Rabu, 31 Agustus 2016

[Flashfiction] The Dictator's Son

"Tapi Tuan, tidak seharusnya kita—"

“Ssstt! Bisa enggak sih kamu diam? Kamu cuma pengawal!” hardikku seraya mencubit pinggangnya.

Dia mengaduh kesakitan, namun tak berani berkata apa-apa lagi. Dengan wajah penuh kecemasan, ia pun tetap berada di belakangku yang sama sekali tidak membuka penyamaran dengan kacamata hitam dan rambut palsu yang sangat catchy ini. Untung rambut asliku sangat cepak, sehingga tak ada seorangpun yang menatapku curiga dengan rambut ala boyband yang poninya terlalu panjang hingga hampir menutupi mata ini. Agak gatal, sih. Tapi demi penyamaran sempurna, apa pun akan kulakukan.

“Seharusnya kamu bersyukur,” kataku pada pengawalku. “Kapan lagi kamu bisa menikmati hidup seperti ini kalau tidak pergi bersamaku?”

“Tapi Tuan Jong-Min, ayah anda pasti marah besar kalau tahu anda melewati perbatasan dan datang ke sini…”

“Dong-Wan, kamu ngerti enggak sih apa tujuan utama penyamaran?” balasku sarkas. “Ya jangan sampai ayah tahu, lah! Dan itu tugasmu untuk menutupinya. Soalnya, kamu pasti digantung kalau sampai rahasia ini bocor.”

Dong-Wan menelan ludah. Malang sekali nasibnya harus menanggung risiko besar karena pergi bersamaku. Tapi apa boleh buat. Sudah lama aku bermimpi untuk sampai ke tempat ini. Sudah bertahun-tahun aku sembunyi-sembunyi agar ayah sama sekali tidak bisa melacak jejakku mencari tiket agar bisa hadir di sini. Dan sekarang, aku ingin menikmati kebebasan sejenak meski dibaliknya ada risiko teramat besar yang harus kutanggung.






________


Seulpeohaji ma NO NO NO
Honjaga anya NO NO NO
Eonjenanana naege hangsang bichi dwae jun geudae
Nae soneul jabayo ije jigeum dagawa gidae
Eonjena himi dwae julge

APINK MEMANG HEBAT!!

Aku berteriak girang sambil mengikuti lirik lagu mereka yang sudah kuhapal mati.

Kuralat pernyataanku sebelumnya. Biarpun aku harus ketahuan pergi ke Korea Selatan untuk nonton konser APink dan mungkin akan dihukum mati saat pulang nanti, aku tidak akan menyesal. Karena setelah melihat mereka secara langsung di depan mata, aku merasa bisa mati dengan tenang sekarang.

Sejak tadi Dong-Wan bersikap sangat kaku. Namun akhirnya dia mulai mengangguk-anggukkan kepalanya mengikuti irama. Memang tidak ada yang bisa menolak pesona APink, sih!

Sudah kubilang Dong-Wan tidak akan menyesal kuajak kemari.

____


“Gimana?”

Dong-Wan agak ragu menjawab pertanyaanku, namun akhirnya ia menjawab “Mereka hebat… dan cantik…”

“Iya, kaaan!?”

Mendapat tanda persetujuan dari Dong-Wan, aku pun mulai nyerocos. “Seharusnya mereka dan girlband lain bisa konser juga di tempat kita. Hitung-hitung mengobati suasana suram di seluruh negeri.”

“Tapi ayah anda pasti tak akan mengijinkan…” kata Dong-Wan ragu.

“Ya mana mungkin si bulat itu kasih ijin!? Nonton TV saja dilarang! Dia sadar enggak sih kalau dia jadi bahan candaan di seluruh dunia?” kataku kesal.

“Anda tidak boleh berkata begitu pada ayah anda…” Dong-Wan kembali ke karakternya semula yang begitu pengecut dan takut akan ancaman-ancaman ayahku.

“Memangnya kamu nggak kesal?” tanyaku tajam.

Dong-Wan diam saja.

Kalau aku terlahir sebagai warga biasa di Korea Utara, jangankan pergi menyelinap ke negara tetangga seperti ini, ngomong jelek soal orang itu saja aku pasti langsung dihukum penjara selama tiga turunan. Itu artinya anak dan cucuku juga akan berada di penjara selamanya meski hanya aku yang melakukan tindak pidana. Untungnya—sebenarnya aku masih belum tahu status ini keberuntungan atau kesialan—ibuku tercinta berhasil memenangi pertarungan dengan wanita di seruluh negeri untuk menikahi sang pemimpin tunggal, Kim Jong-Un. Sehingga setidaknya, aku sebagai anaknya, menerima kebebasan dari ancaman dan penyiksaan yang dilakukan ayahku pada orang-orang di seluruh negeri.

Akal sehatku mungkin hilang kalau ayah yang mengasuhku. Mungkin aku akan jadi anak yang kejam dan tidak berperikemanusiaan seperti dirinya. Syukurlah dia terlalu sibuk mengatur negara dan menyerahkan pengasuhan pada ibu. Sehingga aku sadar sepenuhnya akan keadaan negeri yang begitu menyedihkan ini.

Seperti kubilang tadi, TV dilarang di negeri kami. Kecuali siaran yang memang dibuat oleh pemerintah. Ya, ayahku. Tentu saja sambungan internet ke luar pun dilarang. Mungkin hanya aku yang memiliki akses penuh ke seluruh penjuru dunia melalui internet. Sayangnya, ayah tidak sadar kalau aku bukannya mempelajari sesuatu untuk memperkuat negeri ini dibandingkan negeri-negeri lainnya. Lewat internet, aku justru sadar kalau negeri kami begitu sempit. Begitu banyak kebahagiaan yang dirasakan oleh orang-orang di luar sana. Dan jujur, aku tidak bisa berhenti tertawa begitu menemukan situs yang banyak menampilkan MEME kasar tentang ayahku.


Andai ayahku bisa membaca pikiran, aku pasti sudah direbus dalam panci panas.

Intinya, ayahku dan kekuasaannya yang tak terbatas itu memang tidak masuk akal! Tapi tidak apa-apa, karena aku adalah satu-satunya keturunan yang akan menerima tahtanya suatu hari nanti. Hari itu akan lebih cepat datang kalau aku berhasil meracuni makanannya tanpa ketahuan, sih.

Dan saat aku menerima tahta nanti, kupastikan APink bakal menggelar konser di Korea Utara! Lihat saja!

“Kita pulang sekarang, Tuan Muda Kim Jong-Min?”

“Ya. Kita harus cepat sampai rumah sebelum ayah sadar kalau aku pergi ke luar.”


TAMAT

A/N: Yang nulis ini juga pasti tamat riwayatnya kalo ada mata-mata si "ayah" yang bisa bahasa Indonesia. Dan maaf yah ini sarkas banget. Abisnya kasian banget itu penduduk Korut terisolasi macam penduduk di cerita-cerita Fantasi Distopia. Bener-bener ngebayangin kayak film Divergent atau Hunger Games. Atau kalau ada yang tau 'Ikigami'. Wah itu parah banget...

Makin kesel lagi begitu baca berita kalau atlet Olimpiade Korut bakal dihukum kerja paksa karena gagal memenuhi target medali di Olimpiade Rio kemarin :'(

Semoga kisah satu negara yang dipisah secara paksa ini bisa berakhir kayak Jerman yang akhirnya meruntuhkan tembok Berlin. Aamiin...

Comment, guys! I risk my life to wrote this one! *PLAAK*

Cerita ini saya tulis sebagai salam perpisahan ke Widya dan Elita yang sebentar lagi mau ninggalin saya ke negeri scone. Huhuhuhu :'( 

Belajar yang rajin ya kalian.... Kalo udah sukses jangan lupakan akuh #apasih

8 komentar:

  1. Lebih terasa sarkasme nya ya Na... awas durhaka ama babe ya ngata2in babe mulu. lucunya ngebayangin ajudannya dikerjain.
    Ada typo dikit Na, coba cek paragraph 3 kata menataku mestinya menatapku. Ada 1 lagi tapi pas balik aku ga nemu lupa tadi kata apa hahhaa..
    Lanjutkan na.. (it's me Asti OWOP)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wah, Astieee makasih komennya. Hahaha xD
      Iya emang berniat sarkas juga sih. Abis dia ngeselin. Mengisolasi satu negara gitu.

      Makasih ya editannya~ I'll edit it soon :)

      Hapus
  2. Hmm, akan ku laporkan kepada ayahanda,by anak haram kim jong **

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ah kamuuuu!!! Gak nyangka ada mata-mata di Indonesia!! #kabur

      Hapus
  3. Typo tuh. Ijin, seruluh XD

    Mari beri tepuk tangan pada Nana yang menulis cerita ini XDD

    BalasHapus
    Balasan
    1. Maap buru-buru nulisnya. Hahahaha. Segera diediiit~

      Yes, I deserved that claps xDD #plaak

      Hapus
  4. you're at risk, Na. Hhaha.
    *Dan gue baru nyadar ternyata korut separah itu #plak

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hahahaha, iya Ciiii~ #pasrah

      Gue juga baru tau akhir2 ini sampe separah itu gara2 liat2 video orang2 yang berhasil keluar dari Korut. Kasian banget mereka....

      Hapus