Rabu, 31 Agustus 2016

[Flashfiction] The Dictator's Son

"Tapi Tuan, tidak seharusnya kita—"

“Ssstt! Bisa enggak sih kamu diam? Kamu cuma pengawal!” hardikku seraya mencubit pinggangnya.

Dia mengaduh kesakitan, namun tak berani berkata apa-apa lagi. Dengan wajah penuh kecemasan, ia pun tetap berada di belakangku yang sama sekali tidak membuka penyamaran dengan kacamata hitam dan rambut palsu yang sangat catchy ini. Untung rambut asliku sangat cepak, sehingga tak ada seorangpun yang menatapku curiga dengan rambut ala boyband yang poninya terlalu panjang hingga hampir menutupi mata ini. Agak gatal, sih. Tapi demi penyamaran sempurna, apa pun akan kulakukan.

“Seharusnya kamu bersyukur,” kataku pada pengawalku. “Kapan lagi kamu bisa menikmati hidup seperti ini kalau tidak pergi bersamaku?”

“Tapi Tuan Jong-Min, ayah anda pasti marah besar kalau tahu anda melewati perbatasan dan datang ke sini…”

“Dong-Wan, kamu ngerti enggak sih apa tujuan utama penyamaran?” balasku sarkas. “Ya jangan sampai ayah tahu, lah! Dan itu tugasmu untuk menutupinya. Soalnya, kamu pasti digantung kalau sampai rahasia ini bocor.”

Dong-Wan menelan ludah. Malang sekali nasibnya harus menanggung risiko besar karena pergi bersamaku. Tapi apa boleh buat. Sudah lama aku bermimpi untuk sampai ke tempat ini. Sudah bertahun-tahun aku sembunyi-sembunyi agar ayah sama sekali tidak bisa melacak jejakku mencari tiket agar bisa hadir di sini. Dan sekarang, aku ingin menikmati kebebasan sejenak meski dibaliknya ada risiko teramat besar yang harus kutanggung.



Nana Curhat Lagi Soal Kerjaan

Aduh akhir-akhir ini blog gue beneran random. Bukannya dari dulu?

Yah, ini mendadak gue mau curhat aja soal kerjaan gue. Bukannya gue enggak suka pekerjaan gue yang sekarang juga, sih. Tapi ya itu.... Ada hal-hal lain yang gue pikirkan soal kerjaan gue sekarang. Dulu banget, gue pernah cerita soal randomnya hidup gue--terutama soal kerjaan--di postingan yang berjudul My Very Random Life. Itu aja udah cukup random bagi seorang mahasiswa bahasa Jepang yang nyari kerjaan sampingan sebagai guru bimbel bahasa Inggris dan Matematika. Gimana lagi ditambah cerita soal kerjaan gue pas jadi jurnalis metropolitan dan olahraga?

Yang penasaran, gue pernah nulis juga soal itu di sini --> Suka Duka Jadi Jurnalis  dan  Follow your Passion

Gilak, baper banget gue baca ulang tulisan gue sendiri yang soal passion itu xDD Soalnya di situ gue menyatakan dengan sangat jelas kalau jadi jurnalis olahraga adalah passion gue. Lalu gue berhenti. HAHAHAHAHAHAHAHAHA #lalunangis

Lalu gue berhasil move on dari jurnalis olahraga setelah membuat postingan ini --> My Lovely New Job
Link di atas adalah cerita soal gue yang akhirnya mendapat pekerjaan sebagai penerjemah tulisan (komik dan me-review novel Jepang) yang sejak SMA gue damba-dambakan.

Enggak lama setelah itu, gue pun mendapat pekerjaan ngajarin bahasa Indonesia ke Orang Jepang. Itu bener-bener pengalaman baru dan sangat menyenangkan. Gue pun menuangkan kisah gue yang satu itu di tulisan ini --> Galau Bingung Bingung (ini judulnya enggak banget karena di waktu yang sama ditawarin jadi jurnalis olahraga lagi. Gaji gue bakal dinaikin! Gimana gue gak galau?)

Itulah cerita singkat soal kerjaan-kerjaan yang pernah gue lakukan sampai saat ini. Belum ditambah cerita jadi penerjemah lisan di perusahaan, jadi pengajar EPA, dan pekerjaan-pekerjaan remeh lain kayak reseller jaket unyu dll. Semua cerita soal kerjaan gue ada di blog. Alhamdulillah, gue jadi bisa lihat kilas balik hidup gue sendiri tiap kali gue ngulang baca blog. Wahahaha. Bener-bener membantu banget buat gue yang lupaan ini. Pas gue baca, gue komen sendiri "Gilak ini orang idupnya random banget! Ke mana sih arah idupnya sebenernya?", sambil ketawa-tawa tentu saja. Karna ini gue sendiri yang nulis. Kurang sinting apa lagi?

Nah, balik lagi. Setelah drama kegalauan itu, gue memutuskan untuk enggak balik jadi jurnalis olahraga dengan beberapa alasan tak terbantahkan yang agak susah gue sebut di sini. Gue nulis alasan-alasan kenapa gue enggak seharusnya menyesal melepas kerjaan sebagai jurnalis di diary gue. Tiap kali gue merasa menyesal, gue pasti liat lagi tulisan itu, terus gue bisa move on deh. Semenjak saat itu, selama kurang lebih dua tahun sampai saat ini, gue kerja freelance sebagai guru bahasa Jepang, guru bahasa Indonesia untuk orang Jepang, dan penerjemah.

Cuma setelah dua tahun ini gue mulai berpikir. Enggak apa-apakah gue terus-terusan kerja freelance begini? Masalahnya bukan kesenangan menjalani kerjaan atau gaji. Karena sejujurnya gue cukup puas dengan apa yang gue dapet, dan gue cukup bahagia juga sama kerjaan gue. Tapi.... apa cukup sampai setingkat ini aja?

That's what I've been thinking off lately...

I feel like... I can do better than this...

Sejujurnya... Sejujur-jujurnya... gue tau kok alasan kenapa gue selalu ganti-ganti kerjaan yang membuat CV gue jadi random banget. It's because none of this job is my REAL passion.

Dari dulu sampe sekarang, impian gue cuma satu. Jadi seorang penulis novel fiksi.

Nah terus, yang gue tulis soal passion di link atas itu apa, dong?

Yah, itu bisa disebut passion juga, sih. Tapi passion yang bukan prioritas gue. Prioritas utama gue ya nulis fiksi. Pekerjaan-pekerjaan di atas adalah pekerjaan yang menopang prioritas utama gue. Karena gue sadar menjadi penulis nggak akan bisa diandalkan untuk mengisi dompet gue. Lagipula, membuat tulisan yang apik juga butuh ide, kan? Bertemu orang-orang baru itu adalah sumber ide yang enggak ada abisnya. Makanya, gue setuju dengan pernyataan Adhitya Mulya yang bilang kalau penting bagi penulis untuk punya pekerjaan lain.

Nah, setelah berpikir masak-masak, gue enggak boleh cuma mentingin prioritas pertama gue dan mengabaikan pekerjaan gue jadi sekedar gaji cukup dan pekerjaan menyenangkan aja. Setelah lama berpikir, dari semua pekerjaan yang gue lakukan, ada pekerjaan yang bener-bener gue suka. Dan gue rasa gue mau ngejar yang satu itu supaya jadi pekerjaan tetap gue. Masalahnya dengan ijazah gue sekarang masih belum cukup. Gue butuh ilmu lebih. Jadi sekarang, meskipun gue masih takut sama yang namanya skripsi/tesis/desertasi dan sejenisnya, gue mau nyoba sekolah lagi.

Gue udah menetapkan hati kok soal jalan hidup gue selanjutnya. Cuma ya itu, biar enggak galau, gue perlu nulis soal ini juga. Sebagai pengingat diri gue di masa depan yang mungkin tiba-tiba bimbang di pertengahan. Istilah kerennya, self reminder gitulah...

Wish me luck... bukan merek rokok

Malam Narasi OWOP - OASIS



"Paman, aku mau ikut berjihad."

Seorang anak menarik ujung seragamku dan menunjukkan kesungguhan atas ucapannya tersebut dengan mimik wajahnya yang keras. Meski demikian, dari wajah yang sama, aku juga melihat kelelahan yang teramat sangat. Tubunya pun kurus kering.

Aku pun menunduk dan mengusap kepalanya. "Mana ayahmu, Nak?" tanyaku padanya.

"Ayah belum pernah pulang sejak dia bilang ingin pergi berjihad," katanya.

Dan aku pun langsung mengerti maksudnya. Dengan segenap rasa iba, aku memeluk anak itu dan mengusap-usap punggungnya. "Pulang ya, Nak. Kamu boleh kembali berjihad saat baligh nanti..."

Mata anak itu menyorotkan kebingungan yang teramat  sangat. "Kenapa? Kenapa aku tidak boleh berjihad sekarang? Aku juga mau masuk surga seperti ayahku!" teriaknya.

Aku mengelus kepalanya lagi untuk meredakan emosinya. Aku juga tersenyum padanya dan mencoba bicara dengan nada yang lebih lembut. Walaupun tidak bisa melakukan apa-apa soal ayahnya yang mungkin telah gugur di medan perang, semoga aku bisa mengalahkan perhatiannya dari keinginan berjihad sekarang.

"Memangnya kalau masuk surga kamu mau minta apa?"

"Kata ayah, semua yang kita mau ada di surga. Jadi, aku mau minta roti..." ia menundukkan kepalanya. Dan rasanya aku tidak mampu lagi membendung air mataku.

Aku tahu kehidupan kami saat ini sangat menyedihkan. Tapi entah kenapa aku bahagia. Di tanah ini, tumbuh banyak anak-anak berhati polos dan selalu berpikir positif akan Tuhannya. Tak seperti kebanyakan manusia yang berpaling ketika mendapatkan cobaan, anak-anak seperti yang di hadapanku ini justru semakin percaya dan menggantungkan nasib mereka kepada Allah. Apalagi yang kami--orang-orang dewasa--bisa selain bersyukur memiliki generasi muda seperti mereka?

Karena tak tahan lagi, aku pun memberikan roti jatahku hari itu. Kami memang hanya mendapatkan jatah sekerat roti untuk sehari. Tapi rasanya hari ini aku cukup kuat untuk menahan lapar hingga esok hari. Lagipula, nyawa anak muda seperti dirinya jauh lebih berharga daripada nyawaku. Dialah salah satu anak yang akan menjadi harapan negeri kami.

Saat menerima roti itu, senyumnya merekah lebar dan matanya seakan tak percaya oleh apa yang baru saja ia dapat. Tapi lagi-lagi anak ini membuatku begitu kagum karena ia tidak langsung pergi dan justru membagi roti itu untuk kami berdua.

"Terima kasih, Paman. Aku minta sedikit saja karena perutku lebih kecil dari Paman." Lalu ia memberikan potekan roti yang lebih besar padaku.

Melihat senyum bahagianya, rasanya seperti melihat ia mandi di oasis yang berada di tengah-tengah gurun yang membakar. Meski negeri kami sedang luluh lantak, ternyata masih ada anak-anak yang bisa tersenyum seperti dirinya.

Terima kasih, Nak. Kamu memberikan alasan lebih bagiku untuk terus berjuang. Berjuang melindungi senyum-senyum lain yang masih tersisa di negeri ini. Serta mengembalikan senyuman-senyuman yang telah lama hilang dari negeri ini.

-nana-
30/8/2016


Gambarnya bikin baper...
Susah nulis ini tanpa mewek....
Semoga adik-adik di sana masih bisa tersenyum gimana pun keadaan mereka sekarang :'(
Aamiin....

Jumat, 26 Agustus 2016

Family, My Number One Priority

Saat didesak deadline, dan justru saat-saat paling sibuk, keinginan nulis justru memuncak setinggi langit. Mungkin karena ini satu-satunya cara yang gue tau untuk kabur sebentar dari kenyataan. Enak, kan? Enggak butuh obat-obatan, minuman keras, atau apa pun yang membahayakan dan juga mahal. Cukup laptop aja. Bentar, laptop juga mahal. Yaudah, kertas sama pulpen pun enggak jadi masalah asal bisa nulis. Krayon sama tembok juga boleh. Lalu didepak ibu kos

Gue mau nulis sesuatu yang hampir enggak pernah gue tulis sebelumnya.

Tentang keluarga.

Yes, I didn't talk much about my family. But it doesn't change the fact that they're my number one priority.

Lalu gue bingung harus mulai dari mana (.____.)

Kalian harus tahu, akward banget sebenernya nulis soal ini. Karena keluarga gue semua bergolongan darah B, dan meskipun karakter berdasarkan golongan darah itu tidak bisa dipastikan 100% benar, ternyata semua anggota keluarga gue tergolong pribadi yang individualis. Kami enggak bicara segala sesuatu yang menye-menye dan terlalu menyangkut perasaan. Semua keputusan biasanya diambil berdasarkan logika, bukan perasaan. Mungkin gara-gara ini ada yang bilang kami enggak punya empati. But, that's definitely not true. All of us have enough empathy, but we choose not to show it sometimes.

Tapi enggak semua sama. Almarhum Mama dan Kakak gue punya karakter yang lebih lembut daripada yang lain. Sisanya, Papa, Gue sendiri, dan dua adik gue adalah karakter yang sangat keras kepala. Jadi, enggak heran kalau kami sering banget berantem gara-gara hal sepele. Soalnya selain keras kepala, kami juga sama-sama enggak mau kalah.

Apalagi gue sama adik gue yang paling kecil. Wah, kalau kita udah berantem, satu rumah ikutan ribut. Entah berapa kali gue bertekad dalam hati untuk sama sekali enggak ngomong sama adik gue itu gara-gara sikapnya yang bener-bener ngeselin. Tapi pada akhirnya, gue tetep enggak bisa ngelakuin itu. Pada akhirnya, kita ngobrol lagi, bercanda lagi. Semua tanpa kata 'maaf' yang terucap. Maybe that's what family is. Tanpa kata maaf pun, gue ngerti. Saat adik gue memberanikan diri ngomong sesuatu ke gue, itulah caranya meminta maaf. Dan gue pun sering melakukan hal yang sama saat gue sadar gue yang salah. Kami sering berantem, tapi entah kenapa enggak pernah lebih dari sehari. Pertengkaran hari ini, enggak akan berlaku besok.

Tapi kebiasaan kami berantem akhirnya hilang seiring bertambahnya usia. Ceilah.

Enggak. Lebih tepatnya sih, setelah Mama enggak ada. Gue selalu inget pesan terakhir Mama. Beliau minta kita akrab, dan saling jaga. Gue rasa, kakak dan adik gue juga enggak bisa lupa pesan itu. Soalnya, sejak detik itu kami enggak pernah berantem lagi meski cuma sekali. Paling kesel-kesel biasa, tapi enggak pernah sampai berantem. Dan sejak saat itu juga gue merasa kita berempat sama-sama saling jaga. They're my back up, and I become their back up too.

Mungkin sampai sekarang pun masih canggung buat kami untuk saling cerita segala hal. Mengingat selain gue semuanya cowok. Cowok kan gak doyan curhat. Dan yang cewek pun ya kayak gue gini. Gak jelas. Tapi kalau ada masalah berat, ke mereka lah pertama kali gue cerita. Dan ke mereka lah pertama kali gue minta bantuan.

They're my number one priority



Kakak gue, yang sebelah kiri, adalah orang yang selalu dimirip-miripin sama gue. Dari SD sampe SMP, kita selalu dibilang kembar. Ya salah gue sih pake acara lompat kelas, jadi kita satu angkatan. Dan udah pastilah semua nyangka kita kembar gara-gara muka mirip, satu angkatan, dan satu sekolah pula. Orang tua gue selalu menyempatkan diri datang ke sekolah dan minta secara pribadi supaya kami pisah kelas. Soalnya kalau satu kelas pasti ribut. Kayak waktu SD dulu.

Belajar dari pengalaman, kami pun pisah sekolah pas SMA. Dan kehidupan gue jadi agak lebih tenang karena enggak dimirip-miripin lagi. Ahahahaha :D

Tapi entah kenapa ada aja temen kakak gue, atau temen gue yang tahu kita mirip. Sampe waktu gue enggak mau ikut ujian, ada yang bilang gini "Itu kakak lo dijilbabin aja biar dia bisa gantiin lo ikut ujian."

APAAN!

Oh iya, FYI, gue enggak manggil kakak gue dengan sebutan Kak, Mas, Abang, atau apa pun. Gue langsung manggil nama karena dari dulu ngerasanya seumur. Secara satu angkatan. I know that's not what it should be. Tapi udah kebiasaan, dan susah banget kalo mulai manggil dengan sebutan apa pun sekarang.

Adik-adik gue ceritanya beda lagi. Adik gue yang pertama (yang sebelah kanan gue), adalah orang tertinggi di keluarga kami. Dan dia adalah satu-satunya makhluk yang berbeda dari kami berempat. Karena selain dia, kami bertiga sering dibilang keturunan China padahal bukan gara-gara kulit putih dan mata yang agak sipit. Kakak gue juga pernah dapet julukan Boboho waktu kecil, karena SUMPAH MIRIP BANGET SAMA BOBOHO XD #plaak

Balik lagi, adik gue yang pertama itu sama sekali enggak ada mirip-miripnya sama kami karena dia jelas enggak sipit dan kulitnya juga enggak putih. Dan dia tinggi banget!
Jadilah dia sering digodain dan dibilang 'ketuker di Rumah Sakit' :))

Nah, adik gue yang terakhir adalah makhluk paling ngeselin sedunia. Dulu kerjaan dia cuma bikin kesel satu keluarga gara-gara susah diatur, kerjaannya main melulu, enggak pernah nurut kata orang tua, sering dipanggil guru BP karena kelakuannya yang enggak sopan, dan sederet kelakuan nakal lainnya. Orang tua gue pun sering dibuat pusing sama kelakuan bocah ini. Apalagi kalau Mama dipanggil ke sekolah dan ditegur sama guru BP adik gue.

Tapi pada akhirnya, Mama ngerti kalau adik gue itu bukannya enggak sopan. Dia cuma terlalu polos dan sama sekali enggak peka sama keadaan sekitar. Pernah waktu itu Mama cerita kenapa dia dipanggil ke sekolah. Guru adik gue bilang dia bingung sama kelakuan adik gue yang aneh.

"Bu, saya enggak ngerti Gatra itu enggak sopan atau terlalu polos. Masa ditanya kenapa terlambat, jawaban dia 'gak papa'? "

Bayangin kejadiannya begini. Adik gue datang terlambat ke sekolah, dan dihadang guru BP. Dengan tampang galak, guru BP bertanya, "Kamu kenapa terlambat!?"

Lalu dengan tampang polos dan tak bersalah, adik gue menjawab, "gak papa."

Pertama, jawaban dia GAK NYAMBUNG. Dan yang kedua, itu NGESELIN banget plis.

Tapi abis itu nyokap gue ketawa gara-gara pas adik gue ditanya kenapa jawabnya begitu, dia bilang "abis kalau ngasih alesan, pasti tetep diomelin juga. Yaudah aku jawab gitu aja."

Dan denger cerita itu, gue ikutan ngakak. Adik bungsu gue ajaib banget, plis :')) Menurut dia, jawaban itu biasa aja karena dia enggak ngerti kapan dan sama siapa aja dia harus ngomong sopan. Dan ini bukan satu-satunya kejadian.

Yang kena getahnya ya adik gue yang pertama. Karena mereka satu sekolah. Wahahaha. Yes, beda umur kami berempat enggak jauh. Paling jauh 2 tahun. Gue dan kakak gue aja cuma beda setahun beberapa bulan. Artinya pas kakak gue masih eksklusif ASI, Mama hamil gue. Dan gue merenggut hak ASI kakak gue. HAHAHAHAHAHA XDD

Nah, adik gue yang pertama selalu ditanya sama guru sekolahnya, kenapa adik bungsu gue kelakuannya ajaib gitu. Ya adik pertama gue bingung juga mesti jawab gimana. Secara dia adalah murid teladan yang selalu dapet peringkat atas di sekolahnya. Sementara adik bungsu gue kerjaannya keluyuran ke warnet dan enggak pulang-pulang.

Sedihnya, adik pertama gue jadi sering dibanding-bandingin sama adik gue yang satu lagi karena mereka BEDA JAUH. Dan menurut adik pertama gue, si bungsu itu adalah orang paling beruntung di keluarga kami. Dia enggak pernah belajar tapi selalu dapet nilai yang cukup. Sementara adik pertama gue struggle nyari kerja yang cocok selama beberapa tahun setelah lulus, adik bungsu gue langsung dapet kerjaan bagus begitu lulus. Soalnya dia langsung diterima di kantor berkat koneksi adik pertama gue yang meninggalkan kesan baik meski udah pindah kantor. Enggak lama kerja di situ, si bungsu ini langsung ditawarin pindah kerja ke Batam, di bidang yang dia suka, dan dengan gaji memuaskan. Gimana adik gue yang satu lagi enggak sebel? xDD

Selain itu, yang paling ngeselin, percaya atau enggak, ADIK BUNGSU GUE PUNYA FANS CLUB!

Gue pikir cerita-cerita macam gini cuma ada di komik, suer. Ternyata adik gue sendiri ngalamin. Wow. Gue takjub aja gitu tiba-tiba ada temen sekolahnya NELPON KE HAPE GUE dari mana nih bocah tau nomer gue?, dan minta gue bukain pintu rumah karena mereka mau ngasih birthday surprise buat adik gue.

BUSET! SEUMUR-UMUR GUE GAK PERNAH DAPET BIRTHDAY SURPRISE! #GIGITBANTAL

Iya, sih. Adik gue yang satu itu emang cakep dari kecil. Duh pasti geer dah ini orang dibilang gitu. Ditambah karakternya yang NERD dan SUPER CUEK, dia bener-bener kayak tokoh komik yang cool gitu kata penggemar-penggemarnya. Enggak tau aja mereka kelakuan aslinya kayak gimana....

Dan itulah sedikit kisah tentang keluarga gue. Merekalah pengaruh terbesar kenapa aura gue (katanya) kayak cowok banget. Yes, gue akui dulu gue tomboi. Tapi sekarang sih gue udah ngerasa enggak tomboi atau gimana gitu. Secara penampilan juga udah jauuuuh banget. Tapi entah kenapa masih ada aja yang bilang gue punya 'sisi cowok'. Bukan cuma temen-temen yang udah lama kenal gue yang bilang gitu, bahkan murid yang baru gue ajar beberapa bulan pun bilang begitu. Dan jujur gue enggak tau deh yang mana yang mereka bilang 'sisi cowok' itu. Akuh kan feminin abis...

Terus pada muntah

Setelah ini mungkin gue akan cerita keluarga gue yang lain :) Keluarga gue di Jepang sana. Hehehe. Jadi kangen Obaasan, Okaasan, Otousan, Ryuuchan....

Ini foto keluarga 6 tahun lalu. Masih lengkap :)) Seakarang udah misah-misah. Wahahaha
Tuh, tiga orang belakang mukanya china, yang paling depan beda sendiri. Hahahaha xD

Jumat, 12 Agustus 2016

Random Talk

Gue lagi mau random talk. Tau kan biasanya youtubers pada buat vlog (video blog) yang isinya random talk? Nah, gue juga mau kayak gitu. Tapi, berhubung gue orangnya pemalu, jadinya gue enggak mungkin bikin vlog. Di luar alasan gue juga enggak suka denger rekaman suara gue sendiri. Suara gue tuh kalo direkam jadi persis banget sama kakak gue. FYI, kakak gue kan cowok.

Nah, gue mau ngomongin kebiasaan buruk gue akhir-akhir ini, yaitu BEGADANG.

Of course I know it isn't good for my health. BAT AI KENT HELEP IT....

Udah beberapa minggu terakhir gue mencoba untuk tidur lebih awal. Dan berakhir 2-3 jam gue cuma pindah posisi tidur tanpa bisa tidur beneran. Oke, beberapa kali gue bisa langsung tidur. TAPI KESERINGAN ENGGAK! (TAT) Akoh harus apaaaa?

Gue udah jarang minum kopi loh padahal. Okeee... beberapa kali masih minum karena butuh asupan cafein. Tapi enggak sesering dulu. Udah gitu sebelum tidur biasanya gue baca novel. Bukannya ketiduran, malah diterusin ampe tamat (-__-)

Biasanya kalau udah jam sepuluh, rasa ngantuknya sih ada, tapi tetep aja susah tidur. Mungkin kalo yang kenal gue udah lama, bakal agak shock. Karena dari dulu gue dikenal muka bantal. Bisa tidur di manapun dan kapan pun. Bahkan foto candid lucu-lucuan masa-masa sekolah dan kuliah dulu, pas bagian gue foto tidur semua. Entah kapan diambilnya. Masalah 'susah tidur' mah kayaknya mustahil banget menyerang seorang Nana. Ye kan?

Ini bukan foto gaya-gayaan yang lagi nge-trend, tapi emang tidur beneran -_-
Belajar itu bikin ngantuk, sih...

Entah kenapa pas udah di kasur itu malah banyak ide-ide buat tulisan. Mau ditulis, lampu udah gue matiin. Gak ditulis, kepikiran terus bikin gue makin enggak bisa tidur. Nunggu nulis pagi-pagi, udah keburu enggak mood. Ditulis saat itu juga berarti gue harus bangkit lagi, nyalain lampu, nyalain laptop, dan kembali berkutat dengan cahaya. Buset, serba salah....

Entah kenapa tiba-tiba gue jadi paham kenapa penulis itu dibilang makhluk malam. Wahahaha.

Rata-rata gue juga selalu nulis antara jam 10 sampe tengah malem, sih. Kecuali kalau sengaja nyari tempat nulis yang nyaman di luar rumah. Biasanya jam berapa aja masih bisa. Kalo di rumah muncul moodnya cuma malem doang. Apa suasana sekitar rumah itu ngaruh, ya? Emang rasanya lebih tenang kalo nulis pas semua tetangga enggak lagi beraktifitas, sih.

Udah ah random talknya. Gue mau nulis sebelum mood ilang >___<

Rabu, 10 Agustus 2016

Menghargai Profesi Orang Lain

Setelah beberapa postingan blog gak jelas sebelum ini, akhirnya kepala gue kepentok lagi dan jadi waras. Jadi, sekarang saatnya membuat postingan blog yang berguna bagi nusa dan bangsa.

Sebenernya udah lama mau ngebahas ini, tapi sayangnya waktu itu udah keburu terlena sama kegiatan-kegiatan selain menulis. Dan mendadak gue hilang ingatan mau nulis apaan di blog.

Waktu itu, gue baru aja selesai servis motor yang menghabiskan hampir setengah juta karena harus bongkar mesin dan ganti macem-macem onderdil yang sampe sekarang pun gue gak tau namanya apa. Motor gue butuh penanganan lebih karena tampaknya sekarat banget. Bahkan, bengkel yang harusnya tutup sebelum maghrib, jadi tutup menjelang isya karena ngurusin motor gue doang. Padahal gue ke bengkel sekitar jam 3 sore dan udah beberapa kali bolak-balik ke rumah.

Main hape udah sampe baterenya sekarat, dan sayangnya gue juga enggak nenteng buku buat ngabisin waktu. Akhirnya gue ngeliatin aja tukang servisnya ngubek-ngubek motor gue. Untung abangnya enggak nganggep gue terpesona sama dia. #EH

Lama merhatiin, ternyata dia adalah tukang servis yang menurut gue cukup jago. Semua masalah motor gue dia bahas dan kenapa bisa begitu, sampai ke penanganannya, juga onderdil apa aja yang harus diganti. Tapi gue enggak bisa merekam semua yang dia bilang karena kan gue cuma bengong sambil ngangguk-ngangguk doang. Kayak boneka yang ada di dashboard mobil itu lo. Biar keliatan enggak bego-bego banget, gitu.

Yang ada di pikiran gue saat itu adalah, "Wah, dia pinter banget ya soal beginian. Belajarnya di mana, ya?"

Gue biar bisa ngomong bahasa Jepang aja perlu kuliah dulu empat tahun. Dia sampe bisa ahli banget ngurusin bodi motor gitu perlu belajar berapa lama, ya? Kok kayaknya susah banget.

Begitu motor gue selesai, dia ngasih bon dan di situ tertulis jasa servis dan bongkar mesin 40.000.

EMPAT PULUH RIBU!!

Dia ngerjain motor gue selama empat jam dan biaya servisnya cuma empat puluh ribu!? Ini serius? Gue pikir bisa sampe ratusan ribu gitu. Yang tadi total hampir setengah juta itu kebanyakan karena ganti onderdil. Dan kalau ganti onderdil kan dia bakal pake uangnya buat beli barang baru lagi, jadi enggak keitung.

Gue takjub karena beda banget sama gue yang kerja di bidang jasa juga dan dibayar berkali-kali lipat daripada jasa si tukang servis langganan gue itu. Padahal, kalau di pikir-pikir, rasanya enggak ada profesi yang lebih rendah atau lebih tinggi. Gue ngajar bahasa Jepang karena gue ngerti bahasa Jepang, dia juga bikin bengkel karena ngerti gimana caranya servis motor. Orang lain kan belum tentu ngerti soal itu. Coba gue yang jadi tukang servis, terus kerja empat jam dan dibayar 40.000. Duh, enggak yakin mau deh gue. Apalagi harus lembur kayak ngerjain motor gue tadi.

Dan lebih takjub lagi pas gue tanya abangnya apa enggak apa-apa ngerjain sampe malem gitu. Dia bilang, "Ya enggak apa-apa, Mbak. Biasanya juga gitu. Soalnya kan motornya mau dipake buat kerja besok. Kalau enggak selesai kan kasihan..."

Semoga berkah ya usahanya, Bang....

Berpikir dari kejadian itu, gue jadi lebih berusaha lagi supaya enggak ngeremehin profesi orang lain.

Biasanya nih ya, profesi yang sering banget diremehin itu kayak graphic designer, komikus, penulis, dll. Duh, pasti nyesek banget jadi graphic designer yang diceletukin sama customer "cuma gitu doang kok enggak bisa, sih?", padahal customer itu minta bikinin banner 1 x 2 meter dari gambar ukuran A4... formatnya JPG... resolusinya kecil pula. YA ENGGAK BISA LAH TANTEEEE!!

Belum lagi kalau komikus yang diminta gambarin sama temennya. GAK BAYAR PULA.
"Alah, kan kita friend. Cuma minta gambarin doang. Gampang, kan?"

YA ELO GAMBAR AJA SENDIRI KALO GAMPANG!

Penulis mungkin nasibnya enggak beda jauh. Dengan isengnya ada aja temen yang nyeletuk "Eh, bikinin cerita dari kisah gue, dong."

Dikira dia setingkat Pak Habibie gitu perlu ditulis biografinya.

Iya kalo kisah hidupnya dia unik. Lah ini cerita galau-galauan gara-gara putus sama pacarnya. Klise banget. Tapi begitu dibilang kisahnya dia klise, malah ngambek kalau si penulis enggak punya hati. Lah piye. Mungkin kalau seseorang yang baru putus dari pacarnya itu belajar jadi penulis, dia akan tahu ada yang namanya unsur awalan, isi, konflik, dan penyelesaian konflik dalam satu cerita. Belum lagi dilengkapi dengan plot, karakter, twist, dan tentunya gaya bahasa yang unik. Bikin satu cerita pendek pun enggak gampang.

Mungkin, di kacamata orang lain yang memiliki profesi berbeda, profesi lain itu enggak seberapa susah. Tapi coba deh lihat dari sudut pandang orang lain. Enggak ada pekerjaan yang gampang. Semuanya pasti memiliki kesulitan masing-masing.

Kita juga pasti mau kalau orang lain menghargai profesi kita masing-masing. Nah, tunjukkanlah perilaku yang sama pada orang dengan profesi lain.

Kalau punya temen penulis, belilah bukunya, tunjukkan dukungan dengan memberi kesan atas bukunya. Jangan malah minta gratisan. Kalau punya temen komikus, belilah komiknya. Atau kalau dia buka comission, mintalah gambar dengan harga yang sesuai. Jangan sok jadi model dan minta digambarin gratis. Kalau punya temen designer dan kamu perlu jasanya, hargailah pendapatnya. Dia lebih tahu warna yang seimbang dan sesuai untuk design yang kamu inginkan daripada kamu sendiri. Kalau enggak, dia enggak akan jadi designer sekarang.

Kalau ada tukang kebersihan, jangan malah nambahin sampah. Kamu kan bisa bantu dia dengan enggak buang sampah sembarangan. Pekerjaan dia jelas lebih terbantu dengan sampah yang sedikit. Jangan sok bilang "Biarin aja gue nyampah. Kan emang kerjaan dia bersihin sampah. Kalau enggak, dia enggak kerja, dong?" Coba deh posisikan diri sendiri sebagai tukang kebersihan. Apa sikap yang begitu bisa bikin kamu senang karena ada pekerjaan? Atau sebaliknya?

Sebagai seorang pengajar bahasa Jepang, kadang-kadang gue juga pernah ngalamin kejadian diminta ngajar gratis, sih. Meskipun enggak sering. Ngasih tau beberapa kata dalam bahasa Jepang oke, jawab pertanyaan tentang bahasa Jepang kalau ada yang nanya juga oke, enggak masalah. Tapi ya enggak semudah itu mengiyakan permintaan "Ajarin gue bahasa Jepang dooong. Biar gue bisa nonton anime tanpa subtitle. Hehe"

Belajar bahasa Jepang sampe bisa ngerti film tanpa subtitle itu enggak secepet itu, Bung.

Yaudah itu aja. Intinya sih, hargai profesi orang lain seperti kamu menghargai profesimu sendiri. Gituuuuu....

Kalau kamu gimana? Celetukan apa yang biasanya membuat kamu kesal sebagai pemilik profesi tertentu?

Jumat, 05 Agustus 2016

Seminggu Penuh Reunian

Dari hari Sabtu minggu lalu, kerjaan gue reunian aja. Karena kebetulan juga kerjaan dipindah ke minggu ini semua, jadinya agak kosong deh tuh jadwal. Biasanya mah weekend gue enggak bisa ngumpul-ngumpul karna ngajar. Sedih bat....

Pertama-tama, reuni forum NEX (News Express) a.k.a NEWS Indonesian Forum. Ya mungkin gue aja sih yang nganggepnya reuni, soalnya udah lama enggak bisa ikutan ngumpul kalo lagi ada acara. Padahal ini bukan acara reunian, tapi acara nobar "Pink and Grey", film adaptasi novelnya Shige yang berjudul sama. Alasan gue pengin nonton ya jelas, penasaran sama maksud novelnya. Wahahaha. Dan alhamdulillah akhirnya gue ngerti ceritanya :'D Ternyata keren juga ceritanya kalo dibuat film.

Ngumpul sama mereka, tentunya ngomongin fandom. Tentunya fandom random, enggak cuma NEWS doang. Soalnya dari dulu emang udah kayak gitu, sih. Dan gue agak roaming sih sejujurnya. Karna udah lama juga gue enggak update. Sekarang gue updatenya episode webtoon terbaru, soalnya enggak ngabisin kuota dan bisa langsung liat di hape #plaak

Tapi tetap menyenangkan ngumpul sama mereka. Hehehehe :D



Besoknya, AKHIRNYA bisa reunian sama temen seangkatan di kampus. Kami, kelompok GORENG TAHU akhirnya bisa ketemu lagi di luar kondangan temen. Jangan tanya kenapa namanya goreng tahu.

Ketemu temen kuliah, jelas omongannya kerjaan, keluarga, dan segala sesuatu yang nyerempet JODOH. Secara anggotanya cewek semua, dan masih banyakan yang jomblo daripada yang udah nikah. Wahahahahaha :D Kalah kami sama kelas non-reguler mah, yang hampir semuanya udah nikah. Ini bukan lomba, jadi jangan pada baper.



Pulang dari sana ketemu sama temen sesama pengajar EPA dan mampir ke tempat Ruru juga buat liat dedek bayi untuk yang ketiga kalinya. Wahahahaha. Gak bosen-bosen gangguin Aisyah.


Nah, hari Rabunya, akhirnya ketemu temen sesama fanfictioners. Entah kenapa kami selalu ketemuan tiap Ryo mampir ke Jakarta. Iyalah, jarang-jarang kan ketemu anak bolang Semarang.

Dan hari itu, gue akhirnya bisa memperkenalkan Nami ke Elita sama Ryo. Wahahaha. Gue sejujurnya enggak ngerti kenapa gue bisa berada di kumpulan fujo dan enggak roaming-roaming amat kalo ngobrol.


Mungkin dari semua reuni, ngumpul sama mereka inilah yang obrolannya paling random. Kami ngomongin sejarah dunia, coba. Ya iya sih, kami berempat kan dulu anggota keluarga FHI (Fanfic Hetalia Indonesia). Jadi mau enggak mau lumayan tau sejarah dunia sebagai referensi cerita. Tapi Nami sama Ryo sih pengecualian, sejak awal mereka anak sejarah juga.

Ujung-ujungnya sampe ke sejarah Korsel-Korut, dan dinasti keluarga Kim yang menguasai Korea Utara. Buset obrolannya, berat kayak barbel. Tapi percaya deh, obrolan kami gak seberat itu. Obrolannya diikuti doa semoga anaknya Kim Jong Un bisa menjadi anak yang berbudi pekerti baik dan mengubah Korea Utara jadi negara yang bersahaja. Aamiin.

Sayang semuanya cuma bisa ngumpul sesekali, dan belum tentu bisa setahun sekali :')
Semoga kapan-kapan bisa ngumpul lagi yaaaa :D


Senin, 01 Agustus 2016

[Cerpen] Aku Ketar-Ketir Kamu Cengar-Cengir

Iwan, sang guru SD bingung akan kelakuan Rita, sang istri yang belakangan ini sangat aneh. "Mungkin Rita selingkuh," tuduh Rio, teman karib Iwan sejak di bangku kuliah. Mungkinkah? #BukanLaguStinky Nikmati sepenggal kisah rumah tangga berasa gula-gula kapas ini :'>  
PS: Cerpen ini adalah salah satu pemenang lomba Kumcer komunitas One Week One Paper dan telah diterbitkan bersama 22 cerpen lainnya dalam buku yang berjudul "Lima Teguk Kopi".
________________________________________________________