Sabtu, 21 Maret 2015

3 Hal Utama yang Dibutuhkan Penulis

Baiklah, gue akan membahas hal-hal apa saja yang sangat dibutuhkan untuk menjadi seorang penulis. Penulis profesional loh, ya. Maksudnya, penulis yang ingin karyanya diterbitkan dan dibaca sama orang banyak.

Gue tau, pasti pada mikir, "Emangnya lo tau apa?"

Iya, gue belon nelorin satu novel pun! PUAS!

Soalnya gue emang kurang satu unsur yang susah banget untuk dicapai. Tulisan ini emang cocoknya ditulis sama penulis-penulis yang udah beken, udah nelorin banyak karya, udah terjun langsung ke dunia perbukuan dan penerbitan. Dibanding mereka, gue ini apa, sih? Gue cuma remahan roti, yang kalo dimakan pun nggak akan berasa.

Ini gue ngomong apa, sih.

Sudahlah. Walaupun gue masih hijau gini, boleh dong gue ngebahas ginian supaya bisa memacu diri gue sendiri juga.

Mari kita mulai sajaaah!!


1. KEBERANIAN

Penulis butuh banget yang namanya keberanian. Gue udah tau ini sejak lama. Tapi rasanya baru ketampar lagi sejak tantangan pertama OWOP (One Week One Paper) yang pertama. Tantangannya adalah, menulis surat dari hatimu. Demi apa pun. Gue yang super nggak romantis ini disuruh nulis SURAT CINTA!?

SURAT CINTA!! GUYS!! PLEASE!!

Gue nulis puisi aja gagal!!

Tapi jujur aja, yang ngasih tantangan emang pinter banget. Karena judulnya "Sepucuk Surat Hatimu", sebagian besar peserta jadi curcol. TERMASUK GUE!!

Gue bisa aja nulis surat untuk kucing gue, untuk adek gue, untuk buku-buku yang ada di perpustakaan kecil gue, bahkan untuk Indonesiaku tercinta. Tapi bukan itu yang ada di hati gue saat itu (bukan berarti gue gak cinta juga, sih). Jadi, seberapapun gue berusaha menulis surat cinta palsu itu, nggak akan bisa. Terpaksalah gue mengeluarkan apa yang bener-bener pengin gue ungkapkan.

Meski begitu, tetep aja surat gue alay, nggak ada romantis-romantisnya, dan jadinya malah kayak lawakan. Gue, Ruru, Zu, yang termasuk kelompok curhat massal, menjadikan surat cinta itu sebagai bahan olok-olok di grup pribadi. Tiap gue ngomong sesuatu, surat cinta jahanam itu di copas lagi ke grup. Kan jahat.....

Akuh gak lagi-lagi mau liat surat alay itu, tolooong!

Tapi berkat tantangan itu, gue sadar. Untuk jadi penulis memang butuh keberanian. Bukan keberanian biasa, tapi keberanian besar. Sebab, mau nggak mau, lo harus membagi perasaan pribadi lo untuk orang lain melalui tulisan. Di luar tulisan lo akan berbentuk fiksi atau non-fiksi, sedikit atau banyak pasti lo menuangkan pemikiran, perasaan, atau pengalaman pribadi. Dan itu nggak gampang. Percaya deh.

Banyak penulis hebat di luar sana menulis untuk menyembuhkan luka hati. Mereka menjadikan tulisan sebagai media untuk membagi lukanya pada dunia. Bayangkan proses menulisnya semenyakitkan apa. Selesai menulis pun, orang-orang akan membahas, bahkan bertanya langsung. Berkali-kali.

Tapi itulah yang membuat si penulis sembuh dan terbebas dari luka hatinya. Paling nggak, setelah melampiaskan lewat tulisan, beban mereka berkurang. Mereka bisa ikhlas dengan cobaan yang mereka hadapi.

Gue pun berharap bisa menjadi penulis seperti itu. Gue percaya kalau gue juga punya keberanian besar untuk menulis. Surat cinta itu buktinya!! Haha! Kalo itu aja bisa gue tulis, berarti apa pun bisa gue tulis juga!! Hahahahaha!!

2. OTAK

Iyah, untuk kamu-kamu yang mau jadi penulis di luar sanah, kamu butuh yang namanya OTAK! Bukan otak-otak! Itu makanan! Tapi, otak yang mampu berpikir logis, dan memiliki kemampuan untuk terus belajar.

Logika sangat dibutuhkan untuk seorang penulis, bahkan penulis fiksi-fantasi sekalipun. Bayangkan kalau cerita fantasi yang kalian baca alurnya nggak jelas, karakternya susah dibayangkan, dunianya tak terlukiskan, pasti malesin banget. Fantasi sekalipun, butuh logika untuk bisa masuk ke hati pembaca. Dari semua fantasi yang pernah gue baca, belum ada yang bisa ngalahin logikanya JK ROWLING dengan Harry Potter-nya.

Selain logika, penulis juga butuh otak yang mampu belajar menyadari kesalahan penulisannya dan memperbaikinya.

Nggak ada penulis yang langsung bagus dari awal. Mereka pasti punya jalan dan sejarah masing-masing hingga bisa jadi penulis hebat. Entah semasa kecil memang doyan nulis, mengikuti kelas penulisan, atau apapun.

Tulisan-tulisan gue pun awalnya PARAH BANGET! Meskipun gue nggak bisa bilang kalau tulisan gue sekarang udah bagus, seenggaknya gue pede untuk bilang kalau tulisan gue yang sekarang jauh lebih baik daripada dulu. Rasanya, kalau baca tulisan-tulisan gue jaman SMP dulu, pengin banting bukunya deh. Hahahahaha. ANCUR BANGET SOALNYA!! Iya mana ada sih kucing kawin ama anjing? Yang ada, berantem mereka.

Yang akhir-akhir ini dibahas gue sama Ruru adalah penulis-penulis yang struktur bahasa Indonesianya kacaw! KACAW! (PAKE W!)

Men, plis atuh lah. Kita-kita ini kan orang Indonesia. Kalian boleh belajar banyak bahasa asing. Gue pun belajar banyak bahasa, tapi gue nggak melupakan bahasa Indonesia. Kalau kalian nggak paham sama struktur bahasa Indonesia, gimana mau paham struktur bahasa lainnya?

Harusnya, sudah menjadi pengetahuan umum penulis kalau satu kalimat harus mengandung sedikitnya subyek dan predikat. Untuk kata yang jadi kalimat, sih, emang wajar ada di novel atau komik. Tapi jangan pernah, JANGAN PERNAH, menjadikan satu frasa sebagai satu kalimat. Bacanya nggak enak banget, sumpah.

Kalau mau tau lebih detil soal struktur bahasa Indonesia, kemari aja. Udah dijelasin sama Ruru, dan gue males ngetik ulang :D *ditabok*

Oh iya, selain untuk dua hal di atas, penulis juga butuh otak yang bisa mengolah ide cerita menjadi sesuatu yang layak baca. Nyari ide, susah? Itu mah mitos, guys! Ide ada di mana-mana! Tinggal gimana ngolahnya aja.

3. KOMITMEN

Nah, kalau udah punya dua hal di atas, yang dibutuhkan terakhir adalah.... KOMITMEN!

Hahahahaha, mungkin inilah yang belum gue punya. Komitmen dalam menulis gue masih terbilang err.... rendah. Gue nggak punya jadwal nulis. Gue nggak punya target mingguan, atau malah, harian. Gue menulis sesuka-sukanya gue. Gue juga nggak punya target harus nyelesein ide cerita yang mana dulu. Akhirnya, semua cerita jalan bersamaan dan malah bikin gue bingung karena nggak ada yang selesai.

Gue emang berniat untuk ngerubah penyakit yang satu ini. Rasa males gue masih suka menguasai tiba-tiba. Sekarang sih, gue udah bikin jadwal nulis pribadi. Tapi nepatin jadwal itulah yang butuh perjuangan keras.

Percaya deh, kalau kalian emang komitmen sama tulisan, nulis novel bukan sesuatu yang mustahil

MARI MENULIS!!!

2 komentar:

  1. Widiwww..awalnya kyk kpukul kcil2..eh lma2 brasa brasa ditampar..hehe..mkasii masukanyaa nanaa..hrus bnyak bljar nii. :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hahahaha, Iya Tamiii~ Ini sebenernya dibikin juga untuk nampar diri sendiri kok :p

      Hapus