki-laki dan perempuan in a hilarious way. Buat yang pengin tau pemikiran cowok sebenernya kayak gimana, buku ini jauh lebih membantu daripada majalah gadis dan semacamnya.

Berkat buku ini juga, gue bisa menggambarkan karakter cowok dalam cerita-cerita gue supaya terlihat lebih real.





Rabu, 09 Desember 2015

Menulis Kreatif bersama Adhitya Mulya

Maaf, postingan ini lama nangkring di draft dan gue lupa mulu mau posting. So, here we go...
Pelajaran menulis bersama ADHITYA MULYA.

Hari jum'at kemarin gue sama Zu ikut seminar "Menulis Kreatif"nya Bang Adhitya Mulya. Menurut gue, materi yang dia sampein waktu itu berharga banget. Dan rasanya sayang kalau nggak dibagi-bagi untuk kalian yang sama-sama punya keinginan untuk jadi penulis. Jadi, gue akan coba menjabarkan kembali materi kemarin.

BERCERITA FIKSI

Penulis --> media tulisan
Pencerita --> media apa saja

Menurut Bang Adit, lebih baik menjadi seorang pencerita daripada seorang penulis. Sebab jika menjadi penulis, maka orang tersebut hanya bisa menyampaikan ceritanya melalui media tulisan. Sementara untuk pencerita, banyak media yang bisa dia manfaatkan. Contohnya bisa melalui lagu, gambar, film, dll.

Bang Adit : "Bagi seorang pencerita, jika dia diberikan laptop, maka dia akan menulis. Jika dia diberikan kamera, maka dia akan membuat foto essay. Jika dia diberikan gitar, dia akan membuat lagu..."

Menurut gue pribadi, ini adalah sesuatu yang baru. Gue nggak sadar, menjadi pencerita yang baik bisa membuat seseorang menjadi penulis yang baik. Bayangin kalau ada orang yang curhat, atau cerita kejadian lucu, terus ceritanya ngalor-ngidul, atau malah diksinya salah. Kan malah bikin orang pengen ngedit kata-katanya dia. Eh? Ato itu gue doang?

Motivasi Cerita

1. Ingin menghibur
Bagi Bang Adit, motivasinya menjadi pencerita sangat sederhana. Ia ingin menghibur orang lain, ingin membuat mereka tertawa. Dan ini sama banget kayak gueeee.... ahahahaha :D

2. Menyampaikan pesan
Menurutnya ini juga salah satu motivasi penting ketika ingin menjadi seorang pencerita. Jelas lah ya? Masa masih perlu dijelasin? #ditimpuk

3. Memberi dampak untuk masyarakat
Naah... kalau yang ini namanya udah membawa motivasi cerita ke level yang lebih tinggi. Selain ingin menyampaikan pesan, ada juga seorang pencerita yang memang ingin banyak orang memahami pesannya hingga banyak persepsi yang akan berubah setelah membaca ceritanya. Misalnya saja cerita tentang autisme yang belum terlalu dipahami oleh orang banyak.

4. Menceritakan pengalaman pribadi
Ada juga alasan yang satu ini. Yang....menurut Bang Adit sih 'not recommended'. Kenapaaa? Katanya, kebanyakan orang cuma mau orang lain tau cerita tentang dirinya. Padahal belum tentu cerita dia itu menginspirasi atau menghibur. Kalau ambil contoh Andrea Hirata, beda soal. Manusia hebat yang satu itu memang berhasil menuang kisah hidupnya menjadi tetralogi novel fiksi, terjual jutaan kopi, dan menginspirasi orang banyak. Kisah Bang Andrea nggak biasa, dan nggak semua orang mengalami seperti yang dia alami dulu untuk menempuh pendidikan yang layak. 

Bang Adit: "Kalau ceritanya diputusin satu cewek terus galau berkepanjangan....I mean...come ooonnn...."

Kalau soal ini sih gue bilang, gue setuju setengahnya. Gue juga nggak setuju untuk menceritakan pengalaman pribadi yang apa banget kalau dibaca sama orang lain. Tapi kalau hanya mengambil sebagian, memfilternya dengan tepat, memasukkannya dalam cerita fiksi tanpa terlihat terlalu 'curhat', gue rasa nggak ada salahnya :) Well, pilihan masing-masing orang.

Teknik Bercerita

Nah, masuk ke bagian yang paling penting. TEKNIK! Yang belum pernah tau teori dan teknik menulis yang benar, mari simak baik-baik!

1. Bangun Matriks Karakter
Persiapkan karakter secara matang. Mulai dari segi fisik, sampai karakter sedetil-detilnya. Misalnya dia suka makan pisang ato nggak, kalo tidur lebih suka telentang apa tengkurep, dll.

Catatan: JANGAN PERNAH membuat karakter yang SEMPURNA.
Karena kesempurnaan hanya milik Allah semata :)

Intinya sih, hindari karakter gary-stu dan mary-sue. Perlu gue jelasin nggak yah tipikal dua karakter menyebalkan ini? Dua karakter itu adalah alasan terkuat gue nge-drop suatu cerita. Gary-stu itu yang kayak gimana, sih? Coba liat karakter utama cowok di "My Sweet Kaichou", namanya Kasumi kalo gak salah. Nah itu penggambaran yang tepat untuk cowok gary-stu. Sebenernya kebanyakan karakter cowok di dalam cerita romance dengan pembaca perempuan sih rata-rata gary-stu. Cowok ganteng, pinter, kaya, penyayang, perhatian, wes diambil kabeh. Maruk banget....

Sementara, cewek mary-sue itu lebih-lebih menyebalkan lagi. Biasanya sih bukan tipikal cantik, kaya, pintar, dan bisa segala-galanya (ini malah biasanya jadi karakter tokoh antagonisnya). Mary-sue itu adalah karakter cewek yang disukai semua orang APAPUN YANG DIA LAKUKAN. Dia jatoh, banyak yang nolongin. Dia ceroboh, banyak yang memaklumi dan menanggap itu imut. Dia lemah, banyak yang pengin melindungi. Kata-kata yang keluar dari mulut si mary-sue ini entah bagaimana selalu bisa membuat orang-orang terenyuh sampe nggak ada orang yang bisa sebel sama dia.

DAN ITU MENYEBALKAN!

Biasanya sih ini tipikal tokoh utama cewek yang pada dasarnya biasa-biasa aja, tapi semua cowok ngejar cintanya dia. BASI!

Saran dari Bang Adit adalah: Buatlah cacat pada karaktermu. Misalnya dia orang yang bisa segalanya, tapi di sisi lain dia adalah orang yang nggak pernah puas. Tujuannya meraih kesempurnaan menjadikan itu sisi negatif dirinya.

 2. Drama Tiga Babak
Setiap cerita selalu mengacu pada tiga babak.
Set up --> Confrontation --> Resolution

Apa pun genrenya, apa pun ceritanya, bagaimana pun alurnya, tiga babak yang disebutin tadi akan selalu jadi dasar. Penggambaran yang paling tepat untuk drama tiga babak ini adalah cerita superhero yang sering digarap Hollywood.

Cara menyusun cerita:
- susun premis: sesuatu yang menggambarkan isi cerita dalam satu atau dua kalimat.
contoh: premis dari novel "The Maze Runner" adalah 'sekumpulan pemuda yang berusaha mencari jalan keluar dari labirin misterius dengan berlari.'
- susun sinopsis: keseluruhan cerita yang dirangkum dalam 1/2-1 halaman A4 (harus menggambarkan awal cerita hingga penyelesaian)
-buat kerangka

Untuk penjelasan lebih mendetil bagaimana caranya membuat kerangka cerita, bisa ke sini http://www.screenplay.com/

Semua yang gue tulis ini masih ada lanjutannya. Doakan semoga gue nggak terlalu malas untuk melanjutkan. Gue merasa beruntung banget waktu itu bela-belain dateng jauh-jauh ikut seminarnya. Karena akhirnya gue dapet ilmu-ilmu baru yang belum pernah gue dapet sepanjang ikut kelas pelatihan atau seminar menulis lainnya :)

[Flashfiction] Oksigen dan Genosida

"Apa aku akan mati hari ini?"

Pertanyaan itu akan terus terngiang-ngiang di benak setiap orang yang ada di sini. Termasuk juga--tentu saja--diriku.

Genosida.

Gas berbahaya tersebut telah menjadi musuh kami sejak puluhan tahun yang lalu.

Salah siapa? Pemerintah? Pengusaha pabrik tak bertanggungjawab?

Bukan. Ini semua salah kami, umat manusia. Kami terlalu tergila-gila akan teknologi. Kami menjadi terlalu manja, terlalu malas melakukan ini-itu, dan hanya berpikir untuk menciptakan alat baru yang bisa melakukan sesuatu yang seharusnya bisa dilakukan oleh kedua tangan kami sendiri. Penemuan yang sia-sia telah banyak tercipta. Namun tetap saja laris di pasaran karena alasan pertama. Malas.

Kalau bisa dilakukan mesin, kenapa kita harus melakukannya sendiri? Itu kata-kata kami, si perusak bumi.

Tak heran jika pada akhirnya bumi menyerah menampung kami. Pepohonan hijau yang biasanya menyerap kadar racun dari udara penuh polusi, kini tak lagi terlihat. Kami punya filter, kok. Tanah luas yang mampu menampung dan menjernihkan air, kini tertutup besi-besi tebal. Kami kan masih punya penampung air hujan.

Alasan-alasan tersebut lenyap di dalam kerongkongan tatkala teknologi tak mampu mengatasi imbas yang muncul karena kemajuannya sendiri.

Udara tercemar dan sangat beracun. Kami tak lagi bisa melangkah di luar tanpa perlindungan. Oksigen menjadi barang langka dan mahal. Tanpa tabung oksigen, bumi hanyalah planet usang yang tak cocok lagi ditinggali.

Jika ada penghuni planet lain yang melihat manusia bumi kini, mereka pasti memandang kami dengan iba. Bagaimana tidak? Sekarang kami lebih mirip alien yang dulu sering kami khayalkan dan visualisasikan melalui layar kaca. Dengan kostum mengerikan seperti ini, sudah tak mungkin lagi membedakan mana pria mana wanita.

"Oksigenku hampir habis," kata salah seorang dari kami.

Aku mengangkat dagu, menunjuk ke satu arah. "Nggak mau gabung sama mereka? Minta oksigen..."

Ia menoleh ke sekumpulan orang yang berusaha menarik perhatian seorang gadis arogan di balik kaca. Ada yang mengetuk pelan hingga memukulkan tinjunya ke kaca. Namun, gadis itu bergeming.

"Nona, berikan kami oksigen..." Suara lirih dengan permintaan serupa terus bersahutan dari arah sana.

Orang di hadapanku menggeleng. "Orang kaya mana mengerti perasaan orang miskin. Memangnya kau pikir kenapa rumah penuh oksigen begitu dibuat kedap suara?"

Setelah mengucapkan kekecewaannya, ia akhirnya berkata, "mungkin aku akan mati hari ini...."


-END-

Yak LUNAS!!

Dan apalah itu genosida, ngasal banget gue. Bikin tulisan tanpa research lagi. Hahahaha. Ngerjainnya mepet deadline seeehh....

Sudah ya sudah... ceweknya serem banget...

Jumat, 20 November 2015

30-Day Book Challenge - Favorite book of your favorite series

Challenge ini harusnya diselesaikan dalam 30 hari. Tapi nggak apa-apa yes, yang penting gue berhasil jalanin tiga challenge sejauh ini dan belum berniat berhenti. Tetep jalan, itu yang penting! Ahahahahahaha...

Iya, alesan mah kalo dibuat bisa-bisa aja...

Minggu lalu gue udah beberin seri yang jadi favorit gue. Berarti, sekarang gue tinggal milih salah satu buku yang jadi favorit gue dari seri itu.

Total semuanya ada 12 judul

[Cerpen] First Love Story

Tantangan dari saudari Dini yang sungguh apa banget. Yayayayaya.... lagi-lagi soal CINTA. Udah dibilang gue lemah banget kalo soal nggambarin hal yang satu ini. Bagi gue cinta itu adalah abjad c-i-n-t-a digabung jadi satu. Udah.

Susah banget dapetin feel ini untuk nulis cerpen dengan tema CINTA PERTAMA. Berhubung dimintanya pengalaman pribadi, jadilah cerpen based on true story ini. Tentunya dengan tambelan di sana-sini biar jadi satu cerita utuh.

Tapi akuw maluuuuuuwwww >///////<
*ngumpet*

Udahlah, dibaca aja yah.
Lunas loh, Din....


Selasa, 10 November 2015

EPA 9 に頑張ろう!

Buat yang belum tau, EPA itu program JF (Japan Foundation) yang diadain setiap tahun untuk ngirim ratusan calon perawat dan care-worker ke Jepang. Tugas JF yang ada di Indonesia, lebih tepatnya Jakarta, lebih tepatnya lagi di Senayan yang tiap hari nggak pernah nggak macet kecuali kalo car free day, adalah untuk memberikan pelajaran bahasa Jepang pada calon pekerja ini selama enam bulan sebelum mereka berangkat ke Jepang.

Sejujurnya gue sama sekali nggak tau ada program ginian sampe tahun lalu pas gue diajak Pak Frisian untuk gabung sama pihak PERSADA ngajar di EPA 8. Tahun lalu itu, bisa dibilang gue 'nggak sengaja' gabung di EPA. Karena sejujurnya gue sama sekali nggak tau itu program apa, daftar jadi pengajar juga nggak, lalu tau-tau gue jadi salah satu pengajar di sana (.___________.)

Saya clueless sekali....


Jumat, 06 November 2015

[Cerpen] Kakak Ninja di Gunung Waka

Aku benci naik gunung!

Kenapa sih mau liburan saja harus bersusah-susah naik gunung segala? Daripada naik-naik ke puncak gunung—tolong jangan mengucapkannya dengan nada lagu super menyebalkan yang jadi lagu wajib anak-anak—bukankah lebih baik ke pantai atau tempat wisata lainnya? Pemandangan bagus kan bukan hanya di atas gunung.

Oke, mungkin menurut orang lain aku ini berlebihan. Apa salahnya naik gunung? Toh bisa sekalian olahraga sambil melihat pemandangan indah di sekeliling saat naik ke puncak.

Nggak.

Mungkin salah satu alasan kenapa aku benci sekali gunung adalah karena aku tidak mendapat kesenangan seperti orang-orang lain saat pertama kali aku menanjak naik ke salah satu pegunungan Gede yang berada di Jawa Tengah. Saat naik ke atas, beberapa kali kakiku kram hingga tertinggal rombongan. Cuaca kala itu juga kurang mendukung sehingga kami terpaksa memakai jas hujan yang membuat penglihatan semakin kabur. Belum lagi pijakan tanah yang menjadi licin karena air hujan, membuat kami harus ekstra hati-hati agar tidak tergelincir. Sesampainya di atas gunung pun aku harus bertahan tidur menggigil di dalam tenda, menunggu matahari terbit. Sayangnya, aku gagal mendapat foto matahari terbit yang indah karena tertutup awan nakal. Rasanya detik itu aku ingin membanting kamera mahal yang sudah susah-susah kubawa sepaket dengan tripodnya. Tapi nggak jadi karena sayang. Setelah itu, yang kuinginkan hanya pulang dan makan mi instan.

Sudah susah-susah naik ke atas, ternyata apa yang kudapat tidak sebanding dengan apa yang kuusahakan. Aku malah heran dengan fenomena ‘menyatakan cinta di atas gunung’ yang sedang melanda anak-anak muda Indonesia. Memangnya menyatakan cinta pada orangnya langsung kurang romantis apa? Dekorasi bunga mawar dan lilin juga sudah cukup untuk mempermanis suasana. Kenapa juga harus susah-susah naik ke ribuan kaki di atas laut? Repot.

Itulah mengapa aku agak sensitif saat mendengar kata ‘gunung’.

“Lin, kita udah susah-susah ke Jepang. Kenapa harus ke gunung, sih?” protesku.

“Shen, kamu dengerin penjelasanku dulu dong. Nama tempatnya emang Wakayama (Gunung Waka), tapi tempat yang kita tuju bukan gunung, kok.” Alina memberi jeda pada penjelasannya saat aku mengerutkan kening karena tak percaya. “Hmm... oke, emang gunung sih. Tapi bukan naik gunung kayak yang kamu bayangin. Percaya deh...”

Aku meliriknya dengan curiga, “bener?”

Alina cepat-cepat mengangguk.

“Yang kita akan kunjungi itu Wakayamajo (Kastil Gunung Waka). Memang letaknya agak naik gunung, sih. Tapi kita ke sana naik tangga, kok. Nggak seperti yang kamu bayangin deh, pokoknya,” terang Alina seraya meyakinkanku kalau perjalanan ini tidak seburuk apa yang kupikirkan.
Alina memang sudah tinggal di Jepang selama beberapa bulan untuk melanjutkan studinya di salah satu universitas di Osaka. Dulu kami satu universitas di Jakarta. Sayangnya, Alina lebih beruntung hingga mendapat beasiswa untuk belajar di negeri matahari terbit ini. Sementara aku hanya bisa kemari selama seminggu untuk liburan. Itu pun setelah aku menabung bertahun-tahun. Alina memang lebih paham daerah ini dibandingkan aku, itu sudah pasti. Aku coba percaya saja padanya. Semoga perjalanan kali ini tidak mengecewakan.

***

Hari ini kami bangun lebih pagi karena jarak dari Osaka ke Wakayama cukup jauh. Kami harus naik kereta kurang lebih satu setengah jam sebelum sampai di sana.

Perjalanan kami berlalu tanpa masalah yang berarti. Kami tiba di sana sepuluh menit lebih cepat dari perkiraan. Begitu selesai mengumpulkan informasi di tourist information center, kami langsung menuju tempat yang dimaksud dengan bus, kurang lebih sepuluh menit. Aku senang karena akhirnya bisa mempraktekkan kemampuan bahasa Jepangku saat bertanya tadi. Petugas di tourist information center tampaknya sedikit terkejut saat orang asing sepertiku bertanya dalam bahasa Jepang yang cukup lancar. Sebelum pergi dari ruangan itu pun, ia sempat memuji bahasa Jepangku.

“Nah, sampai deh. Dari sini kita jalan,” terang Alina.

“Waw!” Aku terkagum-kagum melihat gerbang kayu yang begitu besar di hadapanku. Untuk masuk ke dalam pun kami harus melewati jembatan yang cukup besar yang di bangun di atas kolam besar. Aku dapat melihat ikan-ikan besar yang berebut makanan saat ada seseorang yang melempar potongan roti atau kue. Ikan-ikan tersebut benar-benar besar! Lebih besar daripada gurame yang disajikan restoran mahal di Indonesia. Melihatnya saja membuatku ingin nyebur ke kolam.

Err... Nggak juga, sih. Aku cuma bercanda.

“Ayo!”

Aku pun berlari kecil menyusul Alina yang telah melalui gerbang dan masuk ke dalam. Sepanjang jalan, di sebelah kiri kami terdapat pepohonan rindang serta taman yang cukup indah. Sementara di sebelah kanan kami terdapat tembok batu yang menjulang tinggi ke atas. Sepertinya kastil yang dimaksud oleh Alina berada di atas tebing batu buatan manusia itu.

Kami berjalan dan terus berjalan di jalanan yang menanjak landai tersebut. Aku tak merasa terlalu lelah karena kami sesekali berhenti untuk foto dengan bunga-bunga indah yang ada di taman. Namun ketika sampai di ujung, aku mulai mengeluh.

“Perasaan udah jalan jauh banget, tapi kok belum sampai-sampai, ya?” Aku berhenti dan mengatur nafasku yang mulai tak teratur.

“Ini belum ada setengahnya. Lihat kan di tebing batu depan itu ada tangga? Kita harus naik tangga itu untuk sampai di atas.”

Aku melihat tangga itu tak percaya. “Setinggi itu!?”

“Yah... namanya juga kastil di gunung...”

Dasar Alina penipu! Naik tangga sih naik tangga, tapi kalau tangganya setinggi bukit begitu ya sama saja capeknya dengan naik gunung! Menyebalkan!

Namun karena Alina dengan super tega meninggalkanku di bawah dan langsung naik sendirian ke atas, mau tak mau aku juga ikut naik. Alina juga tahu aku tidak akan bisa pulang sendiri ke apartemennya. Dia tidak memberiku pilihan lain.

Anak tangga demi anak tangga kunaiki, namun sepertinya tangga itu tak akan pernah berakhir. Jalan ke atas juga semakin menyempit dan membuatku kesulitan berjalan. Tambah lagi, turis-turis yang berjalan turun di sebelah kanan juga menambah sempit tangga itu.

Setelah kurang lebih satu jam, kami akhirnya tiba di satu taman yang dibatasi oleh pagar yang tak terlalu tinggi. Bunga-bunga di sini lebih indah, dan pemandangan dari atas bukit tampak sangat menawan. Aku yang kelelahan setengah mati meminta Alina untuk duduk-duduk dulu di taman.

“Mana kastilnya?” tanyaku.

Alina diam sebentar sebelum menjawab, “mmm... masih naik lagi...” Ia menunjuk tangga berukuran 1-1,5 meter yang dibagi dua untuk jalan naik dan turun. Tangga itu jauh lebih curam daripada yang kami lewati sebelum ini. Benar-benar seperti jalan setapak.

“Alina...” kataku parau. Rasanya ingin aku mencekiknya saat itu juga.

“Hehehe.” Alina tertawa tanpa menunjukkan wajah bersalah. 

Kami menghabiskan waktu yang cukup lama di taman itu. Oke, lebih tepatnya, aku. Sejak tadi Alina sudah mulai menarik-narik tanganku untuk naik lagi. Namun aku menolak dan memintanya istirahat lagi selama beberapa menit ke depan. Saat Alina menyerah dan membiarkanku, di depan kami berdua lewat seorang nenek yang sudah amat renta. Punggungnya bungkuk dan ia berjalan perlahan menggunakan dua tongkat. Kami terus saja memperhatikan nenek itu berjalan melewati kami. Lama kemudian, nenek itu mulai menanjak naik tangga yang sejak tadi terus kuhindari. Mulutku menganga lebar.

“Astaga...” ujarku terkejut, setengah takjub.

Alina terkekeh. “Lansia di sini kuat-kuat, lho. Karena mereka tiap hari jalan, nggak heran di umur segitu masih bisa naik gunung.”

Detik itu juga aku merasa malu. Masa kalah sama nenek-nenek!?

“Ayo jalan!”

Alina terkekeh lagi.

***
Setelah bersusah payah, peluh tertumpah, dan napas tinggal setengah, kami akhirnya sampai di atas. Kastil Wakayama berbeda jauh dengan Kastil Osaka yang begitu besar. Kastil ini memang kecil. Di sekelilingnya masih banyak pohon dan tumbuhan yang tumbuh secara alami. Jika melihat ke bawah, masih banyak hutan yang membentang luas hingga ke bawah. Pemandangan ini memang sederhana, tak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan hutan dan gunung yang ada di Indonesia. Namun rasanya ini juga tak kalah menakjubkan.

Kami menikmati waktu santai kami di bangku-bangku depan kastil sambil memakan es krim yang kami beli dari mesin penjual otomatis. Hanya ada beberapa toko kecil di sekitar kastil ini. Sisanya adalah mesin penjual otomatis yang menyediakan macam-macam seperti minuman dingin dan es krim. Benar-benar cocok di musim panas seperti ini.

Seperti yang telah kusebutkan tadi, kastil ini tidak ada apa-apanya dibanding Kastil Osaka. Namun Kastil Wakayama memiliki keunikan tersendiri. Para guide yang tersebar di sekitar kastil, semuanya menggunakan kostum ninja, lengkap dengan senjata yang biasa digunakan para ninja seperti shuriken dan pedang yang tak terlalu panjang. Mereka menjelaskan informasi mengenai Kastil Wakayama dengan wajah riang pada turis-turis mancanegara yang datang ke sini. Beberapa diajak untuk berfoto bersama. Beberapa diminta untuk berpose layaknya ninja. Kami pun akhirnya menghampiri salah satu guide perempuan dan memintanya berfoto bersama kami. Suasana yang benar-benar menyenangkan.

Setelah melewati beberapa waktu di atas, kami akhirnya turun gunung. Tangga yang tadi begitu berat kulalui, tak terlalu terasa panjang begitu kami turun. Tak sampai setengah jam, kami sudah tiba di bawah lagi.

Ketika kami akan melangkah menuju gerbang, pandanganku terpaku pada satu guide berpakaian ninja yang sedang bermain bersama tiga bocah Jepang. Kakak ninja yang kutaksir berumur kepala dua itu menunjukkan beberapa teknik ninja pada bocah-bocah yang mengerubunginya. Bocah-bocah itu terlihat sangat senang. Lalu tiba-tiba kakak ninja itu mengeluarkan kain berwarna abu-abu yang cocok dengan dinding batu di belakangnya. Ia pun menunjukkan teknik ninja bersembunyi di balik kain tersebut. Tanpa sadar aku tertawa terbahak-bahak karena kain motif batu itu benar-benar terlihat palsu. Mau sembunyi seperti apa pun dia pasti akan ketahuan.

Ketiga bocah dan kakak ninja itu sontak menoleh padaku. Bocah-bocah itu menatap padaku heran, mungkin karena aku sama sekali tidak mirip orang Jepang. Sementara si kakak ninja tersenyum padaku dan menundukkan kepalanya sedikit untuk memberi salam. Aku terkejut dan ikut memberinya salam dengan menundukkan kepalaku. Saking gugupnya, aku lupa untuk membalas senyumannya dan melangkah meninggalkan tempat itu.

“Kakak ninjanya cakep, ya. Mau foto deh...” kataku dengan suara pelan.

Alina melirikku dengan pandangan curiga. “Naksir ya? Dasar! Kalo mau foto bilang dong. Mau balik lagi?”

Aku berhenti melangkah, menatap mata Alina, lalu berbalik. Akan tetapi sebelum sempat berjalan kembali ke tempat tadi, aku berjongkok dan menutup kedua wajahku dengan telapak tangan. “Tapi maluuu....”

Kepalaku digeplak Alina. “Payah!” ejeknya sadis.

“Kapan lagi bisa foto sama dia, kan? Lo kan nggak lama-lama di sini...” ujarnya persuasif.

Diiringi kalimat-kalimat Alina yang menantang, kami benar-benar melangkah kembali ke tempat tadi. Aku melangkah dengan lambat dan ragu-ragu karena tak yakin berani untuk meminta foto dengan ninja tadi.

Begitu sampai di tempat tadi, kakak ninja yang begitu ramah pada bocah-bocah itu sudah tidak ada. Dia pasti sudah naik kembali ke kastil dan menjalankan tugasnya. Aku dan Alina pun memutuskan untuk pulang.

Saat itu, terdengarlah sayup-sayup suara musik dari kejauhan. Karena penasaran, kami pun melangkah mendekati suara. Sepertinya ada pesta terbuka atau semacamnya. Begitu kami tiba di tempat musik itu berasal, ternyata memang ada pesta. Semua pesertanya lansia dan tampaknya mereka bersenang-senang di sana. Tapi pesta itu telah berakhir. Mereka memang masih mengobrol dengan gembira diiringi alunan musik tradisional yang diputar dengan menggunakan sound system modern. Bangku-bangku yang tak terpakai mulai dibereskan oleh para guide yang berpakaian ninja. Disitulah aku melihat kembali kakak ninja yang barusan.

“Itu dia!” kataku tak mampu menyembunyikan kebahagiaan.

“Mana?” Alina mencari-cari lewat sudut matanya. “Oh iya! Ayok samperin!”

Alina melangkah maju dengan cepat, namun aku menarik tangannya. “Jangan!” kataku panik. “Nanti ketahuan banget dong gue ngejar-ngejar dia...”

“Yaelah, masih gengsi aja. Kapan lagi, kan? Malu cuma sekali, ini. Nanti pas lo balik juga nggak akan ada yang inget...”

“Tapi...”

Waktu kami berdua tarik-tarikan, seorang nenek menghampiri kami. Dia nenek dengan dua tongkat yang tadi kami lihat naik ke atas kastil dengan semangat.

“Ada apa?” katanya dengan bahasa Jepang yang agak sulit ditangkap telingaku.

“Temanku mau foto sama ninja,” ujar Alina tanpa tedeng aling-aling seraya menunjuk ke arah pesta lansia itu.

“Ooh... mau foto? Ayo saya antar ke sana,” ucapnya seraya tersenyum ramah.
Aku masih malu, namun akhirnya tetap mengekor di belakang si nenek dan Alina yang terlalu bersemangat.

Kami bertiga menghampiri kumpulan guide yang masih sibuk. Tetapi begitu si nenek meminta mereka untuk berfoto denganku, semuanya langsung berhenti mengerjakan apapun. Kakak ninja yang kami temui tadi, kembali tersenyum padaku. Dia masih ingat. Hahaha. Siapa sih yang nggak inget cewek aneh yang tiba-tiba tertawa saat kau sedang menghibur anak-anak?

Tujuanku berfoto dengan kakak ninja tadi akhirnya tercapai. Meski pada kenyataannya kami bukan foto berdua, melainkan berfoto bersama seluruh guide yang ada di situ, juga bersama nenek dan kakek yang masih ada di tempat. Kakak ninja yang akhirnya aku tahu bernama Kentou, menanyakan asal negaraku. Sementara yang lain juga ikut bertanya macam-macam hal. Kami jadi mengobrol cukup lama dengan orang-orang Jepang yang ada di situ sebelum akhirnya benar-benar pamit dan pulang.

“Hati-hati pulangnya ya. Kapan-kapan main ke sini lagi!” seru Kentou seraya melambaikan tangannya.

Aku pulang dengan hati berbunga-bunga.

Di perjalanan, Alina menyenggol lenganku dan berkata, “gimana rasanya pergi ke gunung?”


“Asyik!” jawabku dengan senyum lebar.

THE END

Ini kisah nyata yang akhirnya gue tulis dalam bentuk cerpen dengan tambahan disana-sini. Ehehehehe. Aslinya, gue nggak jadi foto sama si kakak ninja ganteng itu saking malunya nyamperin dia lagi cuma buat minta foto. Pada akhirnya, keinginan gue yang nggak tersampaikan itu malah gue wujudkan dalam bentuk cerpen. Asalkan ada khayalan dan imajinasi, semuanya bisa terjadi. Ahahahahahahahaha. Malu deh jadinya.... tapi beneran nyesel kenapa waktu itu nggak minta foto dia sama anak-anak Jepang yang lagi main itu....

Setsu, Dewi, kenapa kalian nggak nyeret-nyeret gue sekalian biar jadi foto. Uhuhuhuhuhu~
*menyesaaaallll*

Kapan-kapan kalau ada kesempatan ke Jepang lagi, pasti gue main ke Wakayamajo lagi :))



istirahat di atas bukit sebelum berjuang naik tangga lagi menuju Wakayamajo
Deket dinding batu tempat si kakak ninja cakep mainan sama bocah-bocah


30-Day Book Challenge - Your favorite series

Sejujurnya ada dua kandidat kuat untuk pertanyaan yang satu ini. Ada dua series yang terus tertinggal di hati sampe sekarang. Kebetulan dua-duanya fantasi, dan dua-duanya udah dibuat film meski yang satu agak gagal gitu.

Kandidat yang pertama adalah....


YES, PERCY JACKSON!

Seri yang satu ini membuat gue nggak berhenti baca sepanjang lima novel. Kebetulan gue juga beli sekaligus karena ada diskonan di book fair. Dapet kaos gratisan pula. Jadi napsu langsung beli deh. Untungnya ceritanya benar-benar nggak mengecewakan. Bagus banget, malah. Salah satu seri yang membuat gue suka banget sama karakter utama. Padahal biasanya karakter utama itu menurut gue kurang lovable. Tapi Percy itu lovable banget. Meski di samping dia banyak juga karakter-karakter lovable lainnya dalam seri ini. Filmnya sejauh ini udah sampe seri kedua, dan menurut gue sih cukup memuaskan. Apalagi seri yang kedua. Hehehehe :D

Kandidat yang kedua adalah....

maap, gak nemu cover versi englishnya....

DARREN SHAN SAGA!

Mulai dari "Cirque du Freak" sampai "Sons of Destiny", semuanya bikin jantungan. Ini seri novel horor terbaik menurut versi gue. Gue pikir, gue nggak akan menemukan cerita vampir yang masuk akal. Tapi saking masuk akalnya cerita ini, gue sempet berpikir vampir itu beneran ada. Apalagi, Darren Shan juga membuat karakter utama dalam novel ini adalah dirinya sendiri. Beneran terkesan nyata sampe bikin merinding. T.O.P.B.G.T. Lah pokoknyamah....
Sayangnya, filmnya kurang memuaskan. Ya masa 12 novel dirangkum jadi satu film? Gak asik dong? Mana cerita petualangan Darren jadi pangeran vampir? Mana kisah cintanya Evra Von sampe akhirnya dia nikah dan punya anak? Mana kisah sedihnya Mr.Crepsley sampe akhirnya jadi vampir?


Kamis, 05 November 2015

Suara Ketukan Pintu

Tiga kali suara ketukan di pintu kamar membangunkanku yang sedang tertidur nyenyak. Bagiku, suara itu adalah alarmku di pagi hari, sekaligus suara yang selalu kutunggu-tunggu kehadirannya.

Aku menanggalkan selimut yang kupakai dan segera berdiri dan berjalan menuju pintu. Begitu pintu kubuka, kini bisa kulihat seorang anak yang selalu menyambutku dengan senyuman manisnya.

"Pagi, dek. Enak tidurnya? Mau sarapan apa?" tanyaku riang.

Adik kecilku, Rika menunjukkan gigi-geliginya yang putih bersih. Itu tandanya ia akan memakan apa pun yang kubuatkan untuknya. Seperti biasa. Aku pun segera mengikat rambutku dengan karet gelang dan menuju dapur untuk menyiapkan sarapan.

Orangtua kami telah lama tiada. Ayah meninggal karena kecelakaan saat aku masih kecil. Sementara Ibu meninggal tak lama setelah melahirkan Rika. Ibu mengalami pendarahaan hebat. Sementara itu Rika kecil berhasil selamat setelah para dokter mati-matian berusaha merawatnya. Sayangnya, Rika kehilangan suaranya sejak dilahirkan di dunia. Dan bagi anak kecil yang malang itu, hanya akulah satu-satunya tempat ia bergantung.

Aku tidak pernah keberatan, tentu saja. Dia adik kecilku yang manis. Dia tidak pernah mempertanyakan mengapa dirinya tak sempurna seperti orang-orang lain. Baginya, asal masih ada aku di sampingnya, dia akan terus tersenyum dan baik-baik saja. Akhir-akhir ini dia belajar menulis hingga akhirnya mengirimkan selembar surat untukku. Surat itu ia selipkan dari bawah pintu kamarku setelah mengetuk pintunya tiga kali. Dalam surat itu hanya tertulis satu kalimat, namun mampu membuatku menangis terharu saking senangnya.

'Rika sayang Kak Rita.'

...

Sebagai seorang penerjemah, aku lebih banyak bekerja di rumah. Pekerjaan ini juga menjadi pilihan terbaik karena memungkinkanku untuk menjaga Rika setiap saat. Setiap bekerja, aku menutup pintu kamar agar bisa sedikit konsentrasi. Rika hanya perlu mengetuk pintu itu tiga kali jika ia butuh sesuatu. Aku pun dengan sigap akan membantu Rika dan meninggalkan pekerjaanku sejenak.

Namun beberapa hari ini semuanya berbeda. Kemalangan besar menimpa diriku. Aku sedih hingga menangis sejadi-jadinya selama beberapa hari. Ketukan di pintu kamarku kini tak lagi membuatku bersemangat. Malah, setiap suara ketukan itu terdengar, aku selalu melemparkan benda apapun yang ada dalam jangkauanku ke arah pintu hingga menimbulkan suara keras.

'TOK! TOK! TOK!'

'PRAANG!!'

Kali ini aku melemparkan gelas beling yang ada di atas meja kerjaku. "DIAAM! DIAM! JANGAN KETUK PINTU KAMARKU LAGI!!" teriakku frustasi.

Rika telah tiada beberapa hari yang lalu, namun suara ketukan pintu itu tak pernah pergi meninggalkanku sendiri.

Senin, 02 November 2015

Why Must Angst When I Can do Comedy?

"Nana coba nulis angst dooong~"

"Angst buatan kamu lumayan kook, bener deh..."

"Bikin angst lagiiii!"



OH MY GOD. WHY?

Ada alasan gue sangat menghindari genre yang satu ini, baik baca, nonton, maupun nulisnya. Terlebih kalo genrenya ditambah lagi sama 'tragedy'. Waaaaahh.... mending kabur sambil cari hiburan lain aja.

Guys, gue ini lemah sama cerita sedih....

Gue kan gadis kecil dengan hati yang begitu rapuh....

*lalu dilempar ke blackhole*

Serius deh. Gue nggak tau kapan punya penyakit semacam ini. Tapi kalau dalam kehidupan nyata, aslinya gue nggak selemah itu. Mental gue sekuat baja, kok. Yah, nggak baja deh...besi bolehlah. Tapi ntah kenapa kalo baca buku atau nonton film yang ada adegan-adegan sedih dikit aja bisa bikin gue mewek. Aslinya gue nggak mau ngebocorin ini karna. MALU BANGET TAUK! Ntah kenapa rasanya nggak pas aja sama imej gue gitu. Ahahahahaha xD

Tapi....yah, lama-lama ketauan juga sih. Apalagi kalo lagi nonton bioskop bareng temen, terus tau-tau gue sok-sok ngucek-ngucek mata, padahal lagi mewek.

Bilang gue sakit atau apa, tapi gue mending nonton SAW sekalian daripada film modelan 1 Litter of Tears.

Soal nulis angst juga, sebenernya gue nggak mau. Cuma jiwa kompetitif dalam diri gue pernah menang beberapa kali sampe akhirnya beneran nulis angst.

lalu nangis.....

Kalian gatau apa gue nulis angst abal-abal kayak gitu aja sampe nangis bombay?? Gimana gue nulis angst-tragedy? Mendingan gue main tetris aja deh....

Gue nulis soal ini karena kebetulan inget antologi begal cinta, yang gue juga ikut berpartisipasi di dalamnya. Temanya dari awal adalah "cinta yang dicuri", udah jelas ini mengarah sad-ending banget, kan? Tapi gue nggak mau. Gue bener-bener nggak mau nulis sad-ending. Mending karakternya gue bikin mati sekalian tanpa merasakan sakit hati daripada hidup menanggung derita. #apaseh

Akhirnya dengan segala kemampuan otak yang gue punya, gue tetep bikin cerpen gue happy ending, meskipun temanya angst banget.

BECAUSE EVERYONE DESERVE TO BE HAPPY!

Gue kan cinta sama semua karakter yang gue buat. Gue nggak mau dong mereka berakhir mengenaskan. Seenggaknya walaupun mereka terpaksa mengalami kemalangan, tetap ada kebahagiaan yang terselup untuk mereka. Kalo gue terus-terusan merobek-robek hati mereka dengan kejadian-kejadian yang mereka alami, guenya yang nggak tega. Kan gue lemah lembut, kayak marshmallow.

Seorang penulis kawakan bilang "kalau happy terus, apa yang mau diceritain?"

Well, gue nggak bilang sepanjang cerita harus happy. Tapi gue nggak mau bikin cerita yang menonjolkan penderitaan tokoh utamanya banget. Konflik nggak harus terus-terusan bikin tokohnya menderita, kok. Makanya gue suka banget komedi. Karena cerita-cerita komedi selalu melihat masalah dari sisi yang berbeda.

Sejujurnya, sih. Terkadang gue mikir kalau keputusan gue untuk terus di genre komedi itu untuk nyari aman. Gue bisa bikin kisah yang sederhana asal disampaikan dengan menarik dan lucu. Daripada gue harus bikin cerita dengan tema yang berat, pan? Otak gue gak nyampe. Dan daripada gue harus bikin angst. Nanti airmata gue keburu abis sebelum ceritanya selesai. Ternyata cuma satu genre ini yang gue bisa.

Ada satu draft novel yang sejauh ini udah mateng banget, tapi jujur aja, gue nggak sanggup nulisnya. Meskipun rencananya happy ending, konfliknya cukup parah sampe bisa nyayat-nyayat hati gue sendiri. Lebay banget, yak? Tapi serius deh.... Akoohhh gak sangguuup kakaaaaaakkk....

Udahlah, sementara hati gue belum siap (dan kayaknya gak akan siap), gue nggak akan nyoba-nyoba nyentuh angst-angst lagi. Sereeeeemm......

Kamis, 29 Oktober 2015

[Review] Kumcer - Lima Teguk Kopi

Lima Teguk Kopi, adalah judul buku kumpulan cerpen karya anak-anak OWOP. Yah, walaupun sekarang gue udah beda status, tapi waktu nulis cerpen dalam buku ini, gue masih anak OWOP kok. Hehehehehe. Sayangnya buku ini akhirnya terbit dengan self-publish. Mudah-mudahan buku-buku selanjutnya bisa masuk penerbit major yah....

Gue akan review cerita pendek dalam buku ini satu-persatu. 23 cerpen, men! Kerja keras banget kan tuh gue ngereview satu-satu. Demi hadiaaaahhh. Ahahahahaha :D

Jadi, let's see the review!!


Lima Teguk Kopi

Ide ceritanya cukup unik dengan menggambarkan karakter utama, Hario, yang ternyata bisu. Karena kekurangannya itulah dia terpaksa kehilangan cintanya. Kalau soal kisah cintanya sih sebenernya standar banget, tapi karakternya Hario cukup terbentuk. Dia bisa bikin gue kesel karena pada akhirnya dia nggak ngapa-ngapain untuk mengusahakan cintanya. Yah, gue sih sampe kapan juga nggak bakal simpati sama orang yang nggak usaha dan malah meratapi nasibnya. Tapi berarti bagus, kan? Karakternya jelas, jelas bikin gue sebel. Hahahaha #plaak

Pungguk dan Awan Hitam

Oh, ini tulisan bikinan yang ngasih give away, yah? Perlu dipuji-puji nggak, nih? #heh
Jujur aja, pertama kali baca, yang terlintas di kepala gue adalah "Tulisan ini bukan gaya Ruru banget". Tapi akhirnya membuat gue mengerti. Oh, ternyata ada alasan kenapa dia nulis cerita romantis klise gitu. Hahahaha. Semakin dipikir, gaya nulisnya pas banget sama masing-masing karakternya. Salah satu kekuatan menulis Ruru yang gue tau, dia cukup jago masuk ke dalam karakter yang dia buat dan bikin ceritanya jadi hidup.

SAN-DI-WA-RA

Kalimat pembukanya keren. Gue kira ini cerita thriller. Hahahaha. Nggak na, ini kan temanya cinta.... Lalu gue kecewa....

Sebenernya cerpen yang satu ini idenya bagus dan antimainstream banget. Meskipun endingnya... yah...gitu deh :)) Boleh spoiler gak sih, gue? Boleh? Oh, yaudah. Endingnya bisa banget bikin orang-orang ini malah jadi penyuka sesama jenis. Ahahahaha. Sayangnya, bahasanya puisi banget! Sementara gue ini adalah orang yang sangat lemah kalau udah ketemu puisi. Otak saya nggak nyampe. Jadi yah, sebenernya berharap bahasanya bisa dibikin indah, tapi masih dalam tahap yang orang awam puisi kayak gue bisa ngerti, sih.

Boni & Kinai (The Surprise)

Salah satu cerpen favorit gue. Meskipun nggak happy ending. Yasudahlah Naaaaa.... move ooonn.... Cara Boni ngasih surprise itu lucu banget. Gue menikmati kisah mereka berdua sampe ending yang bikin patah hati jadi dua itu. Elah, Bon....Kin... plis lah... Endingnya surprise, tapi surprisenya nggak enak....

Lembayung Senja di Langit Sukoanyar

Ini sih udah pernah gue review panjang lebar ke orangnya langsung. Sempet bantu ngedit juga, hahahaha. Intinya sih, sebenernya gue suka idenya soal cinta ibu yang terbegal sama kapitalisme. Masalahnya eksekusinya kurang oke. Klimaksnya malah kurang berasa karena awalnya terlalu panjang dan bertele-tele. Harusnya lebih fokus ke klimaks dan ending aja.

Cinta Rasa Pasar Malam

Idenya standar, tapi penulisannya cukup oke. Ringan dan enak dibaca. Contoh cerita yang 'nggak neko-neko'. Cerita tentang pertemuan Gendis dan Cahyo di pasar malam, berlanjut ke pdkt, dan berakhir.....tidak bahagia. Yes, seperti tema kumcernya. Cukup suka karena penulis bisa ngasih nilai moral di cerita ini. Dengerin nasehat orangtua....

Menyapa Lampu Jalan

Nah ini baru namanya cerita ORANG GILA. Ahahahaha. Literally, loh. Tokohnya beneran suka ngobrol sama lampu jalan macam orang bener. Clau yang jadi pacar Martin juga nganggep pacarnya itu gila. Cara nyindinya Clau juga lucu. Kasihan ya jadi lampu jalan yang kuntet dan minder, hahahaha. Gue suka cerita ini karena biarpun agak gloomy-gloomy gimana gitu, idenya fresh. Mana endingnya si tokoh utama ikutan gila. Hahahahaha :)) Twist di endingnya lumayan laaah.... meskipun gue pikir ada misteri yang lebih dalam lagi soal kematian Martin.

Separuh Senja

Elang jatuh cinta sama Lalita yang dia temui di acara nikahan Bayu dan Ita. Sayangnya Lalita sudah punya Pilar dan tak lama lagi mereka akan menikah. Demi bisa bersama Lalita, Elang pun membunuh Pilar.

Lalu tiba-tiba muncul Bella. Ternyata dia menaruh perhatian pada Elang. Sayangnya dia ditemukan terbunuh tak lama setelah pilar terbunuh.

Elang pun menikah dengan Lalita. Baru dua hari, akhirnya Elang terpaksa menemui ajalnya karena Lalita tahu dialah yang membunuh Pilar.

Pertanyaan: Siapakah pembunuh Bella? Untuk apa Bella dibunuh? Dan yang terpenting, apa peran Bella dalam cerita ini?

Serius deh, cerita ini akan jadi jauh lebih bagus tanpa kehadiran Bella.

Di Garis Khatulistiwa

Kisah tentang Danu dan Ve. Pacaran udah lama tapi putus nyambung karena Danu sering pergi, sementara Ve nggak bisa pacaran jarak jauh. Pada akhirnya mereka putus dan Ve punya pacar baru. Ceritanya standar banget, tapi ada satu quote yang gue cukup suka. "Jika dia cinta sejatimu, dia akan kembali padamu. Jika tidak, maka bukan dia."

Batin yang Menjerit

Aini adalah seorang gadis cacat. Namun beruntung Adi, seorang yang mapan, jatuh cinta padanya dan mengajaknya menikah. Sayangnya bapaknya nggak setuju dan sudah menentukan jodoh yang lebih pantas untuk Adi. Sementara Aini tidak bisa berbuat apa-apa, karena dia diancam preman yang disewa bapaknya Adi. Serius, ini sinetron banget :)) Dan kirain endingnya ada twist apa, gitu. Eh beneran gak jadi. Adi beneran nikah sama calon pilihan bapaknya.

Manusia Pencabut Nyawa

Neira menduga pacarnya, Namus, selingkuh. Dan ternyata pacarnya itu beneran selingkuh dengan seseorang bernama Fanny. Namun Namus memutuskan untuk mengakhiri hubungannya dengan Fanny dan memperbaiki hubungannya dengan Neira. Kali ini justru Neira yang tidak bisa bersama Namus, karena dia sudah merasa terkhianati dari jauh-jauh hari. Abis.

Ada beberapa fakta yang menurut gue nggak terlalu penting dijabarin dalam cerpen ini. Masih banyak yang masih bisa dipangkas. Contohnya, satu paragraf yang mendeskripsikan tentang ayah Neira. Tentang ayah temannya Neira yang menjadi seperti pengganti ayahnya sendiri. Sama sekali nggak berhubungan sama ceritanya.

Aku Ketar-Ketir Kamu Cengar-Cengir

Hehehehehehehehehe
Perlu direview nggak yaaaaaaaaaaaaaaaa??????
*ditendang ke kolam*

Jingga di Langit Malam

Genta mencintai Jingga. Namun Jingga terpaksa menolak cintanya karena mau sekolah ke Jepang. Genta berjanji akan menunggu. Namun yang menantinya ketika pulang adalah undangan pernikahan Genta dan Ratih. Akhirnya Jingga ngamuk dan membunuh kedua temannya itu sebelum membunuh dirinya sendiri.

Hahahahahaha.... orang yang keliatannya biasa-biasa aja malah berbakat jadi psikopat. Twist di endingnya lumayanlah. Karena nggak kebaca kalau Jingga yang karakternya baik hati di awal, terakhirnya  malah jadi sumber masalah.

Cinta Itu (Tak) Pernah Ada

Kisah seorang perempuan yang mengira kakak kelasnya suka padanya. Sempet pdkt namun pada akhirnya gak ngasi kabar apa-apa. Rasanya kayak baca cerpen setengah jadi. Cuma ada konflik, tanpa penyelesaian. Cuma dibahas dari sisi tokoh utama tanpa kejelasan di akhir. Harusnya dijelasin, apakah akhirnya beneran nggak ada apa-apa di antara mereka, ada tapi ternyata kandas, atau kenapa?

Aurora Gara

Gara, cowok urakan yang jatuh cinta sama Yasmin, cewek alim yang nggak pernah absen ke masjid kampus. Cerita ini lumayan. Twist terakhirnya juga lumayan. Meskipun tau cinta mereka nggak bakal bersatu dari awal, tapi penyebab gagalnya cukup unik juga.

Telikung Angan

Seinget gue sih ini salah satu cerpen yang cukup enak dibaca, dan endingnya juga okelah meskipun putus-putus juga. Jadi ada dua cewek sahabatan. Yang satu udah punya pacar, tapi temennya ini berandai-andai gimana kalau pacar temennya itu naksir dia. Eh beneran kejadian. Pada akhirnya mereka kembali sahabatan setelah sama-sama nolak berhubungan sama cowok yang gampang selingkuh itu :)

Bunuh Aku, Ayah!

Recha anak orang kaya yang kurang mendapat kasih sayang dari ayahnya. Dia jadi bandel, ngajak temen-temennya ke diskotek. Untuk masuk diskotek itu mereka harus beli serbuk putih, yang kemungkinan besar narkoba-bukan gula halus. Recha tanpa bimbang langsung beli serbuk itu, dan pergi dari diskotek....

Lah.... bukannya tadi mau masuk?

Eh mereka ketangkep polisi karena bawa narkoba, masuk TV, dan akhirnya bapaknya pulang karena ngeliat anaknya di siaran berita TV. Ternyata semua cuma akal-akalan Recha untuk bikin bapaknya pulang. semua penangkapan itu bohongan, siaran di TV juga bohongan.

Buat gue yang pernah jadi wartawan, orang sekaya apa pun nggak bakal segampang itu nyiarin berita palsu di TV, sih. Apalagi hanya dengan alasan supaya bapaknya si anak pulang. Mungkin penulisnya masih perlu belajar logika-logika umum juga sebelum memutuskan jalan cerita.

Naf & Rio dengan Buku Ajaib

Bukan cerpen favorit gue. Tentu dengan beberapa alasan. Tapi yang paling utama mungkin karena bahasanya yang terkesan 'anak-anak' banget. Alasan kedua karena walaupun akhirnya happy, tapi kurang nyambung sama tema 'begal cinta' itu sendiri. Sebelah mananya yang begal cinta?

Pengadilan Cinta

Kisah keluarga yang tadinya harmonis, berubah gara-gara si ibu melanggar perjanjian sama si bapak. Pada akhirnya si ibu meninggal karna sakit setelah cerai dari si bapak yang udah punya gandengan lain. Anak mereka tinggal sama neneknya, namun si bapak terus aja mbujuk anaknya supaya mau tinggal bareng sama dia dan ibu barunya. Anaknya akhirnya mau maafin ayahnya tapi tetep nggak mau tinggal sama ayahnya. Nggantung nih ceritanya kayaknya.

Keputusan Ini Mungkin Menyakitkan

Cerita perjodohan. Pada akhirnya si anak terpaksa membuat keputusan menyakitkan dan menuruti permintaan orangtuanya. Ide ceritanya biasa aja, sih. Harusnya dikasih twist atau apa gitu, sesuatu yang bikin cerita jadi lebih wow.

Gagal Begal, Pegal!

Salah satu cerpen yang jadi favorit gue. Bukan, bukan karna yang nulis  itu Zu, kok. Hahahaha. Tapi karena ini salah satu cerpen komedi di antara lautan cerpen cinta romantis yang mendayu-dayu sepanjang buku. Gue juga suka karakter-karakter yang dia bangun di cerpen ini. Meskipun pendek, dia berhasil bangun empat karakter berbeda yang sangat 'hidup'. Terutama karakter utamanya, sih. Cara ngomongnya bener-bener mengingatkan gue akan seseorang. Seorang murid yang 'terlibat' affair sama si penulis sendiri. Wahahahahaha. Orang Sumbawa juga, namanya sama pulak. Ini jangan-jangan emang udah niat dari awal jadiin orang itu karakter utamanya :))

Cinta Jangan Pergi

Kisah cinta Dinda dan Raffa yang kandas karena kedua ayah mereka adalah pesaing bisnis. Gagal deh nikah. Dinda dikurung, sementara Raffa udah nikah sama perempuan lain. Mereka mau kabur berdua, tapi telaaaaatt.... Dinda akhirnya nggak mau diajak kabur begitu tau Raffa udah nikah. Lah, kenapa ngajak kaburnya nggak sebelum-sebelumnya aja, yak? Kenapa juga Raffa baru kepikiran untuk kabur setelah dia udah nikah. Dikira gampang banget cerainya?

Tak Ada Waskita Untuk Nabila

Nah ini, cerita terakhir dan cerita favorit gue dari semua cerpen yang ada. Bahasanya ringan dan enak dibaca. Selain itu juga komedinya pas banget. Idenya juga beda banget dari yang lain. Ini cerita soal Tinuk, seorang peramal, yang entah kenapa harus berhadapan dengan klien yang semuanya nanyain soal kemungkinan cinta mereka dengan seorang gadis bernama Nabila. Karena denger ceritanya Nabila terus, Tinuk yang bilang Nabila begini dan begitu malah dianggap sebagai peramal jago. Dia dianggap udah tau Nabila, bahkan sebelum sang klien minta diramal. Hahahaha. Klien terakhirnya hari itu pun nanyain soal Nabila. Nabila lagiiii..... Nabila lagiii.... :)) Populer amat si Nabila....


SELESAI! ALHAMDULILLAH!!

JARI PENGKOR.....

Kesimpulannya, buku ini lumayanlah ya. Nggak bisa gue bilang bagus banget, nggak juga bisa gue bilang jelek banget. Makanya gue kasih rate 3 di goodreads. Ada cerpen-cerpen yang jadi favorit, ada yang lumayan, ada yang biasa aja, dan ada yang kurang juga. Bahkan kumcer sekelas gramedia pun nggak bisa dibilang isinya bagus semua. Jadi inget kumcer horornya gramed. Bahkan ada satu cerpen yang gue nggak ngerti sama sekali dia mau cerita apa :))

Untuk masalah bahasa dan penulisannya, gayanya emang beda-beda banget. Tapi, masih banyak juga kesalahan EYD kayak typo, tanda baca titik koma yang salah tempat, tanda (--) yang pemakaiannya masih kurang pas, dan kalimat-kalimat kurang efektif lainnya. Semoga kedepannya bisa lebih baik lagi :)

Selasa, 27 Oktober 2015

Review Film - Goosebumps

Lagi sering banget nangkring di Detos karna diminta gantiin ngajar di kantor selama beberapa waktu. Lalu, kegiatan nonton ndirian di bioskop pun jadi kebiasaan abis ngajar. Wahahahaha.

Dan film ini adalah salah satu film yang udah gue tunggu-tunggu semenjak beberapa waktu yang lalu. 

GOOSEBUMPS!!

Wah, buat yang masa-masa kecilnya diisi sama tulisan-tulisan R.L. STINE, harus banget deh nonton film ini. Apalagi kalo yang tiap sore juga mantengin film serinya di TV--meskipun waktu itu efeknya masih APA BANGET, sih. Hehehehe :)) Tapi tetep aja ceritanya seru-seru lucu gimana gitu. 

Zach, karakter utama di film ini adalah cowok remaja yang baru pindah ke Madison bareng ibunya yang jadi wakil administrasi di sekolahnya. Cowok ini sebenernya pengecut tapi sok berani dan omongannya sarkas. Karakternya kebentuk banget dan kuat banget, gue langsung suka :D Apalagi pas adegan temen barunya, Hannah, nanya kenapa dia pindah ke Madison yang....nggak ada hiburan apa-apa.

Zach: Oh, waktu itu ibu bertanya padaku, 'jika kita berdua pindah, tempat mana yang paling ingin kamu datangi?' Lalu aku jawab, 'Ooh... sejak dulu aku ingin pindah ke Madison. Itu impianku!' 

Hannah: Apa kamu selalu sarkas seperti itu?

Zach: Yah, kadang-kadang....
Oke, sering....

SUKAK! PAKE BANGET! NTAH KENAPA SAYA MENDADAK INGAT PERCY!

30-Day Book Challenge - A book that you've read more than 3 times

Nggak perlu mikir lama-lama untuk nentuin yang satu ini. Yah walaupun nulis di blognya setelah lewat beberapa hari dari postingan pertama, sih. AHAHAHAHAHAHAHA.

Maklumilah saya yang sibuk ini. Sibuk tidur...

Buku yang gue baca lebih dari tiga kali adalah....JRENG JRENG!
YES! AND THIS IS DEFINITELY A COMEDY! 


Tessa, sang penggagas Tim Detektif TBS, kerap hampir putus asa dengan kedua rekannya—Bams dan Momon—yang begitu unik. Namun, di balik keunikan dan kegokilan kedua rekannya, mereka datang membawakan bukti-bukti yang selalu bisa mendekatkan mereka kepada pelaku.

Detektif TBS yang terbentuk di taman belakang sekolah selalu siap beraksi untuk kasus-kasus yang bikin penasaran. Misteri adalah tantangan bagi mereka. Dengan semangat pantang menyerah, detektif SMA ini akan selalu siap beraksi sampai kasus selesai. Akan selalu ada jawaban di balik pertanyaan yang pelik—dan akan selalu ada cara untuk mempertahankan kesetiakawanan yang diuji.

TBS—tim penyelidik gokil dan cerdas, mengungkap kasus sampai tuntas!


Sabtu, 17 Oktober 2015

Balada si Pelupa yang Beruntung

"Byee... kapan-kapan gue mampir lagi, ya..." kataku saat akan meninggalkan rumah seorang teman.

"Siip. Nggak ada yang ketinggalan kan, Na?"

"...."

Aku memeriksa isi tas dan semua kantong di pakaianku hari itu. Beberapa detik kemudian aku sadar dan mengambil HP yang masih tercharger di pojokan rumah. "Hehehe..."
______

Kira-kira begitulah dialog tiap gue mau pulang dari rumah temen, dari kantor, atau dari acara-acara apa gitu. Kayaknya orang yang kenal gue udah pada apal banget kalau gue hobi banget ninggalin jejak di manapun dengan ninggalin barang. Udah ketinggalan, biasanya sampe besok juga nggak inget kalo itu barang ketinggalan. Kecuali emang pas butuh dan nyariin.

Kalau gue keluar rumah, terus beberapa menit kemudian balik lagi, pasti orang rumah nanyanya "apa yang ketinggalan?"

Kalo gue keluar kantor terus balik lagi, pasti orang kantor nanya "hayoo lupa bawa apa?"

Kalo di kelas tiba-tiba gue manggil murid ke depan, pasti mereka nanya "mau diambilin apa dari kantor, sensei?" Lalu dengan malu-malu gue menjawab, "spidol....sama buku pelajaran....oh iya, DVD kaiwa juga ya...."

Sebenernya gue ke kelas bawa apaan, semuanya ketinggalan...


30-Day Book Challenge - Best book you read last year

Banyak buku bagus yang gue baca tahun lalu. Tapi sepertinya gue akan menjatuhkan pilihan pada buku yang satu ini. Novel terjemahan yang gue pilih secara acak dari toko buku karena gue lagi butuh banget bacaan waktu itu. Nggak nyangka ternyata isinya lucu banget. Bener-bener nggak nyesel beli buku ini :)



30-Day Book Challenge [Master Post]

Diajakin Ruru untuk ikutan challenge yang cukup menarik ini. Hahaha. Soal bisa ato nggaknya posting blog tiap hari, urusan nantilah. Pokoknya Ikutan aja dulu....

Kalo ngeliat dari satu sampe 30 sih, bakal susah nih kayaknya milih buku yang pas sesuai kategori. Yah, tapi anggep aja kayak ngereview buku di goodreads. Eaaa....sekarang aja udah mulai jarang ke goodreads :p


<Books>
Day 01 - Best book you read last year
Day 02 - A book that you've read more than 3 times
Day 03 - Your favorite series
Day 04 - Favorite book of your favorite series
Day 05 - A book that make you happy
Day 06 - A book that make you sad
Day 07 - A book that make you laugh
Day 08 - Most overrated book
Day 09 - A book you thought you wouldn't like but ended up loving
Day 10 - A book that reminds you of home
Day 11 - A book you hated
Day 12 - A book you love but hate at the same time
Day 13 - Your favorite writer
Day 14 - Book turned movie completely desecrated
Day 15 - Favorite male character
Day 16 - Favorite female character
Day 17 - Favorite quote from your favorite book
Day 18 - A book that disappointed you
Day 19 - Favorite book turned into a movie
Day 20 - Favorite romance book
Day 21 - The first novel you remember reading
Day 22 - A book that makes you cry
Day 23 - A book that you wanted to read for a long time but still haven't
Day 24 - A book that you wish more people would've read
Day 25 - A character who you can relate to the most
Day 26 - A book that changed your opinion about something
Day 27 - The most suprising plot twist or ending
Day 28 - Favorite title of a book
Day 29 - A book everyone hate but you liked
Day 30 - Your favorite book of all time

Semoga tuntas sampe hari ke-30
Semoga.....

Kamis, 08 Oktober 2015

Tantangan Menulis DUET

Yak, karena banyak yang nagih tantangan dari Ruru & Nana sejak 30 September yang lalu, jadi kami berdua memutuskan untuk benar-benar memberikan tantangan menulis. Tantangan menulis ini berbeda dari biasanya looh. Kalo sebelumnya hanya ditentuin tema, untuk tantangan kali ini ada beberapa ketentuan yang harus diikuti oleh challenger. Hehehehe :D

Tadinya kita mau bagi jenis tulisan untuk fiksi-nonfiksi. Tapi berhubung kami berdua akan merasa tidak adil kalau harus menilai nonfiksi (karena nonfiksi jelas bukan bidang kami yang kebanyakan ngayal xD), jadi kami memutuskan kalau ini adalah tantangan MENULIS FIKSI.

Ketentuan challenge:
1. Terbuka untuk anggota OWOPLand saja.
2. Membuat tulisan fiksi (flashfic, cerpen, & sejenisnya) dengan cara DUET
3. Tuliskan SATU cerita dengan DUA sudut pandang (PoV) yang berbeda. (karena ini duet, masing-masing menulis satu sudut pandang)
4. Tema tulisan adalah "menulis"
5. Genre dan panjang tulisan bebas
6. Harus memasukkan minimal 2 nama dari anggota OWOPLand
7. Hasil tulisan dipoting di grup WA LinKar OWOP DAN di komen blog ini. Satu tulisan (karya dua orang) dipost oleh satu orang saja. Jangan lupa beri judul dan nama penulisnya
8. Tulisan diposting paling lambat hari Jumat tanggal 9 Oktober 2015 pukul 23.59

Hadiahnya? Hadiahnya WOW banget dong pastinya :D

2 antologi Lima Teguk Kopi
1 novel Sepotong Hati yang Baru karya Tere Liye
1 novel Heroes of the Valley karya Jonathan Stroud

+ hadiah tambahan lainnya untuk dua pasang pemenang

Behubung kami nggak tau siapa aja yang udah punya buku antologi, pasangan pemenang pertama BERHAK MEMILIH HADIAH BUKU YANG MEREKA INGINKAN.

Ini pasangan duet yang sudah terdaftar:

Daftar pasangan duet. Jreng jreng~

1. Kiki - Vaarida
2. Zu - Ria
3. Depi - Erma
4. Nifa -Dee
5. Ana - Imron
6. Dini - Izzy
7. Mimi - Iim
8. Rini - Mumu
9. Roida - Yuli

Yang masih mau nyusul di detik-detik terakhir juga dipersilakan lho.... Ahahahaha... itu juga kalo masih sempet nulis :p

Contoh hasil tulisan DUET Ruru & Nana:


Kamis, 10 September 2015

Orang Jawa Nggak Bisa Ngomong Jowo

Iya. Itu. Gue.

Sayang banget nggak sih, jadi orang berdarah Jawa tapi nggak bisa bahasa Jawa? Nyesek.

Nggak bisa dihindari, sih. Secara meski kedua orang tua gue dari Jawa, gue lahir dan besar di kota besar, Jakarta. Dari TK sampe kuliah hampir nggak pernah tuh komunikasi pake bahasa Jawa. Waktu masuk kerja sih beberapa kali dapet kesempatan denger dan ngomong dikit-dikit pake bahasa Jawa. Tapi selain itu, nggak pernah. Apalagi gue juga jarang mudik karna libur kerjaan yang nggak pasti.

Sejauh ini, gue cuma paham sebagian bahasa Jawa. Itu pun yang "ngoko" alias bahasa kasar yang dipake sehari-hari. Kalo yang "kromo inggil" alias bahasa sopannya mah boro-boro. Jangankan ngomong, denger aja gue nggak paham. Jadi inget dua tahun belajar bahasa Jawa waktu sekolah di Malang, gue selalu bengong ngeliatin gurunya ngejelasin kromo inggil. Ya secara dia ngomong apa aja gue kagak paham, gimana gue mau belajar? Gue akhirnya bisa ngerti bahasa Jawa sehari-hari pun karena temen-temen di Malang sana selalu ngomong pake bahasa itu. Jarang banget mereka ngomong pake bahasa Indonesia ke gue. Waktu pertama kali ke sana, gue bahkan nggak ngerti "kutil" itu artinya "jerawat". Wah, kacau deh waktu itu mah.

Awal-awal pindah ke Malang, gue jadi anak kota yang pendiam. Iya gimana mau ngomong jugaaaa? Setelah mulai bisa beradaptasi, gue baru mulai bawel. Meskipun bawelnya tetep pake bahasa Indonesia, dan temen-temen gue nyautin pake bahasa Jawa lagi, sih. Ahahahahaha. Yang penting nyambung karena akhirnya gue ngerti mereka ngomong apa :p

Berhubung gue di Malang cuma sampe SMP kelas 1, berarti udah lebih dari 10 tahun gue nggak berkomunikasi dengan bahasa Jawa. Kalau denger sih masih paham sebagian, tapi lama-lama terkikis juga karena nggak kepake. Walaupun begitu, waktu nonton OVJ sih gue masih paham kalo pemainnya pada bercanda pake bahasa Jawa.

Nah, minggu kemarin kan akhirnya gue pulang ke Magetan karena ngebet mau jalan-jalan juga. Begitu nyampe sana, gue pusing. Mbah gue ngomong dan gue nggak ngerti sama sekali, tolong. Kalo sepupu-sepupu gue sih masih campur ngomongnya, jadi bisa ngerti lah.

Nah, saat-saat begitu tuh sebenernya gue nyesel banget jadi orang kota. Kalo aja gue tinggalnya di Jawa kan gue bakal fasih dua bahasa tanpa perlu susah payah. Kalo sekarang gue mau bisa bahasa Jawa ya mau nggak mau harus belajar dulu. Huh, rugi deh.... ("3")

Bahkan aksaranya aja gue lupa bacanya gimana. Padahal dulu itu satu-satunya yang gue bisa pas pelajaran bahasa Jawa. Bisa baca, tapi sama sekali nggak ngerti artinya apa. Wahahahahahaha xD
Walaupun nggak paham-paham banget, sejujurnya gue seneng sih dateng ke tempat orang-orang yang ngomong dengan bahasa yang beda sama bahasa yang gue pake sehari-hari. Jadi kerasa banget jalan-jalannya, kan? Hehehehe. Selain itu, gue juga suka banget dateng ke Magetan lagi karena lalu lintas di sini itu rapiiiiiiihhh meeeeeennn..... Ah, kalo dibandingin sama Jakarta sih jauh banget. Hampir nggak pernah nemu orang naik motor yang lewat garis putih waktu lampu merah. Pokoknya beneran rapi deh. Selain itu juga bersih banget. WOW banget deh pokoknya. 

Wisata kayak gini bisa ditempuh dengan naik motor dari rumah mbah gue. Walaupun motornya ngadat dan nggak kuat naik tanjakan, jadi harus sabar dengan kecepatan 20km/jam sih -____-
Bisa liatin monyet berantem rebutan kokakola juga.... 

Foto terakhir itu mungkin bagian yang paling gue suka waktu di sana. Ngeliatin macem-macem kebon!! Kebon labunya cakep buangeeeeeeeeeeeeeeeettttttttt!!! AAAAAAKKK!! Pengin beli labunya satu dan bikin "carving pumpkin", tapi ternyata lumayan mahal harganya....huweeeee....

Akhirnya malah beli strawberry karena strawberry di sana manis dan enak banget.

Pokoknya ngeliat kebon dan sawah sepanjang jalan kenangan itu berasa pengin main harvest moon lagi deh. Sayangnya waktu balik ke rumah dan ngambek pengin main, ternyata laptop gue nggak cukup kapasitasnya -______-

Huh!
Pengin main ginian lagi terus ngajak nikah Mary si kutu bukuuuuuuuu~