Jumat, 21 Agustus 2015

Leo & Alfa - Chapter 7 Lomba Kedip






Libur tlah tiba...
Libur tlah tiba...
Hore! Hore! HOREEEEE!!!

Kalian pikir lagu inilah yang muncul di benak anak-anak SD Mars?

Nggak.

“Panass... Panass... Panaaass... Badan ini!” Leo mendendangkan lagu Gigi, band papan atas. “Pusing... Pusing... Pusing—”

“—pala barbie!” lanjut Kiki sok tahu.

Leo menggeplak kepala teman main bolanya itu karena lirik asal-asalannya yang merusak nyanyian indahnya. Upacara di tengah panas terik ini membuat mereka stress dan gampang marah.
Di hari kemerdekaan yang seharusnya menjadi hari libur nasional ini, kenapa mereka harus repot-repot datang ke sekolah untuk upacara bendera, sih?

Leo dan teman-temannya bukannya tidak cinta Indonesia. Mereka cinta banget, malah. Buktinya, tiap hari mereka nyiumin tanah lapangan sebelum main bola. Masalahnya, bisa nggak sih pidato pak kepala sekolah dibuat lebih singkat, padat, dan jelas? Ini sudah lewat setengah jam sejak pak kepala sekolah berpidato soal hari kemenangan. Kenapa juga sih pak kepala sekolah harus memulai ceritanya sejak jaman batu? Anak-anak sudah cukup berkenalan dengan manusia-manusia purba dari Sangiran dan sekitarnya pada saat pelajaran IPS. Lagian dari jaman batu sampai masa-masa merebut kemerdekaan itu jaraknya ribuan tahun!

“Alfa tahan banget ya dengerin pidato pak kepala sekolah...” sindir Leo sambil memanyunkan bibirnya.

“Bukan gitu, Leo. Tadi pak kepala sekolah bilang Phitecanthropus Erectus ditemukan di Sangiran dan Meganthropus Paleojavanicus ditemukan di Papua. Itu kan ngaco! Udah jelas ‘Java’ dari Javanicus berarti Jawa! Aku harus perhatiin apa aja yang diomongin kepala sekolah, nanti selesai upacara aku mau protes,” tegasnya.

Andai Leo paham apa yang dibicarakan Alfa, dia pasti ikut protes. Sayangnya, dia hanya bisa memperhatikan kacamata pantat botol yang dipakai Alfa sambil berpikir, ‘mata Alfa nggak kelihatan.’

***

Selesai upacara, seharusnya semua anak-anak bisa pulang ke rumah masing-masing layaknya anak-anak sekolah yang lain. Tapi khusus untuk SD Mars, pak kepala sekolah mengadakan lomba untuk memeriahkan 17 Agustus di dalam lingkungan sekolah. Pak kepala sekolah bilang, anak-anak bebas untuk memilih, mau ikut lomba di sekolah atau pulang dan mengikuti lomba yang juga pasti ada di lingkungan rumah mereka. Tadinya semua murid sepakat untuk pulang saja. Sayangnya pintu gerbang sekolah terkunci, dan pak kepala sekolah bilang kuncinya hilang ditelan kuda laut.

Alfa sudah mau protes karena di sekitar situ tidak ada laut. Namun pak kepala sekolah berhasil membungkam mulutnya dengan sogokan ensiklopedia tumbuh-tumbuhan edisi terbaru dan terlengkap.

Dengan terpaksa, semua murid SD Mars akhirnya berpartisipasi dalam lomba yang telah disusun oleh kepala sekolah.

“Oke anak-anak! Lomba pertama adalah lomba kedip!” seru pak kepala sekolah dengan antusias.

“Wah! Aku mau ikuuut!” teriak Halimah yang langsung kedip-kedip manja.

“Ini lomba macam apaan??” protes murid-murid cowok.

“Ehem!” Pak kepala sekolah mencoba menarik perhatian murid-muridnya kembali. “Jadi, ini bukan lomba kedip-kedip seperti yang disangka Halimah ya anak-anak. Di lomba ini, kalian akan berhadapan satu sama lain dan saling pelotot, yang kedip duluanlah yang kalah. Paham?”

Dengungan huruf O panjang terdengar dari setiap sudut.
Murid-murid dari setiap kelas harus melawan teman sekelasnya sendiri hingga tersisa satu orang pemenang. Kemudian pemenang dari tiap kelas akan berhadapan hingga ketemu juara 1, 2, dan 3. Begitu peluit berbunyi, murid-murid SD Mars langsung heboh mencari lawan dari kelasnya sendiri. Leo tentu saja langsung berhadapan dengan Alfa.

“Alfaaa! Kacamatanya lepasss!” seru Leo.

“Tapi nanti aku nggak bisa lihat kamu kedip atau nggak!” protes Alfa.

“Lah, kalo kamu pake, gimana caranya aku liat kamu kedip atau nggak!?”

Saat mereka ribut, Halimah sudah mengalahkan beberapa orang dari kelas mereka. Ia pun menghampiri Leo dan Alfa untuk membantu.

“Udah, biar Halimah yang kece ini yang jadi juri. Alfa, kamu lepas kacamata. Nanti aku yang kasih tau kamu Leo kedip apa nggak.”

Mendengar bujukan Halimah, Alfa pun akhirnya melepas kacamata pantat botolnya. Namun begitu melihat mata Alfa, Leo kembali protes. “Iiih! Alfa melek dong, jangan merem! Nggak aci!!”

“Ssstt! Leo! Kamu nggak boleh gitu! Itu namanya rasis!”
Mendengar pertengkaran keduanya, Alfa membuka matanya perlahan.
Bukan, dia bukannya sipit. Masalahnya ini pertama kalinya ia melepas kacamata di bawah matahari seterik ini. Kacamata pantat botolnya selalu melindungi mata Alfa dari sinar matahari. Sehingga kali ini ia harus sedikit lebih berusaha untuk beradaptasi.

“Oke! Aku siap!” seru Alfa.

Halimah menghitung mundur dari angka tiga, dan pertandingan pun dimulai. Beberapa detik berlalu, Leo dan Alfa masih saling pelotot tanpa berniat untuk berkedip. Beberapa detik selanjutnya, mata Leo sudah kedutan parah, dan Alfa bersikeras agar diperbolehkan mengganjal matanya dengan batang korek api. Leo tidak keberatan dengan permintaan Alfa, asal batang korek apinya dinyalakan.

Setelah adu mulut tanpa juntrungan, akhirnya Alfa menyerah. Ia pun berkedip berkali-kali untuk membasahi bola matanya yang kering, dan segera memakai kembali kacamatanya.

“YEEEEAYYY!!! AKU MENANGG!!” teriak Leo. “Sebagai perayaan, aku bakal nggak kedip selama beberapa detik lagi!” katanya sombong.

Alfa membenarkan letak kacamatanya seraya berkata, “Leo, kamu tahu nggak kalau manusia bisa mati kalau nggak berkedip selama dua menit?”

Selanjutnya Leo terus mengedipkan matanya dan keliling mencari obat tetes mata. Sementara Alfa diam saja melihat kelakuan Leo yang termakan bualannya. Dua menit apaan, rekor dunia mencatat ada orang yang mampu tidak berkedip selama 30 jam!

***

Tadinya Halimah ingin menantang Leo. Namun sepertinya Leo lebih dulu mundur dari pertarungan. Maka, ia pun celingak-celinguk mencari teman sekelasnya yang tersisa.

“Halimah mau lawan Tuti?” tanya Tuti dengan tingkat kepedean setinggi langit.

“Tuti...” balas Halimah dengan nada seperti ingin menjawab tantangan.

Bibir halimah menyeringai jahat, sementara Tuti menyilangkan kedua tangannya di depan dada dan mengangkat dagunya.

“Tinggal kita berdua yang tersisa dari kelas tiga,” ucap Tuti lagi.

“Kalau begitu, ini saatnya menentukan siapa yang terkuat. Fufufufu...” Halimah tertawa ala pemeran jahat di sinetron-sinetron. Punggung tangan kanannya berada di depan mulut saat ia tertawa seperti nona besar yang kaya raya.

Mereka berdua berpikir kalau adegan tersebut sudah layak menjadi trailer movie kelas atas. Sehingga sejak tadi mereka berdiri dan bergerak seolah ada kamera yang menyorot mereka. Sayangnya bagi anak-anak lain, Halimah dan Tuti masih kelihatan sebagai anak ingusan yang terkontaminasi sinetron murahan.

Lomba telah dimulai. Halimah dan Tuti masing-masing memegang bahu lawannya, sedikit membungkuk, dan saling tatap. Beberapa detik berlalu, dan keduanya tidak menunjukkan tanda-tanda akan menyerah. Maka, Halimah pun melancarkan serangan.

“Ada jerawat di hidung kamu!” seru Halimah.

Dahi Tuti mengkerut. “Bohong! Kamu tuh yang punya jerawat di jidat!”

“Iya, di jidat aku ada jerawat, tapi kecil. Di hidung kamu jerawatnya udah mau pecah, tauk!” balas Halimah lagi, tak mau kalah.

“Nggak! Kata mama, muka Tuti itu mulus. Semulus pantat bayi!”

Halimah pun menyeringai jahat. “Tetep aja kayak pantat!”

Saking terkejutnya, Tuti pun mengedipkan mata dan membuka mulutnya lebar-lebar, tak bisa berkata-kata.

“YEAAAA!! MENAAAAAANGGGG!!!”

Akhirnya, Halimah menjadi wakil kelas dalam perlombaan kedip. Sementara Tuti menangis dan ingin buru-buru pulang untuk menanyakan pada mamanya apa benar mukanya dia kayak pantat.

END


___________

Akakakakakaka
Ini cerita apaaaaaaaaaaaaaaaaaa???

Harusnya ini diikutin lomba menulis OWOP tentang kemerdekaan. Tapi waktu itu belum selesai tulisannya. Yah, gapapalah. Itung-itung nambah kisahnya Leo & Alfa. Entah kenapa kalo lagi nggak ada ide bikin cerita, pasti anak-anak ini yang jadi sasaran. Atau kalau lagi ada ide cerita, tapi random banget, lagi-lagi karakter anak-anak ini yang berperan. Entah kenapa punya karakter macam anak-anak kelas 3 SD Mars dan kepala sekolahnya ini membuat gue bebas berekspresi. Mau gue apain aja itu karakter, terserah gue. Ahahahahahaha #dijadiinbola #ditendangLeo

1 komentar: