Rabu, 22 Januari 2014

Orang Indonesia Tukang Marah-marah Katanya?

Lagi-lagi gue meninggalkan terjemahan dan malah blog walking. Setelah kemarin menemukan blog tentang review buku dan review film Indonesia yang menarik (dan gak update entah sejak tahun kapan), hari ini gue blog walking baca tulisan orang asing tentang Indonesia.

Kenapa gue bisa sampe nyari-nyari blog kayak gitu? Awalnya gue baca update-an stuffdutchpeoplelike.com blog tentang kebiasaan, sifat, budaya orang-orang Belanda yang ditulis sama orang Canada yang tinggal di sana. Buat yang tertarik sama Belanda, harus baca itu karena tulisannya lucu banget, menarik, sekaligus informatif. Lalu gue pikir-pikir, kenapa info yang dia kasih itu menarik dan akurat. Jawabannya sederhana, karena dia bukan orang Belanda. Kalau dia bukan orang Belanda, dia gak akan menganggap apa yang dia alami itu menarik, karena udah jadi keseharian. Istilahnya, orang Jawa enggak tahu kalau dia itu Jawa sampe ketemu orang Papua.

Lalu gara-gara itu, mulailah gue mencari tulisan tentang Indonesia yang ditulis sama orang luar. Buat gue, menarik untuk tahu pandangan mereka tentang negeri tercinta yang seringkali menggambarkan hubungan love&hate ini *tjieeeh*

Dari semua tulisan yang gue baca, mungkin ini yang paling menarik:
http://www.japanprobe.com/2011/06/21/indonesian-people-dont-get-angry/

Di tulisan itu, sebuah acara TV untuk ngisengin orang di Jepang menunjukkan hasil survei skala internasional kalau orang-orang Indonesia itu paling gampang marah sedunia (ini survei dari mana pulak gue kaga tau).

Akhirnya, salah satu komedian Jepang membuktikan hal itu dengan dateng ke Indonesia dan ngisengin orang-orangnya. Tapi, biar udah diisengin dengan ngasi sambel di es krim, gak sengaja nyiram air, ngeledakin balon tiba-tiba, ternyata enggak ada orang Indonesia yang bener-bener marah. Padahal kalau diliat dari surveinya, acara itu berekspektasi akan ada yang marah sampe pergi ninggalin mereka.

Setelah orang-orang ini diwawancarai usai shoot, mereka rata-rata bilang kalau orang tuanya selalu ngajarin untuk enggak marah-marah sama hal-hal kecil, apalagi bercandaan.

Terus soal survei itu gimana dong?

Orang Indonesia itu susah ditebak. Kadang kesenggol dikit nguomel, di saat lain sabarnya malah kebangetan karena mau aja nunggu angkot ngetem berjam-jam, padahal perjalanan juga macet. Kalo menurut gue, ini susah untuk didefinisikan sebagai emosian atau terlalu sabar. Mungkin lebih tepat kalo dibilang orang Indonesia itu ekspresif.



Lalu surveinya?

Aaah, mungkin yang survei cuma ngeliat kelakuan sopir angkot doang kali.

Selain tulisan itu, gue banyak nemu blog-blog lain tentang Indonesia. Gue gak bahas soal keindahan alam karena it's too mainstream (halah). Indonesia is paradise, titik.

Dari blog-blog tersebut, gue membaginya dalam dua tipe, yang suka, dan yang benci.

Karena keindahan alamnya yang oke, banyak orang Indonesia menganggap orang-orang asing di luar sana semuanya suka sama Indonesia. Ternyata enggak semuanya begitu. Untuk orang yang sangat menghargai individualitas (misal, para expat) jarang yang suka sama Indonesia. Bahkan, gue nemu blog khusus expat yang membahas keadaan tiap negara. Di blog itu, nilai pandang soal Indonesia dan orang-orangnya cukup rendah.

Salah satu yang dibahas adalah, orang asing mungkin enggak tahan dengan kehidupan di Indonesia yang menurut mereka mungkin hampir tanpa privasi. Di sini, masih aneh kalo jalan ke mana-mana sendiri. Di sini wajar banget menyapa orang yang udah di kenal waktu ketemu di jalan. Bagi mereka mungkin kalo ketemu cukup dengan senyum. Bagi orang Indonesia, kalo ketemu minimalnya adalah nanya "dari mana? mau ke mana? kok sendiri?"

Untuk sebagian orang asing ternyata ini menggaggu. Pikir mereka, mau dari mana, mau ke mana, kenapa sendiri, itu urusan gue, gak usah tanya-tanya lah. Sementara untuk orang Indonesia ini wajar karena pertanyaan klise tersebut adalah cara lain untuk bilang halo.

Untuk tipe kedua adalah orang yang suka. Biasanya, mereka adalah orang yang sejak awal memang suka kebersamaan atau orang individualis yang akhirnya merasa nyaman dengan kebersamaan.

Bagi mereka-mereka ini, orang Indonesia itu ramahnya luar biasa. Ada satu cewek Amrik yang menjalani pertukaran pelajar di Bandung. Menurut dia, salah satu kebiasaan yang dia suka dari orang Indonesia adalah waktu ngobrol. Yep, orang Indonesia suka ngobrol, di mana pun, kapan pun. Dia awalnya kaget karena bisa ngabisin waktu 4 jam di cafe sama temen-temen Indonesianya ngomongin segala macam hal, singkatnya: GOSIP!

Waktu di Amrik, dia enggak pernah begitu, kalau enggak ada urusan yang penting banget, ya enggak bakal dilakuin. Tapi dia jadi suka dengan kegiatan yang satu itu karena menurut dia itulah salah satu cara orang Indonesia menunjukkan rasa perhatiannya sama orang lain.

Kalau bukan karena orang asing, mungkin kita enggak bakal sadar kalau ngobrol berjam-jam di tempat makan itu aneh. Soalnya bagi kita itu biasa aja. Lumayan bisa ngulur pekerjaan. Loh!

Yang paling unik adalah cerita soal idul Adha. Ada satu cewek Amrik (juga) yang waktu di negaranya adalah aktivis hewan. Dia sejujurnya takut waktu denger ada perayaan Idul Adha di Indonesia. Dia enggak tega ngeliat kambing, domba, dan sapi dikurbanin begitu.

Tapi ternyata waktu akhirnya dia terpaksa ikut ngeliat kurban di masjid, semuanya enggak seburuk perkiraannya. Gue kopi aja deh tulisannya dia....

After the mosque and a quick meal, it was the moment of truth. I was to see the qurban. Dun dun dunnnnnnnn! I braced myself and prepared for the worst. But, honestly, it wasn’t that bad, and I really wasn’t too bothered by watching it. Because so many people ate the meat and there was virtually no waste, I was actually ok with the animals being sacrificed. I was very pleasantly surprised by the way that the sapi and domba were treated before they died (the men patted their heads and were very gentle with them) and I came to the conclusion that this way of slaughtering is probably more humane than half of the ways our meat is processed in the U.S. I really grew to appreciate the ritual and tradition behind this holiday, and even though it was very different than any Catholic holiday I’ve experienced, I enjoyed it just as much, if not more.

tulisannya dari blog ini http://breesindonesia.blogspot.com/

Oke, udah ah.

Sebenernya pengen bikin blog kayak gitu juga....Tapi gue kan gak lagi home stay dimana-mana. Nanti deh kalo gue jadi home stay di Belanda, hehehe. Sejak ketemu keluarga home stay di Jepang, gue juga udah memutuskan mau membuat rumah gue jadi tempat home stay untuk orang asing yang ke Indonesia nanti. Tentunya kalo gue udah punya rumah sendiri, hohoho :D

3 komentar:

  1. 'least likely to become angry' bukan maksudnya yang paling ga gampang marah ya? .____.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Jangan komen gitu dooong. Pan ketauan gue salah baca....postingan ini jadi sia-sia dooong orz

      Hapus