Kamis, 10 September 2015

Orang Jawa Nggak Bisa Ngomong Jowo

Iya. Itu. Gue.

Sayang banget nggak sih, jadi orang berdarah Jawa tapi nggak bisa bahasa Jawa? Nyesek.

Nggak bisa dihindari, sih. Secara meski kedua orang tua gue dari Jawa, gue lahir dan besar di kota besar, Jakarta. Dari TK sampe kuliah hampir nggak pernah tuh komunikasi pake bahasa Jawa. Waktu masuk kerja sih beberapa kali dapet kesempatan denger dan ngomong dikit-dikit pake bahasa Jawa. Tapi selain itu, nggak pernah. Apalagi gue juga jarang mudik karna libur kerjaan yang nggak pasti.

Sejauh ini, gue cuma paham sebagian bahasa Jawa. Itu pun yang "ngoko" alias bahasa kasar yang dipake sehari-hari. Kalo yang "kromo inggil" alias bahasa sopannya mah boro-boro. Jangankan ngomong, denger aja gue nggak paham. Jadi inget dua tahun belajar bahasa Jawa waktu sekolah di Malang, gue selalu bengong ngeliatin gurunya ngejelasin kromo inggil. Ya secara dia ngomong apa aja gue kagak paham, gimana gue mau belajar? Gue akhirnya bisa ngerti bahasa Jawa sehari-hari pun karena temen-temen di Malang sana selalu ngomong pake bahasa itu. Jarang banget mereka ngomong pake bahasa Indonesia ke gue. Waktu pertama kali ke sana, gue bahkan nggak ngerti "kutil" itu artinya "jerawat". Wah, kacau deh waktu itu mah.

Awal-awal pindah ke Malang, gue jadi anak kota yang pendiam. Iya gimana mau ngomong jugaaaa? Setelah mulai bisa beradaptasi, gue baru mulai bawel. Meskipun bawelnya tetep pake bahasa Indonesia, dan temen-temen gue nyautin pake bahasa Jawa lagi, sih. Ahahahahaha. Yang penting nyambung karena akhirnya gue ngerti mereka ngomong apa :p

Berhubung gue di Malang cuma sampe SMP kelas 1, berarti udah lebih dari 10 tahun gue nggak berkomunikasi dengan bahasa Jawa. Kalau denger sih masih paham sebagian, tapi lama-lama terkikis juga karena nggak kepake. Walaupun begitu, waktu nonton OVJ sih gue masih paham kalo pemainnya pada bercanda pake bahasa Jawa.

Nah, minggu kemarin kan akhirnya gue pulang ke Magetan karena ngebet mau jalan-jalan juga. Begitu nyampe sana, gue pusing. Mbah gue ngomong dan gue nggak ngerti sama sekali, tolong. Kalo sepupu-sepupu gue sih masih campur ngomongnya, jadi bisa ngerti lah.

Nah, saat-saat begitu tuh sebenernya gue nyesel banget jadi orang kota. Kalo aja gue tinggalnya di Jawa kan gue bakal fasih dua bahasa tanpa perlu susah payah. Kalo sekarang gue mau bisa bahasa Jawa ya mau nggak mau harus belajar dulu. Huh, rugi deh.... ("3")

Bahkan aksaranya aja gue lupa bacanya gimana. Padahal dulu itu satu-satunya yang gue bisa pas pelajaran bahasa Jawa. Bisa baca, tapi sama sekali nggak ngerti artinya apa. Wahahahahahaha xD
Walaupun nggak paham-paham banget, sejujurnya gue seneng sih dateng ke tempat orang-orang yang ngomong dengan bahasa yang beda sama bahasa yang gue pake sehari-hari. Jadi kerasa banget jalan-jalannya, kan? Hehehehe. Selain itu, gue juga suka banget dateng ke Magetan lagi karena lalu lintas di sini itu rapiiiiiiihhh meeeeeennn..... Ah, kalo dibandingin sama Jakarta sih jauh banget. Hampir nggak pernah nemu orang naik motor yang lewat garis putih waktu lampu merah. Pokoknya beneran rapi deh. Selain itu juga bersih banget. WOW banget deh pokoknya. 

Wisata kayak gini bisa ditempuh dengan naik motor dari rumah mbah gue. Walaupun motornya ngadat dan nggak kuat naik tanjakan, jadi harus sabar dengan kecepatan 20km/jam sih -____-
Bisa liatin monyet berantem rebutan kokakola juga.... 

Foto terakhir itu mungkin bagian yang paling gue suka waktu di sana. Ngeliatin macem-macem kebon!! Kebon labunya cakep buangeeeeeeeeeeeeeeeettttttttt!!! AAAAAAKKK!! Pengin beli labunya satu dan bikin "carving pumpkin", tapi ternyata lumayan mahal harganya....huweeeee....

Akhirnya malah beli strawberry karena strawberry di sana manis dan enak banget.

Pokoknya ngeliat kebon dan sawah sepanjang jalan kenangan itu berasa pengin main harvest moon lagi deh. Sayangnya waktu balik ke rumah dan ngambek pengin main, ternyata laptop gue nggak cukup kapasitasnya -______-

Huh!
Pengin main ginian lagi terus ngajak nikah Mary si kutu bukuuuuuuuu~

Selasa, 08 September 2015

Tantangan Menulis OWOP - Kembar

Ini tantangan menulis dari si kembar Lisma & Lisda
Tantangannya tentu saja bertema "Kembar", ahahahahaha :D

Akhirnya gue dan Ruru pun sepakat bikin cerita sambungan.
Ceritanya dia udah di posting di sini, dan ini cerita gue.

________

"Lo di mana?" tanyanya di seberang telepon.

Di mana ini? Pikirku mengulang pertanyaannya. Haruskah aku sebutkan semua toko yang ada di sini? Tapi rasanya warung kopi atau warung rokok itu nggak bisa jadi patokan yang bagus, sih.

Hebatnya, temanku ini bisa langsung tahu kalau aku kelewatan hanya dari deskripsiku yang seadanya. Heran, kenapa sih dia dianugerahi kemampuan pemetaan yang ajib begitu? Bukannya seharusnya perempuan itu susah membaca peta dan menentukan jarak, ya? Ilmu itu kudapatkan setelah membaca buku psikologi populer "Why Men Can't Listen and Women Can't Read Maps". Artinya, temanku ini sudah melampaui ilmu psikologi yang berkembang hingga saat ini. Hebat sekali.

Setelah kurang lebih sepuluh menit berjalan kaki menuju arah sebaliknya, aku pun bisa melihat sosoknya yang sedang berdiri menungguku di ujung jalan. Sangat mudah dikenali karena ia memakai baju yang sama denganku. Ngapain dia pakai baju itu juga?

"Ayok," kataku akhirnya tanpa membahas kenapa baju kami kembaran. Sudah biasa, sih. Jadi malas membahasnya lebih jauh.

Sebenarnya, sih rasanya kepingin banting tas karena rencanaku untuk nggak kembaran baju gagal. Hari ini aku tidak dalam mood untuk kembaran, tapi ujung-ujungnya begini juga. Aku memang memakai baju hijau yang kami beli bersama beberapa waktu yang lalu, karena kemarin baju ini sudah kupakai. Sayang kalau hari ini aku harus pakai baju yang lain. Kalian tahu kan ada yang namanya baju-semi-kotor? Jadi, baju hijau ini nggak bersih, tapi juga belum kotor. Rencananya baju ini bakal kucuci malam ini. Dan kupikir temanku itu nggak akan kepikiran untuk memakai baju yang sama karena toh kami tidak janjian apapun sebelumnya.

"Ada anak kembar," celetuk seorang pedagang saat kami berjalan memasuki Taman Makam Pahlawan.

Tuh, kan. Gini deh jadinya kalau pakai baju kembaran. Terlalu menarik perhatian. Sejak awal kuliah, selalu begini. Ada saja hal-hal yang membuat kami dibilang kembar. Entah itu karena kami yang ngomong hal yang sama di saat yang bersamaan, berdebat untuk memiliki satu hal yang sama, bahkan ketika mendapat nilai yang sama persis di beberapa mata pelajaran.

Sejujurnya aku tak terbiasa dengan hal ini. Sejak dulu aku senang menjadi pribadi yang berbeda di kalangan teman-temanku. Aku yang begini tiba-tiba saja punya teman yang semuanya mirip denganku. Rasanya sulit diungkapkan. Apalagi temanku itu memang menginginkan saudara kembar sejak dulu. Sedangkan, aku sama sekali nggak kepikiran soal itu.

Lama berkeliling, akhirnya kami memutuskan untuk berfoto berdua di depan monumen TMP. Sulit sekali foto berdua menggunakan kamera DSLR milikku. Sejauh apapun tanganku menjulurkan kamera itu, tetap saja tidak menghasilkan gambar yang kuinginkan.

"Mau diambilin fotonya, mbak?" tanya seorang laki-laki yang sejak tadi memperhatikan kami berdua yang sibuk berfoto.

Kami pun saling berpandangan dan tersenyum senang. Aku memang tadi bilang sebal karena penampilan kami terlalu menarik perhatian. Tapi di sisi lain, penampilan ini juga menarik orang untuk membantu kami yang sedang kesusahan.

Kalau dipikir-pikir baru kali ini aku punya teman yang setuju apapun pendapatku. Siapa coba yang mau diajak jalan-jalan ke makam untuk merayakan ulang tahun?

"Karena ulang tahun kita tanggal 30 September, kenapa kita nggak keliling ke tempat kejadian G30S/PKI aja?" Itu kataku kemarin. Padahal cuma iseng, karena aku punya kecenderungan untuk mengajukan usul yang agak berbeda dari orang kebanyakan. Tapi ternyata temanku itu langsung setuju, hingga akhirnya hari ini kami menetapkan untuk jalan-jalan ke TMP, Museum Sasmitaloka, dan Museum Lubang Buaya.

Karena kami berdua juga suka menulis, kami juga dengan mudah bisa menggabungkan ide dan mengeksekusinya seolah hanya satu orang yang menulis. Kami juga sangat suka membaca, sehingga kami tidak pernah membeli buku yang sama lagi sejak kami kenal. Sebab aku sudah menganggap koleksi bukunya adalah perpustakaanku, begitu juga sebaliknya.

Meskipun aku sering sebal, tapi kalau aku memang ditakdirkan punya saudara kembar seperti dia rasanya tidak buruk juga.

-Nana-
3/9/2015

Berhubung Lilis (Lisma & Lisda) minta bukti fotonya, ini nif foto aslinya. Foto jadul beberapa tahun yang lalu. Ahahahahahahahaha xDD

Yang kiri hasil moto sendiri, terlalu zoom karna kameranya kegedean. Yang kanan difotoin kakak-kakak baik xD


[Flashfiction] Kembang Api


Di atap gedung itu, mereka berdua terdiam membisu. Tadinya sang perempuan tidak mengerti kenapa laki-lakinya menarik tangannya tanpa mengatakan apa-apa. Padahal mereka berdua tengah menikmati festival akhir tahun di tengah kota ini.

"Kenapa kita ke sini?" tanya si perempuan akhirnya.

"Coba tebak," kata si laki-laki dengan nada menggoda.

Si perempuan memperhatikan sekeliling. Atap gedung ini sepi, dan sepertinya memang tak ada orang lain di dalam gedung karena semua lampunya padam. Mengapa laki-lakinya sengaja mengajaknya ke tempat seperti ini? Apa karena ia ingin memberikan hadiah? Ah, ini kan hanya festival menyambut tahun baru. Mana ada orang yang memberikan hadiah saat-saat seperti ini. Dan hari ini juga jelas bukan ulang tahunnya.

Ah, dia tahu!

"Aku tahu!" seru si perempuan antusias. Ia mengangkat telunjuknya tinggi ke suatu tempat di keramaian. "Kembang api." Ia pun tersenyum penuh kemenangan.

Si laki-laki mengangguk. "Dan kita akan menikmatinya dalam 5...4...3..." Ia fokus pada jam tangannya.

"2...1..." Si perempuan ikut menghitung mundur dengan tidak sabar.

"PSIUUU! DUARRR!!! BLARR!!"

Semua orang bersorak sorai melihat langit yang kini penuh warna. Kembang api muncul di langit selama satu menit penuh. Waktu yang cukup untuk seorang laki-laki di atap gedung untuk melepas kedua sarung tangan, jaket, topi, serta pistol yang ia pakai, dan membuangnya ke tempat tersembunyi.

Sementara itu di hadapannya tergeletak si perempuan yang sudah tak bernyawa karena ledakan pistol apinya sejak detik pertama kembang api meledak.

#malamnarasiOWOP
Nana 8/9/2015