Selasa, 28 November 2017

Tokoh Antagonis dalam Cerita



"It's a chimera that talks like a human." —Shou Tucker (Fullmetal Alchemist)
"Get in the fucking robot" —Gendo Ikari (Neon Genesis Evangelion)

Dua quote fenomenal yang membuat dua makhluk di atas menjadi tokoh antagonis di antara antagonis lain di dunia animanga. Siapa sih yang nggak inget adegan Ikari dipaksa bapaknya masuk Eva meski dia udah pasang tampang melas kalau dia nggak tau apa-apa soal Eva?

Siapa yang tega sama Ikari yang punya muka super melas begini? Bapaknya sendiri!
Atau, siapa sih yang nggak inget kejadian anak perempuan bernama Nina yang tiba-tiba menghilang dan tiba-tiba bapaknya muncul memperkenalkan hasil eksperimennya yang baru, chimera yang bisa berbicara seperti manusia?

Siapapun yang ngikutin dua anime itu, pasti nggak tahan pengin nampol dua bapak nggak tau diri yang super tega sama anaknya sendiri. Kekesalan pada mereka berdua bahkan ngalahin tokoh antagonis yang lebih utama macam angel, lust, envy, dll.

Nina yang lucu, dijadiin eksperimen sama ayahnya sendiri yang terobsesi membuat chimera hingga akhirnya mentransmutasikan Nina dengan anjingnya.
Tokoh antagonis yang bikin Edward sampe sekesel ini
Bahkan kalau baca atau nonton ulang bagian ini, gue pasti nggak bisa nggak mewek. JAHAT BANGET BAPAKNYA!!
Barusan itu contoh karakter antagonis yang antagonis banget (apa sih ini bahasanya...). Ada juga tokoh antagonis yang sedikit konyol, tapi gue yakin nggak ada yang bakal jadiin dia karakter favorit.

Gambarnya kecil aja. Soalnya kalo liat dia, bawaannya kessel
Ada juga tokoh antagonis yang saking antagonisnya menjadi representasi satu sifat buruk manusia, 'munafik'. 

Yang langganan baca webtoon pasti tau tokoh yang melambangkan karakter 'munafik' ini xD
Kenapa mendadak gue ngebahas tokoh-tokoh antagonis dalam cerita? 

Soalnya, meskipun di satu sisi adanya tokoh-tokoh ini bikin gue pengin garuk tembok saking sebelnya, tapi juga membuat gue kagum sama pengarangnya yang mampu menggambarkan tokoh antagonis dengan baik. Pengarangnya bisa membuat pembaca/penonton ikutan benci sama tokoh antagonis itu, yang otomatis pembaca/penonton bisa merasakan kesedihan atau kesulitan tokoh protagonisnya. Artinya, pengarangnya berhasil membangun peran tokoh masing-masing dengan baik.

Yang lebih jago lagi sebenernya, saat pengarangnya bisa membuat pembaca/penonton berempati pada tokoh antagonisnya setelah dibuat sebel sama kelakuannya.

Pitou (tengah) adalah tokoh antagonis yang akhirnya menjadi nggak antagonis-antagonis amat begitu nyawanya di dalam genggaman Gon, tapi dia tetap berusaha melakukan yang terbaik untuk menyelamatkan Komugi. Youpi (kanan) juga nggak terkesan antagonis-antagonis amat karena prinsipnya yang kuat. Kalau Pouf (kiri) sih lain urusan. Tenggelemin aja ke laut.
Meski berkali-kali berkhianat, entah kenapa Luke tetep populer dan membuatnya nggak antagonis-antagonis amat. Gue juga suka, sih.
Membuat pembaca/penonton mengerti mengapa tokoh antagonis melakukan tindakan jahat itu nggak gampang. Alasan si tokoh antagonis harus kuat dan menarik simpati orang untuk memaklumi apa yang dia lakukan. 

Nah, bikin tokoh antagonis yang JAHAT BANGET tanpa alasan aja gue nggak bisa. Apalagi bikin yang macamnya Luke Castellan gitu. 

Gue paham kalau kehadiran tokoh antagonis itu penting banget untuk membangun cerita yang utuh dan menarik. Tapi gue selalu nggak kepikiran mau bikin tokoh antagonis macam apa. Kalau kata penulis kawakan, sih, pikirin aja karakter orang paling menyebalkan dalam kehidupan nyata sebagai gambaran tokoh antagonis. Tapi, tetep aja nggak bisaaa... Masalahnya gue kebanyakan melupakan tindakan-tindakan ngeselin yang orang lain lakukan ke gue. Pada dasarnya gue gampang lupa, sih. Jadi nggak banyak kejadian masa lalu yang gue inget secara detil. Untuk itulah gue nulis diari. Tapi yang gue tulis ya kejadian-kejadian yang menyenangkan aja. Yang ngeselin ngapain ditulis? Diinget-inget aja males. Nah, karena nggak ada sesuatu yang mengingatkan gue sama kejadian itu, ya gue nggak inget. 

Dulu, gue pernah sekali deactive twitter gara-gara kejadian yang benar-benar menyebalkan, diawali dari seseorang yang benar-benar menyebalkan. Tapi karena nggak gue tulis, gue bener-bener lupa ada kejadian apa waktu itu. Soal deactive-nya pun gue baru inget setelah dapet notifikasi di email. 

Jadilah gue sulit menjadikan orang di kehidupan nyata sebagai role model untuk tokoh antagonis. Paling mencoba menggabungkan tokoh-tokoh antagonis dalam cerita yang ditulis orang lain. Tapi itupun masih payah banget. Untunglah genre yang gue tulis komedi. Jadi gue bisa bikin tokoh antagonis yang sebenernya muncul hanya karena salah paham atau kebodohan si tokohnya sendiri. Dan aslinya gue nggak sebel-sebel banget sama tokoh macam begitu, karena cuma jadi sasaran lawakan aja. 

Sampai sekarang gue belum menemukan formula yang pas untuk membuat tokoh yang punya potensi dibenciiii banget sama pembaca. Yang tau caranya, ajarin doooong....

Rabu, 22 November 2017

[Movie Review] Marlina - Si Pembunuh dalam Empat Babak


Jenis Film : Thriller
Produser : Rama Adi, Fauzan Zidni
Sutradara : Mouly Surya
Penulis : Rama Adi
Produksi : Cinesurya Production


Sinopsis:
Suatu hari di sebuah padang sabana Sumba, Indonesia, sekawanan tujuh perampok mendatangi rumah seorang janda bernama Marlina (Marsha Timothy). Mereka mengancam nyawa, harta dan juga kehormatan Marlina dihadapan suaminya yang sudah berbentuk mumi duduk di pojok ruangan. Keesokan harinya dalam sebuah perjalanan demi mencari keadilan dan penebusan, Marlina membawa kepala dari bos perampok, Markus (Egi Fedly), yang ia penggal tadi malam. Marlina kemudian bertemu Novi (Dea Panendra), yang menunggu kelahiran bayinya, dan Franz (Yoga Pratama), yang menginginkan kepala Markus kembali. Markus yang tak berkepala juga berjalan menguntit Marlina.

WARNING: SOFT SPOILER


Kamis, 02 November 2017

[Review] How I Met Your Mother - Season 1


 Gue baru aja mulai nonton 'How I Met Your Mother' setelah direkomen sama Sarah. Berhubung emang banyak yang bilang lucu, dan gue juga udah dapet filmnya dari season 1 sampai yang terakhir, yaudah gue coba nonton.

Dan iya, emang lucu :))



Inti ceritanya sederhana, sih. Cuma kisah Ted, pria beranak dua yang cerita ke anaknya gimana pertama kali dia ketemu ibu mereka. Walaupun Ted yang udah punya dua anak itu cuma jadi narator, dan cerita sebenarnya adalah Ted di masa muda, yang masih struggle dalam mencari cinta, karena dia jomblo abadi.

Tokoh dalam season 1 (yang baru gue tonton sampai episode 17) ada lima. Ted, Marshall (teman sekamar Ted), Lily (tunangan Marshall), Barney (orang aneh yang tadinya nggak mau dianggap temen sama tiga orang itu), dan Robin (cewek yang ditaksir Ted pertama kali, tapi akhirnya jadi temen karena entah kenapa hubungan mereka nggak lancar walaupun kelihatannya saling tertarik).

Setelah nonton beberapa episode, pertanyaan yang selalu membayangi gue adalah "Kapan Ted ketemu sama cewek yang akan jadi istrinya nanti?"

Kenapa? Soalnya gue nonton ini setelah dapet serinya sampai season 9. Kalau ini seri belum selesai, jangan-jangan sampai season 9 pun Ted belum ketemu sama calon istrinya (0_0)

Gue nggak akan bertanya-tanya gitu kalau gue nontonnya pas seri ini baru muncul season 1.

Anyhow, ceritanya emang ringan, dan lucu. Karena Barney yang aneh, Marshall dan Lily yang nggak pernah putus meski udah 9 tahun pacaran karena bener-bener cocok, dan terutama karena karakter Ted yang selalu kebanyakan mikir. Sampai-sampai nama dia jadi verba sendiri.

"Just don't ted it!"

yang artinya, "Just don't think it too much!" xDD

Meskipun lucu, sebenernya gue agak kurang bisa mengikuti karena pada dasarnya ini romens. Dan gue emang nggak terlalu ngerti soal gituan. Gue nggak paham kenapa hubungan Ted dan Robin nggak berjalan lancar padahal mereka jelas-jelas tertarik satu sama lain. Robin bilang nggak bisa mengikuti kemauan Ted yang berharap mereka menjalin hubungan serius sampai ke jenjang pernikahan karena dia takut terikat. Ted ngalah dan mencoba move-on walaupun sulit. Begitu akhirnya Ted tertarik dan menjalin hubungan sama cewek lain, Robinnya nggak suka. Begitu Ted sadar perasaan Robin, dia mencoba menghentikan hubungannya sama Victoria dan berpaling lagi ke Robin. Karena sejak awal dia tertariknya sama Robin. Lalu masalah pun muncul, dan hubungan mereka jadi canggung. Oke, gue baru nonton sampe situ, jadi nggak tahu kelanjutannya gimana.

Tapi maksud gue...

Masalah-masalah itu nggak akan terjadi kalau masing-masing dari mereka tahu apa keinginan mereka sendiri. Kalau mereka sudah memutuskan keinginan sendiri, ya nggak boleh menyesal kalau ternyata keinginan itu salah dong.

Walaupun Barney itu aneh, tapi seenggaknya dia tau dengan jelas apa yang dia mau, dan dia nggak pernah menyesali keputusannya.

Kalau suka bilang aja suka. Kalau nggak, yaudah nggak. Kalau awalnya bilang nggak bisa menjalin hubungan sama seseorang karena prinsip sendiri, ya nggak usah menyesal kalau akhirnya orang itu akhirnya sama orang yang lain lagi.

Yah, pada akhirnya gue bilang gitu cuma berdasarkan penilaian pribadi gue. Hahahaha. Gue sadar kok kalau masalah perasaan itu rumit. Kadang apa yang kita pikirkan emang nggak sesuai sama apa yang kita rasakan. TAPI YA DISESUAIKAN, DOOONG! (lalu disambit)

Gue ngerti kok kalo gue sering dibilang jahat karena langsung mengeluarkan apa yang gue rasakan atau pikirkan tanpa saringan. Tapi seenggaknya gue nggak akan bersuara yang nggak sesuai sama pemikiran atau perasaan gue sendiri. Sekarang sih saringannya, kalau kira-kira perkataan gue bakal nyakitin orang, ya gue diem aja dan mencoba menahan diri sebisa mungkin (tambahin senyum kalo perlu) ini masih belajar sih sampe sekarang. Tapi gue nggak akan ngomong sesuatu yang bertentangan hanya untuk menghibur orang lain :)

Makanya, karena pemikiran yang begitulah, gue suka kesel kalau nonton film atau baca buku yang terlalu fokus sama perasaan. Dalam hati begini, tapi ngomongnya begitu, lalu jadilah kesalahpahaman dan akhirnya jadi masalah besar. Kesaaaaaalll...

Apalagi, kalau ada tokoh/karakter yang nanya "perasaan lo gimana?" terus dijawab dengan sesuatu yang benar-benar klise. "Nggak tau..."

Meeen, itu kan perasaan lo sendiri. Masa nggak tauuuu? Lo aja nggak tau, gimana orang laiiinnn??

Ini gue nge-rambling banget, asli. Bukannya belajar buat kuis besok, malah asyik nge-blog xD

Yah, intinya itu, sih. Entahlah ini gue lanjut nonton atau nggak. Karena episode yang gue tonton terakhir agak mellow gimana gitu, dan agak sulit meningkatkan mood lagi. Lagipula, gimanapun juga Ted nggak akan berakhir sama Robin karena anak-anaknya Ted di masa depan manggilnya "Aunt Robin", yang menunjukkan dengan jelas kalau Robin bukan ibu mereka.

Kalau sekadar nyari lucunya sih, mungkin gue bakal lanjut nonton juga. Ted lucu, sih :v Bocah banget.

Ted, tipikal karakter utama yang normal, tapi terlihat aneh karena orang-orang sekelilingnya jauh lebih aneh.