Kamis, 05 November 2015

Suara Ketukan Pintu

Tiga kali suara ketukan di pintu kamar membangunkanku yang sedang tertidur nyenyak. Bagiku, suara itu adalah alarmku di pagi hari, sekaligus suara yang selalu kutunggu-tunggu kehadirannya.

Aku menanggalkan selimut yang kupakai dan segera berdiri dan berjalan menuju pintu. Begitu pintu kubuka, kini bisa kulihat seorang anak yang selalu menyambutku dengan senyuman manisnya.

"Pagi, dek. Enak tidurnya? Mau sarapan apa?" tanyaku riang.

Adik kecilku, Rika menunjukkan gigi-geliginya yang putih bersih. Itu tandanya ia akan memakan apa pun yang kubuatkan untuknya. Seperti biasa. Aku pun segera mengikat rambutku dengan karet gelang dan menuju dapur untuk menyiapkan sarapan.

Orangtua kami telah lama tiada. Ayah meninggal karena kecelakaan saat aku masih kecil. Sementara Ibu meninggal tak lama setelah melahirkan Rika. Ibu mengalami pendarahaan hebat. Sementara itu Rika kecil berhasil selamat setelah para dokter mati-matian berusaha merawatnya. Sayangnya, Rika kehilangan suaranya sejak dilahirkan di dunia. Dan bagi anak kecil yang malang itu, hanya akulah satu-satunya tempat ia bergantung.

Aku tidak pernah keberatan, tentu saja. Dia adik kecilku yang manis. Dia tidak pernah mempertanyakan mengapa dirinya tak sempurna seperti orang-orang lain. Baginya, asal masih ada aku di sampingnya, dia akan terus tersenyum dan baik-baik saja. Akhir-akhir ini dia belajar menulis hingga akhirnya mengirimkan selembar surat untukku. Surat itu ia selipkan dari bawah pintu kamarku setelah mengetuk pintunya tiga kali. Dalam surat itu hanya tertulis satu kalimat, namun mampu membuatku menangis terharu saking senangnya.

'Rika sayang Kak Rita.'

...

Sebagai seorang penerjemah, aku lebih banyak bekerja di rumah. Pekerjaan ini juga menjadi pilihan terbaik karena memungkinkanku untuk menjaga Rika setiap saat. Setiap bekerja, aku menutup pintu kamar agar bisa sedikit konsentrasi. Rika hanya perlu mengetuk pintu itu tiga kali jika ia butuh sesuatu. Aku pun dengan sigap akan membantu Rika dan meninggalkan pekerjaanku sejenak.

Namun beberapa hari ini semuanya berbeda. Kemalangan besar menimpa diriku. Aku sedih hingga menangis sejadi-jadinya selama beberapa hari. Ketukan di pintu kamarku kini tak lagi membuatku bersemangat. Malah, setiap suara ketukan itu terdengar, aku selalu melemparkan benda apapun yang ada dalam jangkauanku ke arah pintu hingga menimbulkan suara keras.

'TOK! TOK! TOK!'

'PRAANG!!'

Kali ini aku melemparkan gelas beling yang ada di atas meja kerjaku. "DIAAM! DIAM! JANGAN KETUK PINTU KAMARKU LAGI!!" teriakku frustasi.

Rika telah tiada beberapa hari yang lalu, namun suara ketukan pintu itu tak pernah pergi meninggalkanku sendiri.

6 komentar:

  1. Cieee.... Nana bikin ada unsur angst-nyaaaa!

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ini horor maksudnyaaaaaaaaaaaaaaaaaaa~
      Aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa~ Kok gue nulis salah sasaran mulu "3")

      Hapus
  2. Kok gue sedih ya....
    Hati gue terasa berat dan sesak membacanya, mata gue berat juga... ingin menumpahkan airmata yang udah siap jatoh...

    Cielaaahh

    Congrats ya Na, udah bisa bikin cerita angst *tari hula

    BalasHapus