Jumat, 09 September 2016

Antara Membaca Buku dan Menonton Film

Judulnya....

Perdebatan lama banget ini mah :))

Ada yang suka nonton film lebih dulu baru baca novelnya. Ada yang lebih suka baca novelnya dulu sebelum nonton. Ada yang suka nonton doang, dan ada yang suka baca doang.

Kalo gue sih tergantung ceritanya. Meskipun biasanya lebih suka baca dulu baru nonton. Tapi menurut gue, sebenernya dua aspek ini susah banget untuk dibandingkan karena medianya emang beda. Kalau mau ngebandingin film, jangan sama bukunya, tapi sama film lain. Begitu juga buku.

Jadi, sejujurnya gue enggak masalah kalau film yang diangkat dari buku hasilnya akan beda. Gue tetap akan menilai film itu dari kacamata 'penonton', bukan 'pembaca'.

Tapi yang mau gue bahas bukan itu, sih...
*Lalu dipaketin ke Timbuktu*

Gue mau bahas soal dua macam manusia, yakni manusia yang lebih suka disodori visual dan manusia yang lebih suka disodori tulisan.

Kebanyakan manusia, lebih suka yang visual. Jelas karena adegannya, bentuknya, dan segala macamnya terlihat jelas saat nonton. Mereka akan berpikir "Apa sih serunya lihat tulisan doang? Asikan nonton, ada gambarnya... bergerak lagi..."

Tapi bagi jenis manusia yang satu lagi, deretan tulisan terasa jauh lebih menarik dari efek visual semahal apa pun. Kenapa?

Gue bisa jawab ini karena gue adalah tipe manusia jenis kedua.

Yang pertama, dibanding efek visualisasi semahal apa pun, imajinasi dalam otak manusia itu jauh lebih canggih. Dengan disodori tulisan, manusia bisa memvisualisasi cerita tersebut SEBEBAS-BEBASNYA. Dan bagi manusia yang memang senang mengimajinasikan segala macam hal dalam otaknya, membaca adalah bentuk rangsangan yang luar biasa. Kecuali pas baca buku pelajaran, sih. Gue masih susah mengimajinasikan gambaran proton dan elektron sampe sekarang. Mereka punya masalah apa, sih!? Ganti-ganti pasangan mulu.

Yang kedua, menjadi pembaca itu artinya memiliki kekuatan untuk mengendalikan tempo cerita. And this is what I really like about reading. Kalau nonton sesuatu, waktunya pasti udah jelas. Film berdurasi dua jam ya pasti akan habis dalam dua jam. Kalau sengaja di-skip supaya cepat, mungkin akan ada adegan-adegan penting yang terlewat. Sementara saat membaca buku, cepat atau lambatnya cerita itu habis tergantung pembacanya. Gue bisa menyelesaikan dengan cepat novel yang memiliki karakter sedikit dan konfliknya tidak terlalu banyak. Setelah baca, lalu gue pun mengucap syukur Alhamdulillah karena akhirnya novelnya selesai juga. Bisa juga selesai lebih cepat karena gue drop saking ngeboseninnya. Bisa juga selesai cepat karena kalau tidak dibaca dengan tempo yang cepat, maka kesan menegangkannya akan hilang.

Sementara untuk novel yang padat informasi dan agak sulit dicerna, lebih asik kalau dibaca dengan tempo yang agak santai supaya semua informasi terserap dengan baik. Kayak novel "Deception Point" karya Dan Brown yang lagi gue baca sekarang. Udah sebulan belum selesai-selesai juga bacanya. Wakakakaka. Oke, ini di luar masalah kalau gue juga sibuk, sih.

Tapi, biasanya gue bisa menyelesaikan novel Dan Brown yang lain dalam 2-3 hari. Padahal semua novel dia kan berjenis buku bantal gitu. Besar, tebal, dan sangat cocok dijadikan bantal. Soalnya semua novel dia sebelumnya itu selalu mengangkat tema sejarah yang kelam, simbol, dan kode-kode unik. Nggak membutuhkan waktu lama untuk dicerna.

Sementara novel Deception Point ini membahas intrik politik yang sejujurnya kurang menarik buat gue. Di samping itu ada juga intrik NASA dan intel. Berat banget! Dari awal, gue butuh waktu untuk mencerna teknologi-teknologi canggih yang digunakan NASA dan intel ini. Malah, sebagian besarnya gue nggak bisa menggambarkan lewat imajinasi. Tapi gue lebih fokus ke fungsi teknologi-teknologi canggih itu. Jadi secara jalan cerita, nggak masalah. Nah, udah disuguhi tulisan-tulisan sci-fi yang ciamik gitu, ditambah lagi intrik politik yang dalam. Kebohongan demi kebohongan terungkap, sampai akhirnya gue sendiri kliyengan ini siapa yang ngebohongin siapa. Jalan ceritanya bener-bener nggak ketebak dan tiap chapter gue berasa dipermainkan sama si penulis. Ini hampir aja gue teriak-teriak di foodcourt mall gara-gara fakta baru yang terungkap sama intel dalam novel ini. Akhirnya cuma bisa hentak-hentak kaki saking frustasinya gimana menyalurkan ketegangan.

Rasanya pengin banget menyampaikan ke semua umat kalau... BACA ITU ASIK LOH!!

Buku yang bikin jantung gue kelewat bekerja keras, dan paru-paru melupakan tugasnya untuk menghisap oksigen dari udara

1 komentar: