Selasa, 14 Januari 2014

Cerita Romance vs Non-Romance

Sebenernya tadinya mau ngebahas salah sau novel seri STPC (Melbourne) yang baru selesai gue baca, tapi kalau ngepost tulisan yang sama di dua web berbeda itu kok rasanya gimanaaa gitu, mengandung suatu kesia-siaan, jadi gue putuskan untuk bergeser sedikit.

Untuk yang pengen tau review serius dan mendalam gue soal novelnya Winna Efendi yang baru aja gue sebutin, silahkan langsung mampir ke sini.

Berhubung gue bukan penggemar romens, sejujurnya seri STPC itu kurang menarik buat gue. Tapi yaah, demi membaca cerita dengan setting luar negeri yang kayaknya promosinya oke banget itu, gue udah baca lima dari 10 seri. Dan yang cukup memuaskan sejauh ini cuma dua, Bangkok dan Paris. Itu juga karena romensnya enggak terlalu kentel....

Pernah denger ungkapan ini enggak sih, "rasa coklat di rumah coklat itu enggak akan seenak rasa coklat di atas cake". Sejujurnya ini ungkapan gue ngarang sendiri. Tapiiii.... rasanya ada ungkapan atau sejenisnya yang maknanya mirip sama yang itu. Intinya, kalau dihubungin sama novel romens, jadi begini "adegan romantis di tengah novel genre romantis nggak akan se-romantis adegan romantis di novel yang genrenya bukan romantis". uoppo ikiiii??

Ngerti gak? Intinya, karena dalam novel genre romance, yang akan dibahas terus menerus adalah sisi romancenya, sehingga nggak akan terlalu berasa lagi. Sementara kalau baca novel yang genrenya non-romance, nemu adegan romance dikiiiitt aja, bakal kerasa banget. Intinya begitu. Dan gue sih, lebih milih yang kedua. Entah genre-nya komedi, horror, thriller, atau apapun.

Sekarang gue lagi mencari novel-novel bergenre psikologi, thriller atau horror level atas, demi membersihkan kontaminasi romens di otak gue. Serius, gue udah kebanyakan baca novel romens yang sekarang lagi booming banget, sampe pusing.

Apa sih yang bikin gue segitu gak sukanya sama romens?
Gue bukannya gak suka. Cuma, cerita yang terlalu cheesy dan menye-menye itu sama sekali bukan tipe gue. Muter-muter cuma ngomongin soal perasaan si cowok dan cewek.

Kalo suka bilang aja suka, PROBLEM SOLVED!
Kalo akhirnya mutusin untuk pisah, ya gak usah pake nyesel, PROBLEM SOLVED!
Kalo merasa cukup dengan unrequited loved, ya kaga usah ngarep, PROBLEM SOLVED!
Kalo merasa masih ngarep, balik ke pernyataan pertama.

Jangan salahin cinta dong kalo cinta itu rumit. Yang bikin rumit ya elo-elo sendiri. Cinta gak salah apa-apa!! (kok mendadak gue belain Cinta?)

Oke balik ke topik, yang membosankan adalah, masalah di novel romens ya muter-muter aje di sekitar situ. Bagi gue, romens itu bumbu, bukan bahan utama. Yah, ini lagi-lagi soal selera sih....

Masalah utamanya adalah, pasar untuk novel romens di Indonesia itu gak pernah mati. Jadi mau nyari kemana-mana juga, yang populer ya romens. Sementara gue di sini sangat sulit menemukan novel thriller/horror yang bagus. Giliran seri Demonata-nya Darren Shan yang super keren diterbitin di sini, tau-tau berhenti di vol.5 (-___________-) Padahal ini novel keren banget sumpah!
Tegaaaaa banget sampe gak dilanjutin terjemahan dan terbitannya....

Untunglah gue masih terobati dengan novel-novel fantasi yang sejauh ini masih terus diterbitin (kecuali seri Artemis Fowl, padahal ini super keren juga!).

Menantikan saat bisa baca novel sekeren ini lagi.....
Kalo ada yang punya rekomen novel psikologi/thriller/horror yang bagus, mau dong infonya..... yang romensnya dikit aja tapi, gak ada juga gak masalah...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar