Selasa, 05 Desember 2017

My Other Family

Waktu itu pernah janji mau ngebahas ini, tapi lupa terus. Baru kepikiran beberapa hari yang lalu pas iseng lihat-lihat folder foto.

6 tahun yang lalu, gue punya keluarga lain di Jepang. Gue ketemu mereka sewaktu jadi salah satu peserta program JENESYS dari Japan Fondation. JF menyediakan keluarga home stay di Jepang dengan mencocokkan keluarga yang gue inginkan dan anak asuh yang keluarga itu inginkan. Gue sebenernya nggak banyak ngasih syarat. Kalau nggak salah inget, yang paling penting itu "nggak pelihara anjing di rumah". Selain karena takut kena liurnya, gue emang takut anjing, sih. Berasa bakal digigit terus kalau liat.

Dan dengan syarat singkat yang gue tulis itu, dipertemukanlah gue dengan keluarga Matano. Yang menjemput gue di asrama adalah okaasan (Youko), anak laki-lakinya (Ryuuto), dan neneknya Ryuuto yang gue panggil obaasan (sampe sekarang gue nggak tau namanya karena kayaknya nggak sopan aja gitu mau nanya). Bersama temen gue dari Vietnam, Chii, kita berlima jalan-jalan ke Wakayama. Di sana pemandangannya indah banget. Bahkan kalau dipikir-pikir, Wakayama adalah tempat yang bikin gue pengin balik lagi dan lagi ke sana. Padahal nggak terlalu beken dan nggak ada tempat wisata yang wah banget di sana. Pertama kali ke Wakayama, gue banyak ngobrol sama okaasan. Karena saat itu bahasa Jepangnya chii nggak bagus-bagus banget, dan dia nggak ngerti bahasa Inggris, jadi gue semacam jadi penerjemahnya Chii juga.

Setelah dari Wakayama, kami pun pulang ke rumah okaasan. Dan di sana, ketemu sama otousan yang sehat dan sangat ceria. Gue suka banget selera humornya otousan. Saat itu, Ryuu masih kecil banget dan masih malu-malu untuk diajak ngomong. Jadi, gue nggak inget banyak apa yang gue obrolin sama Ryuuchan.

Sebenernya saat itu nggak bisa dibilang homestay juga, sih. Karena gue dan Chii nggak nginep di rumah mereka. Kami berdua langsung diantar pulang ke asrama malamnya.

Kami ketemu lagi sama keluarga Matano sewaktu acara perpisahan yang diadain di JF Kansai. Awalnya sih ngomongin pembelajaran di JF. Tapi begitu obrolan masuk ke arah komunikasi setelah perpisahan itu, gue nangis. Rasanya nggak pengin pisah. Masalahnya gue merasa nge-klik banget sama okaasan. Dan Okaasan bukan kayak kebanyakan orang Jepang yang terlalu menjaga batasan sama orang baru. Mungkin karena dia orang Oosaka. Okaasan dan keluarganya sangat blak-blakan kalau ngomong. Jadi gue bisa ngomong banyak hal, bahkan menyangkut kepercayaan mereka dan gaya hidup orang Jepang. Bareng mereka juga gue belajar untuk menjelaskan kepercayaan gue dan makna dari pakaian yang gue pake dengan bahasa Jepang. Nggak gampang memang. But I did it :)
Waktu perpisahan di JF Kansai. Ryuuchan masih bocah xD

Perpisahan itu terasa berat buat gue. Tapi jadi nggak terlalu terasa menyedihkan karena okaasan ternyata suka surat-suratan juga. Jadi begitu balik ke Indonesia, gue sering berkirim surat, kartu pos dan hadiah-hadiah ke okaasan. Sewaktu ngasih kabar soal nyokap gue yang dipanggil Allah, okaasan ngirimin gue surat berlembar-lembar untuk ngasih semangat dan penghiburan. Bener-bener berasa punya ibu satu lagi :')

Saat itu, sebenernya gue punya kontak LINE okaasan. Tapi entahlah, kami berdua lebih suka surat-suratan. Karena menanti suratnya membuat gue seneng. Nulis balasan surat juga membuat gue seneng karena bisa belajar gimana mengungkapkan banyak hal yang ingin diceritakan ke dalam beberapa lembar kertas.

Nggak lama setelah itu, okaasan ngasih kabar lewat surat kalau otousan divonis kanker. Gue shock banget waktu itu. Gantian gue yang nulis surat untuk menenangkan dan menghibur okaasan. Tapi sejujurnya gue nggak tau harus nulis apa. Karena gue sama shocknya dan sama sedihnya. Waktu itu, gue bertekad untuk balik ke sana dan ketemu otousan selagi masih sempet.

Sampai akhirnya gue berkesempatan untuk ke sana lagi dua tahun lalu. Walaupun ada macem-macem, ketemu otousan adalah prioritas gue. Dan kali ini, gue beneran home stay di sana. Sebelum gue ke sana, okaasan nanya apa-apa aja yang gue butuhkan, dan makanan apa yang bisa atau nggak bisa gue makan. Dan gue nggak nyangka demi gue, okaasan bela-belain beli futon baru :') Dan supaya gue nyaman untuk shalat dan lain-lain, gue dikasih satu kamar sendiri. Di kamar otousan. Waktu itu gue merasa nggak enak banget karena berasa ngusir otousan dari kamarnya (di satu sisi juga bingung kenapa otousan punya kamar sendiri, nggak bareng okaasan atau ryuuchan x'D). Tapi abis itu okaasan bilang kalau otousan emang nggak bisa tidur bareng orang lain, dan biasanya juga tidur di rumah obaasan. Jadi nggak masalah.

Begitu gue dateng ke sana, gue dijemput okaasan di stasiun, dan disambut Ryuuchan di rumah. Dan kalimat pertama yang diucapkan Ryuuchan adalah "selamat pagi. Apa kabar?" sambil liat catatan di kertas. AAAA~ RYUUCHAN CHOUKAWAII!!! *peluk*

Abis itu gue dimasakin makanan yang serba sayur dan seafood. Gue nggak ikut bantu masak karena takut malah bikin berantakan. Tapi karena ngeliat gue yang pengin bantu, akhirnya dikasih sayur-sayuran yang harus dipotong-potong. Sementara itu Ryuu di pojokan main game terus. Dia berubah jadi gamer :v Abis itu gue ikutan main juga, sih.
Jangan main mulu, Dek... :p

Nggak lama selesai makan, otousan pulang dari kerjaannya. Gue pun penasaran dan bertanya-tanya kenapa otousan masih kerja. Dan otousan bilang dia udah baikan setelah beberapa kali perawatan dan kemo. Dan dia nggak bisa menahan diri terus di rumah, mending kerja. Tipikal orang Jepang sekaleh.... Gue bawain oleh-oleh baju batik dari Indonesia, tapi sayangnya nggak muat sama otousan. Padahal itu udah ukuran paling gede. Hiks.
Otousan kembali sehat abis kemo

Malamnya, setelah semua tidur, gue dan okaasan ngobrol. Mencoba mengejar kabar-kabar yang terlewat selama 4 tahun nggak ketemu. Dan itu sampe jam 2 nggak tidur akhirnya. Hehe. Banyak banget yang diobrolin sama okaasan waktu itu. Ada banyak hal-hal pribadi yang kita omongin, yang sekali lagi gue nggak nyangka bisa ngobrolin itu sama orang Jepang. Dan itu--sekali lagi--membuat gue sadar kalau okaasan beda sama orang Jepang kebanyakan. Dia nggak ragu-ragu untuk membagi rahasia dan hal-hal pribadinya sama gue. Dan di akhir percakapan, dia pun bilang kalau nyaman ngomong sama gue karena gue orang yang terbuka dan nggak masalah melakukan deep conversation--sesuatu yang sulit dia dapat kalau ngobrol sama orang Jepang lainnya.

Pertemuan itu membuat gue sedikit tenang karena otousan udah membaik. Setelah pulang ke Indonesia, gue sulit untuk surat-suratan karena bener-bener lagi nomaden dan susah ngasih satu alamat yang pasti. Jadilah komunikasi lewat LINE. Sayangnya, tahun ini hampir nggak pernah komunikasi karena guenya sibuk banget, dan okaasan juga jarang nongol di facebook. Sampai akhirnya begitu gue inget dan mau menghubungi lagi via LINE, okaasan posting foto-foto baru di facebook. Dan gue pun mendapat kabar kalau otousan udah nggak ada sejak beberapa bulan yang lalu.... :'(

Okaasan emang sengaja nggak ngasih kabar ke siapa-siapa soal itu sampai akhirnya siap. Okaasan dan ryuuchan pun sempet liburan ke Paris untuk menghibur diri. Sekarang, komunikasi sama okaasan jalan lagi kayak biasa. Dan banyak hal-hal yang mau gue omongin dan belum sempet cerita. Begitu okaasan tau gue lanjut S2 untuk jadi dosen, malah ditawarin untuk kerja di sana karena pasti banyak lowongan untuk orang kayak gue.

Duh, sekangen-kangennya sama okaasan, tetep aja males buat kerja di Jepang mah. Ntar yah kaasan, kapan-kapan ajah akoh main ke sana lagi, ketemu Ryuuchan yang udah gede dan ngganteng :v