Jumat, 03 April 2015

"Gimana sih rasanya kuliah S2?"

Akhir-akhir ini ada pertanyaan yang terus berputar-putar di otak gue. 

"Gimana sih rasanya kuliah S2?"

Sejujurnya, nggak akhir-akhir ini juga, sih. Udah dari dulu. Sejak lulus S1, ketemu Ryo dan Elita, dan ngomongin serius tentang jenjang S2 yang kami mau ambil. Saat itu, gue bener-bener serius mau S2. Tapi, ujung-ujungnya ternyata keseriusan gue pupus seiring pertanyaan "Emang butuh gelar S2 buat apa?".

Sementara gue galau, Ryo dan Elita melangkah jauh meninggalkan gue. Dua orang jenius itu udah dapet persetujuan di kampus yang mau mereka tuju di negara berbeda. Sementara gue? Gue masih di rumah dan masih galau. Hahahahahaha :D

Iya, gue pengiiiiin banget belajar di bangku S2. Belajar linguistik. Belajar macam-macam bahasa. Belajar budaya yang melahirkan masing-masing bahasa. Belajar pengaruh bahasa-bahasa itu terhadap bahasa lain. Belajar perbadaan tiap bahasa. Asli, ngomonginnya aja rasanya menyenangkan banget. Tapi, sepengin-penginnya gue belajar itu, gue masih belum tau, mau gue terapin untuk apa nantinya ilmu yang gue pelajari itu. Bukan sekedar gelar S2, tapi juga manfaatnya. 

Gue tau kok, nggak ada ilmu yang akan sia-sia. Seenggaknya, ilmu itu pasti akan sangat berguna untuk diri gue sendiri. Tapi apa artinya kalau ilmu itu nggak gue terapkan? Apa artinya kalau ilmu itu cuma untuk diri sendiri? Rasanya rugi banget. 

Selama tiga tahun ini, itulah yang gue pikirkan. Mau jadi apa gue setelah lulus S2? Mau gue apain ilmunya supaya orang lain juga bisa ngerasain manfaatnya? Rasanya, sebelum gue nemu jawaban ini, gue akan menahan niat gue untuk kuliah lagi. 

Selain hal utama itu, emang ada satu hal lagi yang mengganjal gue untuk nerusin kuliah, yaitu

THESISNYAAAAA......

Meskipun udah berhasil lulus dan dapet gelar S1, rasanya gue masih trauma menghadapi penyusunan karya ilmiah macam skripsi dan thesis. Soalnya, skripsi S1 gue bisa dibilang nggak sukses-sukses banget. Gue nggak bisa menyusun skripsi sesuai yang gue mau. Oke, gue emang berhasil menyusun penelitian kualitatif dan bukan kuantitatif karena gue nggak jago-jago banget itung-itungan. Tapi......

Tema yang mau gue angkat itu "Penyebab kesalahan berbahasa Jepang akibat penggunaan bahasa Indonesia". Tapi sewaktu gue menyelesaikan semuanya sampai bab 4 dengan penuh darah dan air mata, salah satu pembimbing gue bilang kalau skripsi gue nggak bisa dilanjut.

"NGGAK BISA DILANJUT GIMANA, SENSEI?? INI UDAH SAMPE BAB EMPAAAT. DEMI APAAAAA!!"

Sensei yang satu itu bilang, argumen gue soal "penyebab" yang mengakibatkan kesalahan berbahasa itu tidak bisa dipertanggungjawabkan karena kurang kuat. Untuk bisa melancarkan tema yang gue mau, gue butuh waktu jauh lebih lama lagi untuk neliti lebih banyak buku dan bertanya-tanya langsung ke ahli bahasa. Dan emang tema yang gue ambil lebih mendekati tesis daripada skripsi, karena rata-rata gue nemu sumber yang mumpuni pun dari tesis orang lain. Tapi gue nggak punya waktu lagi. Beasiswa gue berhenti tahun 2012, dan gue nggak punya uang untuk bayar kuliah lagi tahun depan.

Sejujurnya, saat itu gue bener-bener berpikir untuk berhenti kuliah.

Tapi, akhirnya dengan penuh ketidakrelaan dan demi kelulusan tahun itu juga, gue menurunkan tema gue menjadi "Ada tidaknya kesalahan berbahasa Jepang akibat penggunaan bahasa Indonesia". Bukan "penyebab", tapi cuma "ada atau tidak". Ya jelas ada, lah! Tanpa bikin skripsi pun gue udah tau jawabannya. Nah, inilah yang bikin gue agak keki sama hasil akhir skripsi gue. Semuanya jadi terlalu dangkal karena argumen-argumen yang gue kumpulin dari awal harus dipangkas. 

Dan kalaupun nanti harus nyusun tesis, gue takut. Gue takut nantinya pendapat gue dipatahin lagi sama dosen pembimbing dan harus ngganti judulnya lagi. Tau sih kalo itu termasuk salah satu proses belajar. Tapi entah kenapa sebel aja kalau hasilnya nanti nggak sesuai sama yang diinginkan dan jatohnya jadi bikin penelitian cuma untuk dapet gelar.

Belum lama ini sih ada yang bilang ke gue, jangan takut sama tesis. Padahal kayaknya dia sendiri juga gak yakin gimana nyelesein tesisnya nanti, hahaha. Yah, mungkin tesis bukan hal utama yang bikin gue belum mau ngambil S2, sih. Balik lagi ke atas, gue harus nyari tujuan utama dulu untuk S2. Kalo nggak, buat apa?

Yah, sampai saat itu tiba, gue belajar bahasa-bahasa negara lain secara random aja. Sekarang lagi belajar huruf Thailand setelah sebelumnya belajar dikit-dikit kosakata bahasa Arab dan perubahannya. Youtube itu memang membantu sekali, hahahaha. Dan huruf Thailand itu ternyata nggak sesulit yang gue duga. Setelah dipelajarin, ternyata menarik dan unik banget! :) Yah, inilah yang bikin gue pengin terus nambah pengetahuan bahasa-bahasa lain. 


1 komentar:

  1. Jadi "si gue" dalam cerita masih trauma nih?
    Semangat dong mba nana!!!

    BalasHapus