Jumat, 28 September 2018

Fobia, perlukah disembuhkan?


 Phobia atau fobia berbeda dari ketakutan biasa. Fobia adalah ketakutan yang berlebihan pada hal tertentu. Ada beberapa hal yang menyebabkan terjadinya fobia. Namun yang paling umum adalah karena adanya kejadian traumatis di masa lalu. Meski demikian, tidak menutup kemungkinan seseorang mengidap fobia tanpa alasan khusus.

Beberapa fobia yang paling umum ditemukan adalah Arachnophobia (fobia laba-laba), Ophidiophobia (fobia ular), Acrophobia (fobia ketinggian), Mysophobia (fobia bakteri/kuman), Claustrophobia (fobia tempat sempit), Agoraphobia (fobia keramaian), Thalassophobia (fobia laut dalam), dan yang sempat populer, Trypophobia (fobia permukaan dengan banyak lubang). Banyak yang mendadak menyadari dirinya trypophobia setelah tayangan gambar-gambar permukaan dengan banyak lubang berjudul "Anda tidak bisa melihat gambar ini jika mengidap Trypophobia" mendadak viral di media sosial. (Nggak usah dicari, nanti jijik)

Tapi fobia berbeda dengan ketakutan biasa. Banyak orang takut pada kecoak, tapi tidak semuanya fobia kecoak. Begitu juga dengan trypophobia. Banyak orang yang mendadak jijik melihat buah bunga teratai. Tetapi belum tentu mereka mengidap trypophobia.

Rasa takut, jijik atau geli mungkin menyebabkan seseorang berteriak. Tapi berbeda dengan perasaan seperti itu, fobia bukan mainan. Mungkin ada teman yang suka melihat reaksi teman lainnya jika berteriak panik karena takut akan sesuatu. Tapi jangan pernah main-main dengan fobia. Karena seseorang yang menghadapi fobianya tidak berhenti hanya dengan teriakan. Terkadang, seseorang mengekspresikannya tidak dengan teriak. Namun mendadak berkeringat dingin dan gemetaran.

Sabtu, 08 September 2018

Menghadapi Emosi Negatif dalam Diri

"Gimana sih caranya supaya nggak gampang stress kayak elo?"

Kayaknya dari dulu gue sering banget dapet pertanyaan yang senada kayak gitu. Dan sejujurnya, susah banget jawabnya. "Kalau nggak mau stress, ya jangan stress. Gimana ngajarinnya?" kira-kira begitulah jawaban gue yang sangat absurd.

Allah menciptakan manusia dengan berbagai karakter, dan diantara milyaran manusia terciptalah manusia macam gue yang gampang lupa dan nggak pekanya kebangetan. Kalau mau dilihat negatifnya dari dua karakter itu, banyak banget. Nggak kehitung deh berapa kali gue ninggalin kunci motor yang masih nempel di motornya sewaktu parkir. Gantungan kuncinya pun dompet kecil isi STNK. Kalau orang mau jahat, motor gue udah digondol dari kapan tau. Tapi Allah baik, motor masih jodoh sama gue. Orang-orang yang nemuin kunci motor gue pun baik, selalu disimpenin. Hari ini malah gue ditelpon sama orang toko yang kebetulan ngeliat motor gue parkir depan tokonya, dan kuncinya ketinggalan pula. Kuncinya disimpenin dan motor gue diamanin sampe gue datang lagi ke toko. Ya Allah, baik bangeet... Gue nggak paham gimana bisa hidup kalau orang-orang sekeliling gue nggak sebaik ini.

Soal nggak peka juga... Duh, nggak tau deh udah berapa orang yang kesel dan marah-marah sama gue karena hal yang bahkan nggak gue sadari. Pada akhirnya gue belajar untuk selalu minta maaf duluan. Karena menurut mereka pasti gue yang salah. Setelah minta maaf, barulah gue minta kasih tau apa salah gue. Dan kalau itu menyinggung, ya gue usahain nggak ngelakuin lagi ke depannya. Walaupun mungkin saat itu gue nggak ngerasa apa yang gue lakukan itu salah, karena kalau gue digituin misalnya, gue biasa-biasa aja. Tapi gue sadar kalau level kesensitifan orang beda-beda. Kebetulan aja level sensitif gue setara sama Kaka si maskot Asian Games. Berkulit badak. Kalau ditusuk, pedangnya yang bengkok.

Kucinta Kaka, karena kami sama. Sama-sama berkulit badak.
Tapi kalau dilihat dari sisi lain, sifat pelupa dan nggak peka itu membantu gue untuk melupakan dan menghilangkan rasa marah, sakit hati, sedih dan emosi-emosi negatif dengan cepat. Dulu, gue pernah sekali deactive dari twitter karena sakit hati (ini pun inget lagi karena baca ulang diari), tapi sampai sekarang gue nggak inget sama sekali apa atau siapa yang bikin gue sakit hati waktu itu.

Ya terus, masa gue nyaranin ke orang-orang untuk jadi pelupa dan nggak peka kayak gue supaya nggak stress? Kan nggak mungkin....

Tapi semakin dewasa, gue mulai merumuskan cara-cara lain untuk menghadapi emosi negatif, termasuk stress, cemas, marah, sakit hati, sedih, depresi dan lain-lain. Yup, istilahnya merumuskan karena gue manusia otak kiri, semua permasalahan ditilik dari kacamata ilmu pasti. Walaupun aslinya gue sangat-sangat terbiasa dengan ketidakpastian. Hahahaha.

Pada dasarnya, emosi negatif yang dirasakan itu manusiawi. Siapa sih yang nggak pernah marah? Nggak pernah sedih? Atau nggak pernah sakit hati? Elo kan bukan malaikat. Merasakan emosi-emosi negatif itu wajar, kok. Nggak bisa dihindari. Masalahnya adalah bagaimana menghadapi emosi negatif tersebut supaya nggak berkepanjangan dan berpengaruh buruk pada orang-orang sekitar.

Percayalah, saat merasa marah lalu langsung dilampiaskan ke orang yang menyebabkan kemarahan atau malah ke orang-orang yang nggak ada hubungannya, nggak akan meredakan rasa marah tapi justru menambah masalah baru.

Saat gue merasa marah atas sesuatu, biasanya gue perlu waktu untuk merenung sendiri. Mencari penyebab atas kemarahan gue. Kalau gue yakin kemarahan gue sama seseorang adalah karena kesalahan dia, maka akan langsung gue omongin baik-baik. Perlu diomongin supaya dianya juga bisa berubah. Kalau kemarahan gue murni karena guenya aja yang pengin marah-marah nggak jelas dan karena sesuatu fakta di luar yang nggak bisa diubah meski pun diomongin, maka gue akan mencoba berdamai dengan diri sendiri.

Mungkin perlu pelampiasan dengan mukulin tembok atau mecahin barang yang nggak akan bikin gue rugi walaupun dipecahin (ngelempar HP jelas nggak termasuk. Sayang HP-nya. Walau lagi marah, harus tetep logis). Perasaan marah itu datangnya dari hati dan kehadirannya nggak bisa disangkal. Kalau lagi marah ya maunya marah. Tapi otak gue bilang "Iya, elo boleh marah-marah sendiri. Pukulin tembok, sana. Asal jangan nyusahin orang lain. Hari ini boleh marah-marah, tapi besok udah nggak boleh, yaa..."

Gue nggak tau dengan orang lain, tapi hati gue nurut banget sama otak. Mereka bisa bekerjasama dengan baik. Wakakaka. Otak gue mengerti kalau gue perlu marah, atau sedih, atau sakit hati. Gue cuma butuh sedikit waktu untuk merasakan itu sebelum akhirnya kembali normal. Dan hati gue pun mengerti kalau logika otak gue benar. Menyimpan emosi negatif berkepanjangan hanya bikin capek, buang-buang waktu dan mempengaruhi semua aktifitas gue ke depan. Padahal tanpa dipengaruhi emosi negatif pun, gue tergolong pemalas. Apa jadinya kalau semuanya bergabung? Hancur sudah.

Ada contoh lain di mana hati gue nurut sama otak. Saat seseorang ngomong sesuatu yang bikin lawan bicaranya pengin marah atau merasa sakit hati, kebanyakan biasanya mengabaikan fakta yang diutarakan oleh si pembicara karena kebawa emosi. Gue biasanya malah diem dan nggak bisa jawab. Kalau ada temen yang ngebelain dan bilang "wah paraaah... Bales, dong!" gue bakal bilang "Abis gimana? Bener sih, soalnya..."

Sodori gue fakta, maka semarah apa pun gue, bisa langsung berhenti marah tiba-tiba.

Satu-satunya saran yang paling bener yang bisa gue kasih untuk menghadapi emosi negatif adalah, percayakan sepenuhnya sama Allah.

Beberapa waktu lalu gue ngerasa sedih banget karena merasa nggak becus melakukan sesuatu dan jadi menyusahkan orang lain. Nyusahinnya bukan soal kecil, tapi nyusahiiiiiiiiin banget banget bangeeeeeeeeet. Rasa bersalah dan keinginan untuk memperbaiki keadaan tampak nggak cukup karena udah terlanjur terjadi akibat kebodohan gue. Saat itu hanya satu yang terpikirkan. Allah nggak akan menimpakan masalah pada hambanya tanpa disertai kemampuan untuk menyelesaikannya. Jadi gue percaya semuanya bisa terselesaikan asal gue berusaha. Tapi meski percaya sepenuhnya pada Allah, rasa sedih mah tetap ada. Manusiawi itu. Akhirnya, gue berdoa "Ya Allah, aku percaya semua masalah bisa terselesaikan. Aku percaya Engkau yang Maha Kuasa. Tapi hari ini aku sedih. Jadi, biarkan aku sedih untuk hari ini saja."

Udeh, semaleman itu gue nangis. Menangisi kebodohan gue sendiri. And I felt that's the most horrible day within this year. Di buku jurnal gue warnanya jadi hitam dan merusak lembar pixels of the year gue yang rata-rata berwarna oranye (amazing, fantastic day) dan kuning (really good, happy day).


Tapi besoknya, gue udah nggak ngerasa sedih sama sekali. Yang tersisa cuma tekad untuk memperbaiki keadaan separah apa pun kondisinya. Dan jurnal gue pun kembali berwarna oranye. Wakakakaka.

Saran lain yang bisa gue berikan untuk orang yang gampang stress dan apa-apa dipikirin adalah, coba list kelebihanmu dan cintai dirimu sendiri. Gue percaya tiap orang punya banyak kelebihan yang nggak dimiliki orang lain. Tapi tampaknya orang yang sensitif justru paling sulit melihat kelebihan diri sendiri. Sehingga perkataan atau sikap orang lain yang merendahkan dirinya akan sangat berdampak besar. Kenapa? Soalnya mereka menganggap diri mereka sendiri rendah, dan begitu mendapat justifikasi dari orang lain bahwa mereka memang 'rendah', hancurlah sudah. Terjun bebas.

Saran di atas dari awal nggak gue butuhkan karena gue suka diri gue sendiri. Gue tau persis apa kelebihan dan kekurangan gue. Sehingga gue nggak pernah peduli apa pun kata-kata orang yang mencoba merendahkan gue. Nggak akan berpengaruh karena kemampuan gue nggak akan berkurang hanya karena dikatain orang lain. Mereka ngatain kekurangan gue pun nggak akan ngaruh karena gue juga udah tau gue bego. Nggak usah diomongin lagi. Untuk hal ini, yang perlu gue kontrol adalah bagaimana supaya gue nggak meninggikan diri sendiri dan merendahkan orang lain. Gue menahan diri supaya nggak sampai level 'sombong'. Untuk yang punya karakter kayak gue, yang penting adalah bagaimana supaya tetap rendah hati dan mau minta maaf ketika salah. Soalnya, orang kayak gini biasanya susah banget mengakui kesalahan karena selalu menganggap diri sendiri paling benar.

Kebalikan banget kan sama karakter yang sebelumnya? Karena dari awal rendah diri, biasanya malah keseringan minta maaf sama orang, padahal nggak salah apa-apa. Orang yang rendah diri perlu lebih mencintai dirinya sendiri, dan orang yang percaya diri terlalu tinggi perlu belajar mencintai orang lain di sekitarnya.
 
Yah, itu sih kira-kira. Entah jawaban macam ini bisa membantu apa nggak. Semoga sih bisa....

Ini besok, eh, hari ini tugas presentasi proposal tesis pertama dikumpulin dan gue bahkan belum baca buku-buku referensinya. Mau jadi apa lo, Naaaa....

Rabu, 05 September 2018

Halo, Tesis :)

Halo, Tesiiiss.... Akhirnya kita bertatap muka, juga. Wahahaha.


Di depan tersenyum bahagia, di belakang udah mulai mewek. Kira-kira bisa nggak ya ini selesai dalam satu tahun?

Di postingan blog beberapa tahun lalu gue pernah ngebahas soal skripsi dan saking muaknya pernah bertekad untuk nggak kuliah lagi karena takut kejadian yang sama berulang sewaktu ngerjain skripsi.

Dan di sinilah gue sekarang, menghadapi tesis :)
HUAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHA (perhatian, ini ketawa stress). Mulai stress setelah paham kalau skripsi yang gue bangga-banggakan dulu itu RECEH BANGET begitu masuk ke jenjang S2. Gue bahkan nggak berani ngasih liat skripsi gue ke dosen-dosen linguistik karena itu pasti banyak banget salahnya. Malu.

Gue masuk peminatan linguistik murni, yang aslinya bisa aja topik skripsi gue diperdalam lagi untuk jadi tesis. Tapi seperti yang gue sebutkan sebelumnya. Gue malu karena itu receh banget. Yang kedua, fokus gue udah bukan ke bahasa Jepang lagi, tapi ke bahasa Indonesia. Dosen-dosen gue sih menyarankan supaya tesis sejalan dengan jurusan bahasa sewaktu S1 karena menyangkut jenjang karir. Masalahnya gue nggak mau meneruskan karir di bidang bahasa Jepang lagi. Gue justru mau pindah ke bahasa Indonesia. Karena itulah gue memutuskan untuk mengambil topik tesis seputar bahasa Indonesia. Lagipula, penelitian bahasa-bahasa asing itu udah banyak banget. Apalagi, dari negaranya masing-masing juga udah banyak linguis kece yang mengembangkan teori kebahasaan negara mereka. Sementara linguis di Indonesia itu masih sedikit. Teori kebahasaan juga masih banyak banget yang perlu digali lebih dalam. Karena itulah gue mau ambil bagian (meskipun kecil) untuk ikut mengembangkan teori bahasa Indonesia.

Yah, segitu dulu. Langsung lanjut tidur...eh, penelitian.




Rabu, 20 Juni 2018

Otoge itu RUMIT!




Otoge merupakan singkatan dari Otome Game yang berarti maiden game, dating sims ala Jepang. Permainan berupa simulasi atau semacam visual novel yang fokus pada heroine dengan plot utama untuk mendapatkan satu dari banyak karakter laki-laki dalam game sebagai pasangannya.


Gue nggak keliatan kayak manusia yang bakal mainan otoge, ya? Hahahahaha.


GUE MAIN!!


But I quit....


Awal gue main sebenernya bukan terpengaruh sama temen-temen yang pada mainan ini. Bukan juga karena putus asa nyari sosok cowok yang sempurna macam di komik atau novel dan akhirnya terjebak dalam lingkaran setan bernama otoge *lalu dihajar*


Alasan gue main otoge itu sederhana. Gue lagi bosen baca bacaan konvensional macam novel atau komik, bahkan bacaan dari wattpad pun lagi bosen banget. Akhirnya iseng download otoge gratisan HANYA UNTUK MENDAPATKAN SUMBER BACAAN YANG BERBEDA. Yah, emang otoge itu kan semacam visual novel juga. Ada chapternya, ada plot ceritanya, dan kalau dipikir-pikir, jadi semacam cerita Goosebumps yang endingnya tergantung pilihan pembaca. Duh, kangen banget deh baca seri Goosebumps yang itu. Walaupun endingnya mati mulu sih, gue.... Wakakaka.


Jadi mulailah gue main beberapa otoge sekaligus. Soalnya, kalau cuma satu cepet banget selesainya. Masalah dengan otoge adalah, lo nggak bisa namatin satu cerita sekaligus seharian. Oke, ini aturan untuk otoge gratisan, sih. Biasanya, dalam sehari cuma bisa menyelesaikan satu chapter setelah prolog. Setelah lewat 24 jam, baru deh bisa buka chapter selanjutnya. Atau, ada juga yang pakai sistem ngumpulin poin dengan main game-game receh dalam otoge itu. Begitu poinnya cukup, baru bisa buka chapter baru. Itulah alasan gue mendownload 4-5 otoge sekaligus, biar paling nggak bisa baca 5 chapter dari 5 otoge berbeda.


Ada otoge yang ceritanya biasa aja dan karakternya juga nggak ada yang gue suka jadi bingung harus milih siapa (banyak maunya lo, Na!). Pada akhirnya otoge yang model gini gue uninstall. Tapi berhubung udah jalan beberapa chapter dan gue sebal kalau ceritanya nggak tamat, akhirnya gue liat lanjutan ceritanya di youtube. Wakakaka, banyak yang upload pas main otoge ternyata.


Tapi di antara banyak otoge yang klise, ada beberapa yang jadi favorit gue karena ceritanya cukup kece dan bisa dinikmati sebagai kesatuan novel gitu.

Kisah Three Kingdom itu udah umum banget sebenernya. Kisah China klasik tentang tiga kerajaan yang berseteru di masa lalu. Tapi cerita ini lumayan unik. Heroinenya terlempar ke masa lalu sampai akhirnya terlibat dalam perseteruan tiga kerajaan yang dipimpin tiga raja muda di atas itu. Setelah lewat prolog, lalu heroinenya disuruh milih satu karakter.

Dari tiga itu, udah pasti gue bakal milih Zhou Gongjin. Gue nggak suka yang gondrong macam Zhuge, atau yang sok misterius macam Cao. Zhou adalah tipikal karakter ceria yang bisa jadi kayak temen. Kayaknya asyik. Dan bener, ceritanya jadi asyik karena gue milih dia. Dialog dan ekspresinya selalu lucu. Apalagi waktu dia ikut kelempar balik bareng heroinenya ke masa depan. Macam Minho (The Maze Runner Series) ngeliat taksi. Heboh. Wahahaha. Pada akhirnya harus pisah sih karena emang beda zaman. Tapi ceritanya cukup seru.

Yang selanjutnya adalah tentang ninja. Di cerita ini, heroinenya terpaksa nyamar jadi ninja cowok karena satu alasan dan dilatih oleh salah satu ninja senior. Wait, bener nggak ya ceritanya? Gue lupa banget.... Pokoknya gitu deh kira-kira. Dan heroinenya akhirnya milih mau dilatih sama siapa.




Daaan, seperti yang mungkin udah bisa kalian tebak, gue milih Sasuke Sarutobi, a young, cheerful and reckless ninja. Tipikal osananajimi (teman sepermainan waktu kecil), hoho.

Pas game ini, gue mulai meracuni Zu buat ikutan main. Dan dia milihnya Saito, si tsundere. Wakakakaka. KOK GUE PENGIN NGAKAK!! Yeh, suka-suka doi lah.

Beda dari otoge yang gue mainin sebelumnya, yang ini ada love meternya. Jadi dapet good/bad endingnya tergantung sampai mana love meternya. Dan disinilah gue baru tau kalo I'M SUCK AT THIS KIND OF GAME. Pilihan yang gue dapet selalu dapet poin terkecil (entah kenapa). Gue milih jawaban sesuai diri sendiri, poinnya kecil, milih jawaban dengan mengira-ngira jawaban apa yang diinginkan sama Sasuke juga tetep aja dapet poin kecil. Maunya apaaaaaaaa?? Sementara itu Zu selalu dapet poin tertinggi (entah kenapa). Gue pada akhirnya dapet good ending gara-gara jago mainan game recehnya. Gue selalu dapet love potion yang jarang-jarang ada. Dan dengan ramuan itu, gue meninggikan love meternya. Wakakaka. Curang banget. Yah, tapi keberuntungan juga kan termasuk kekuatan tersendiri :v #heh #bodoah


Yang berikutnya masih tentang ninja. Tapi yang ini gambarnya lebih kece. Ceritanya (kalau nggak salah) heroinenya punya tugas penting nganterin pusaka ke suatu kota. Dan dia harus milih dua ninja untuk nemenin. Uniknya, ninja-ninja yang ada itu berdasarkan musim, dan tiap musim direpresentasikan oleh 2 ninja. Dan gue suka banget sama Winter bersaudara :3


Ran sama Fuyukikuuu... KECE BANGET IH!



Ran tipikal yang ceria dan Fuyukiku yang kalem. SUKA BANGET TOPENGNYAAAA!!!

Tadinya mau milih Ran, tapi plot dengan pilihan Ran belum tersedia, hiks. Akhirnya pilihan kedua jatuh padaaa....


Rindoh, ketua dari semua ninja yang ada. Tipikal oniichan yang bisa menenangkan ninja-ninja bocah yang selalu ribut kalau pada ngumpul. POKOKNYA DEWASA BANGET! Mirip Keichan, atau Hase Tenma di Hana Nochi Hare. Super, lah....

Sejujurnya yang ini gue nggak terlalu inget ceritanya, sih. Pokoknya lumayan bagus. Dan ending yang gue dapet juga bagus.


Yang terakhir ini adalah otoge yang paling favorit dan gue masih lumayan inget detail ceritanya gimana. Heroinenya adalah seorang peneliti yang dikirim ke satu pulau terpencil yang diduga terinfeksi virus mematikan. Si heroine bekerjasama dengan tim kecil di pulau, yaitu peneliti senior, dua pengawal dan pimpinan tim. Ternyata virus yang menyerang pulau itu adalah virus yang menyebabkan seseorang menjadi zombie. Nah, sambil melakukan penelitian, tim ini kejar-kejaran sama zombie. Lumayan seru lah pokoknya. Ada beberapa twist tak terduga juga. Setelah prolog, heroinenya milih salah satu orang. Nanti, pas masuk cerita, orang itulah yang paling sering interaksi sama si heroine. Gue menikmati ceritanya sebagai novel thriller karena emang romancenya dikit dan nggak terlalu kental. Paling pas ending doang, sih. Dan gue juga dapet ending yang cukup bagus. Gue juga sempet bikin cerita yang terinspirasi dari game ini, walaupun mandeg tengah jalan, sih. Wahahaha.


Di otoge ini emang ada tipikal karakter ceria yang biasanya gue pilih. Masalahnya. Terlalu bocah kalau dibandingin sama heroinenya yang ceritanya udah jadi peneliti. Pedo banget. Jadilah gue milih karakter yang lain.


Pilihan pertama jatuh pada Lionel. Tipikal yang mirip banget sama Eiibi di Hana Nochi Hare. Doyan olahraga, kaku dan super nggak peka. Wakakaka. Kocak.


Yang kedua, gue pilih Ryo. Ini satu-satunya otoge yang bikin gue cukup kepo sama plot cerita karakter lain. Meskipun, tokoh yang lain nggak gue lanjutin gara-gara gondrong dan oom-oom banget :v malas....

Setelah main ini, gue merekomendasikan sama Ruru yang emang udah sering main dan expert banget main otoge. Berhubung beliau juga suka cerita thriller, yaudah, gue berpikir cerita ini pas. Nggak banyak romancenya juga.

Tapiii....

Begitu Ruru selesai main, gue diprotes.

"Ih, Nana mah rekomendasiin yang ada begituannya..."

HAH? DI MANANYA?

Perasaan gue ini ceritanya biasa banget nggak ada apa-apanya. Tapi ternyata kalau dapet good ending, ada gituannya.

HAAAAAAAAAAAHH?? BERARTI GUE TUH DAPETNYA BAD ENDING GETOOOH? ASTAGAAAA....

Emang dah, payah banget gue mainan ginian.

Beberapa waktu setelah itu, gue pun ngomong ke Zu soal ini. Dan dia bilang "Emang hampir semuanya ada adegan begituannya kalik...."

WAT!???

Lalu selama ini gue mainan apaaaaaaa???

Itu artinya selama ini gue main nggak pernah dapet good ending, ya? orz

Gue pun dilema, harus seneng karena aman nggak dapet adegan begitu, atau sedih karena menyadari gue bukan payah lagi tapi SUPER PAYAH CUPU DAN CEMEN BANGET MAINAN OTOGE.

Mungkin itulah yang bikin gue akhirnya berhenti main. Apalah gue yang cuma jago mainin minesweeper....


Pernah rekor menyelesaikan level ini hanya dalam 70 detik (tapi harus pake mouse)

Udah lama nggak main otoge, hari ini iseng liat video orang main otoge di youtube, dan gue terpukau. Tanpa pernah main otoge yang sama sebelumnya, dia bisa tau mana pilihan yang tepat supaya dapet good ending!! Karena orangnya juga banyak komen pas main, gue jadi tau gimana dia menganalisis karakter yang dia incar, baru mengambil pilihan-pilihan sesuai dengan si karakter itu. Jago bangeet! Kok dia bisa tau, sih!? Gimana caranyaaaa??

Tapi sudahlah, gue udah nggak punya minat buat nyoba lagi. Biar orang lain aja yang main. Kalau gue mau tau ceritanya, tinggal ke youtube. Atau balik ke media konvensional, novel atau komik. Wakakaka.

Senin, 28 Mei 2018

Let's Move On! Shall We?

Lupakan postingan gue sebelum ini. Anggep aja nggak ada. Ahahaha.

Yah, nggak bakal dihapus juga, sih. Memang awal-awal menyenangkan ada di Plukme!, walaupun nggak bertahan lama. Udah telanjur disebut, jadi, bodo amat.

Beberapa hari belakangan memang heboh banget tuh soal platform yang awalnya mengaku sebagai platform menulis tapi ala media sosial seperti facebook. Kehebohan juga sebenarnya terjadi dengan tidak sengaja, sih. Tapi karena diungkit-ungkit terus, masalahnya bukan selesai, malah jadi tambah besar.

Tapi sudahlah. Ini tujuan nulisnya bukan soal itu, kok. Sakit hati beberapa hari yang lalu udah mulai ilang tak berbekas. Akoh kan berhati baja. Cuih.

Nggak masalah kok kalau ada yang nggak sependapat dan masih nggak bosan-bosannya nyinyir walaupun guenya juga udah out dari sana. Toh gue kagak baca ini. Kagak ngaruuuhh!! Haha. Lagian, dengan terus menyindir nggak elegan gitu, yang masih waras di sana pasti nyadar juga ada yang salah dengan platform yang satu itu.

Intinya, gue mah udah move on. Dari dulu, gue cepat move on, kok! Lagian kunci move on itu cuma satu. Asal mau! Kalau susah move on, berarti emang dalam hati masih nggak mau move on, gitu aja.

Ini asalnya mau nulis sesuatu yang beda dan baru, tapi masih kepikiran deadline buat kamis besok dan minggu depannya lagi. Kutaksanggupmengerjakansemuanyabersamaan @_@

Jadiiii.... Cauw dulu, deh. Pankapan aku kembaliii.... Mau review beberapa film yang ditonton beberapa bulan terakhir. Kebanyakan bikin mewek, sih. Hiks....

Jumat, 11 Mei 2018

Apakah Ini Akhir Kejayaan Blog?

Multiply, Wordpress, Blogspot, Facebook, Twitter, Instagram, Wattpad, dan sekarang... Plukme!

Yah, memang nggak semuanya merupakan portal khusus menulis, sih. Dan walaupun punya semuanya, gue masih lumayan rajin nulis blog, kok. Tapi.... Nggak setelah bikin akun Plukme!

Gara-gara portal menulis baru itu, aktifitas gue di blog seakan mati. Padahal, sebelum ini gue nggak terlalu peduli blog ini ada yang mau baca apa nggak, yang penting gue nulis, gitu. Itu pun adalah usaha untuk denial atau menolak kenyataan bahwa memang menulis di blog udah nggak jaman. Beberapa tahun yang lalu, tiap nulis postingan di blog pasti ada aja yang komen, kadang sampe rame banget, terutama dari temen-temen yang saling follow blog. Sekarang sih jarang banget. Paling Ruru yang komen. Itu juga setelah gue naro tautan postingan blognya di FB atau twitter. Wakakaka. Yang lain biasanya langsung komen di postingan FB atau twitternya. Beberapa tahun lalu juga, kalau lagi bosen dan nyari bacaan ringan, ya ngubek-ngubek feed blogspot. Kali aja ada temen yang posting tulisan di blognya. Tapi sekarang feed mendekati nol. Hampir udah nggak ada yang posting di blog lagi.

Alasan paling utama ya... Pastinya karena semakin banyak portal menulis bertebaran. Selain yang gue ikutin itu, masih banyak lagi portal menulis kayak medium, sweek, basabasi, mojok, dll. Selain itu, media sosial juga menjadi salah satu penyebab lunturnya kejayaan blog. Mungkin karena memang lebih sederhana dan lebih mudah daripada harus buka blog dan menulis untuk satu postingan panjang. Belum lagi mengatur gambar, font, atau tautan yang diinginkan.

Biasanya, gue suka menulis artikel juga di blog. Mulai dari artikel yang receh sampai yang cukup serius. Tapi itu berubah sejak ada Plukme. Sejak bergabung, gue selalu menulis artikel di sana. Tentunya karena dapat benefit, sih. Dan berhubung konten dari plukme nggak bisa disalin tempel, jadilah artikel-artikel gue nangkring di sana dan blog ini semakin nggak berfaedah isinya. Soalnya dari awal isi blog random ini adalah curhatan, resensi film, dan artikel (kalau lagi bener). Sekarang isinya jadi curhatan doang, deh. Wakakakaka.

Menyesal? Well, nggak juga, sih. Dari dulu dunia digital berkembang sangat cepat. Dan gue aja yang mungkin terlalu lelet untuk mengikutinya. Jadi masih suka susah untuk melepas yang lama. Termasuk, blog ini....

Walaupun begitu, mungkin blog ini tetap akan gue pertahankan, sih. Soalnya larangan salin-tempel tulisan sendiri yang ada di Plukme itu cukup mengganggu (masuk akal sih karena tulisan yang disana udah dapet benefit sendiri yang benar-benar bisa diuangkan), sehingga gue juga nggak mungkin nulis semuanya di Plukme. Masih ada konten-konten yang mau gue pake lagi di saat-saat tertentu. Dan mungkin sebaiknya yang begitu gue posting di tempat lain, termasuk blog ini. Kayak cerpen atau cerita-cerita gitu, rasanya sayang banget mau post di Plukme. Mending posting di portal menulis yang khusus untuk cerita.

Well, itu aja sih curhatan untuk blog kali ini. Pankapan nulis di blog lagi....
Semoga....