Jumat, 20 November 2015

[Cerpen] First Love Story

Tantangan dari saudari Dini yang sungguh apa banget. Yayayayaya.... lagi-lagi soal CINTA. Udah dibilang gue lemah banget kalo soal nggambarin hal yang satu ini. Bagi gue cinta itu adalah abjad c-i-n-t-a digabung jadi satu. Udah.

Susah banget dapetin feel ini untuk nulis cerpen dengan tema CINTA PERTAMA. Berhubung dimintanya pengalaman pribadi, jadilah cerpen based on true story ini. Tentunya dengan tambelan di sana-sini biar jadi satu cerita utuh.

Tapi akuw maluuuuuuwwww >///////<
*ngumpet*

Udahlah, dibaca aja yah.
Lunas loh, Din....





“Cinta pertama, ya? Hmm...” aku menggumam tidak jelas, mencoba menggali lagi ingatan masa lalu yang kabur.

Namun rasanya sulit sekali mengingat kejadian yang sudah sangat lama berlalu itu. Tahu begini aku pilih dare saja deh.

“Boleh ganti jadi dare aja, nggak?” pintaku sedikit memohon.

Angela membuka telapak tangannya di depan mukaku dan menolak dengan tegas, “enak aja! Nggak boleh plin-plan gitu dong...”

“Kenapa Ges? Malu yaaa? Tenang aja, Cuma kita-kita ini kok yang bakal tahu,” bujuk Felisha.
Sayangnya bujukan itu tak berpengaruh apa-apa. Masalahnya bukan soal aku malu atau apa. Tapi aku lupa!

“Cinta pertama yang kalian maksud itu yang gimana, sih?” tanyaku penasaran.

Angela menggelengkan kepalanya seraya mangap, tak percaya. “Cinta pertama ya cinta pertama. Lo perlu penjelasan kayak apa lagi?”

“Oke kalo gitu. Cinta pertama gue... Trunks.”

Angela dan Felisha bengong. “Ha? Siapa tuh? Namanya aneh.”

“Lo berdua nggak tau Trunks?” Kali ini aku yang kaget. “Itu lhoo! Anaknya Bezita sama Burma, yang rambutnya ungu. Keturunan setengah manusia saiya, setengah manusia bumi,” jelasku panjang lebar yang sepertinya justru membuat kedua temanku semakin bingung. Mereka nggak pernah nonton Dragon Ball, apa? Payah!

Sedetik kemudian aku dilempar majalah yang kebetulan ada di atas meja. “Maksudnya cinta pertama itu ya orang beneran! Bukan makhluk 2D!”

Orang beneran ya... Hmm...

“Kayaknya gue inget sekarang...”

Angela dan Felisha mengangguk-angguk menunggu jawabanku.

“Kotaro Minami.”

Lalu ada majalah lain yang melayang ke arahku.

“Kayaknya lo emang butuh penjelasan,” kata Angela pasrah. “Fel, jelasin.”

Felisha menoleh cepat pada Angela, “kok gue!?”

Meski demikian, Felisha akhirnya menjelaskan juga jawaban yang mereka inginkan dariku. “Cinta pertama itu, pertama kalinya lo suka sama lawan jenis—”

“Trunks sama Kotaro Minami cowok, kok!” protesku, memotong penjelasan Felisha yang belum selesai.

“Dengerin sampe selesai, ubi! Iya, lawan jenis, tapi bukan yang nggak nyata atau nggak bisa digapai gitu, dong. Ini orang yang pertama kalinya mendapat perasaan cinta dari lo. Perasaan pengin deket-deket terus, pengin memiliki, atau pengin jadi miliknya dia. Gitu...”

“Hmm...” Aku berpikir keras.

Waktu TK jelas nggak ada. Aku berpikir teman-teman cowokku waktu TK itu hanya sekumpulan anak-anak kotor yang senang bermain lumpur saat hujan-hujanan.  Waktu SD, sepertinya ada seseorang yang dulu sempat membuatku tertarik. Tapi namanya anak SD, nggak mungkinlah kepikiran sampai ingin memiliki atau dimiliki gitu. Apa itu termasuk cinta pertama? Aah... kenapa sih aku sulit sekali mengerti konsep cinta semacam ini?

“Ada nggak? Lama banget jawabnya...”

“Waktu kelas 2 SD...” Aku mulai bercerita. Angela dan Felisha mengangguk-angguk menunggu kelanjutan ceritaku. “Kayaknya aku pernah suka sama teman sekelas.”
Kali ini dua orang di hadapanku tersenyum. Sepertinya mereka mendapat jawaban yang mereka mau.

“Dia ketua kelas, dia langganan ranking satu, dan untuk anak laki-laki, tulisan tangannya bagus banget.”

“Jadi, tepatnya apa yang membuat lo suka sama dia?”

“Hmm... karena dia... pinter?”

“Alasannya payah,” kata Angela. “Okelah, kita lanjut aja. Puter botolnya lagi.”

Namun sebelum permainan itu berlanjut, aku menghentikan mereka. “Eeehh... tunggu...tunggu... Kayaknya sebelum masuk sekolah ada orang lain yang bikin gue tertarik juga.”
Angela dan Felisha saling tatap, tak mengerti.

“Anak Pak RT di komplek gue. Namanya Kak Ari. Gue tertarik karena... hmm... apa ya? Dia dewasa dan tampak bisa diandalkan, mungkin?” Kalau benar dulu aku segitu tertariknya sama Kak Ari, mungkin bakal jadi kisah cinta anak TK pada anak SMP. Jauh banget.

“Jadi, cinta pertama lo bukan si ketua kelas, tapi Kak Ari itu?”

“Hmm... mungkin...” Sementara itu aku sudah memikirkan hal yang lain lagi. “Tapi... kalau tertarik begitu doang apa bisa disebut cinta pertama?” tanyaku galau.

Habisnya, namanya cinta pertama kan... cinta. Sementara kalau ditilik lebih lanjut, sepertinya rasa tertarikku waktu kecil itu masih jauh dari namanya cinta. Kak Ari itu sosok yang kukagumi melebihi kakak laki-lakiku sendiri. Soalnya aku dan kakakku cuma beda satu tahun. Waktu aku masih bocah ingusan, kakakku juga masih ingusan. Beda sama Kak Ari yang bener-bener terlihat seperti ‘kakak’. Sementara si ketua kelas yang bernama Sani itu, rasanya aku memang tertarik karena dia pintar, dan aku tidak. Aku tidak pernah dapat ranking sewaktu SD. Sementara dengan mudahnya dia selalu merebut ranking satu. Wow banget, kan?

“Jadi sebenernya gimana sih, Ges?”

Makanya kan tadi aku nanya, cinta pertama itu apaaaa!!!

Seolah bisa menjawab pertanyaanku dalam hati barusan, Felisha kembali dengan penjelasannya yang lebih mendetil soal cinta pertama.

“Gini deh, gue kasih lo beberapa pernyataan, dan lo tinggal pikir siapa orang yang memenuhi kriteria itu.”

“Oke!”

Nah, kalau begini kan pasti lebih mudah dijawab.

“Dia orang yang selalu bikin lo deg-degan pas ketemu.”

Setiap ketemu dosen yang killer juga aku pasti deg-degan, tapi maksud Felisha pasti bukan itu. Jadi, aku segera mengenyahkan pikiran tentang salah satu dosen mengerikan yang pernah mengajarku dan mulai serius memikirkan sosok seseorang.

“Oke, lanjut.”

“Dia bikin lo selalu mencari alasan untuk terus ketemu. Walaupun nggak ngobrol pas ketemu, lo udah cukup seneng bisa liat dia.”

Masih sama dengan orang yang kupikirkan pertama. “Lanjut.”

“Kenal dia bikin logika lo hilang dan nggak bisa berpikir jernih.”

Uuh... menyebalkan untuk mengakui hal yang satu ini. Tapi... masih orang yang sama dengan tadi... “La...lanjut.”

“Dia membuat lo berpikir, nggak ada laki-laki lain yang bisa melebihi nilai dia di mata lo.”

“O...oke...”

“Nah!” seru Felisha kemudian.

Angela ikut tersenyum penuh arti ketika melihat wajahku yang sepertinya mulai memerah. “Jadi, siapa?”

Aku membuka mulut, namun tidak mengeluarkan sepatah kata pun. Kenapa aku bisa segugup ini, sih?!

“Euh... wajar nggak sih kalau cinta pertama itu baru nongol di umur 23 tahun?”

Seperti yang bisa kubayangkan, Angela dan Felisha pun ngakak tanpa henti karena pertanyaanku barusan. Aku membanting botol plastik yang kami gunakan untuk bermain dan segera pergi dari hadapan mereka berdua untuk menyembunyikan rasa malu yang sejak tadi menjalari seluruh tubuhku.


THE END

UDAAAHHH BUBAAAAARRR!!!! HUSH! HUSH!!

8 komentar:

  1. WUAKAKAKAKAKAKAK. INI CERITA CINTA APA KOMEDI, KAK? XD

    BalasHapus
  2. Heh, tales! Bikin yang jelas dong. Kasih tau cinta pertamanya siapa...
    Misalnya dia adalah seorang yang berpropesi sebagai apa gitu?

    Apa dia seorang gu....


    gulali gulala....


    *kabur*

    BalasHapus
    Balasan
    1. *makan popcorn* bentar lagi pertunjukkan gulat akan dimulai antara kak nana dan kakzu XD

      Hapus
    2. @zu: WOI KENTANG! YA MASA GUE BOCORIN SEMUA DI SINI! GAK ETIS DOOONG, GAK ETIIIISSSS!! itu aja si ketua kelas sama anak Pak RT udah pake nama asli!

      Hapus
  3. Woi... ini cerita apaan? Bikin sebel di-ending. *lemparbotolkeNana

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kurang apa lage endingnyaaaaaaaaaaaaaaaaaaa????

      Hapus
    2. Tauk tuh, KakCi komen mulu. PR aja ga kelar2 :p

      Hapus