Jumat, 03 Januari 2014

[Book Review] Aku Tahu Kamu Hantu

Judul Buku:  Aku Tahu Kamu Hantu
Pengarang: Eve Shi
Penerbit: Gagas Media


Tertarik baca buku ini karena covernya. Hehe. Duh, bener deh, artistik banget. Mawar dan tengkorak jadi satu? Siapa yang sangka?

Dan lagi buku ini enggak tebel-tebel amat, jadi cocok gue bawa keluar sekalian mengisi waktu pas lagi senggang. Nggak butuh waktu lama untuk menyelesaikan ini.

warn: soft spoiler

Oke, mari bahas isinya. Jujur gue suka buku ini. Jarang-jarang lo novel horror yang bisa dapet kesan horror beneran. Dan ini salah satu yang berhasil. Kalo gue  bacanya tengah malam atau di suasana yang sepi, rasanya bisa bikin merinding juga. Sayang gue bacanya di waktu yang salah, hehe.

Karakter Liv juga menarik. Sebagai cewek yang biasa-biasa aja, dia enggak biasa. Yah, berapa orang sih yang mau bela-belain tinggal di sekolah sampe tengah malem, nyari mayat temennya? Gue juga belum tentu mau.

Tapi yang paling menarik perhatian gue bukan Liv, melainkan Kenita. Teman sebangku Liv yang awalnya cuek, enggak peduli, enggak perhatian dan enggak perlu perhatian orang. Tapi dia inilah yang paling dipercaya Liv sampai akhir.

Menurut gue, karakter Kenita ini kuat banget. Memang enggak digambarkan secara gamblang Kenita begini, Kenita begitu, tapi dia orang paling jujur di seantero sekolah. Kalau menurut dia enggak penting, ya dia enggak mau repot-repot ngomong. Kalau menurut dia apa yang dilakukan orang lain salah, ya dia bilang salah. Dia jujur tanpa mempedulikan pandangan orang sama dirinya sendiri. Dia tipe yang punya dunia sendiri. Liv juga akhirnya justru percaya sama Kenita karena Kenita orang yang ngomong blak-blakan dan jujur sejak awal, meski sering nyinyir.

Ending cerita ini juga cukup memuaskan. Menurut gue sih oke. Rasanya kayak nonton movie horror di bioskop. Nggantung-nya pas. Hoho. Dan sejak awal gue emang udah curiga sama Daniel :)


Beberapa poin di bawah ini adalah kekurangan novel menurut gue,

1. Karakter yang terlalu banyak
Waktu pertama baca, gue agak bingung dengan begitu banyak karakter yang muncul hampir secara bersamaan. Saras, Tito, Gilang, Karin, Ines, Stefan, Bayu, Arwin, dll. Ini membuat gue disorientasi sedikit waktu baca beberapa adegan. Ini siapa? Yang mana? Lanjut lagi di tengah-tengah ada Wulan, Johan, Lulu, dll. Makin bikin bingung. Sayangnya, beberapa karakter cuma numpang nama aja, perannya enggak seberapa penting. Cerita sih pasti butuh figuran yah, ini enggak bisa dipungkiri. Tapi menurut gue ini terlalu banyak. Kasihanilah gue yang agak susah menghapal nama orang ini...

2. Plotnya agak lompat-lompat
Alurnya oke, karena maju dan yah...dijelaskan dengan hari ke-berapa setiap chapter, jadi enggak bikin bingung. Lain dengan plot. Menurut gue plotnya terlalu lompat-lompat. Begitu banyak misteri yang dijabarkan satu-persatu, tapi kurang greget. Jatuhnya malah bikin bingung. Apalagi, beberapa enggak terjawab sampai akhir. Gue penasaran mampus sama nasib Chandra. Minimal kasih satu adegan Liv dan Chandra meski cuma sedikit, yang menunjukkan kalau Liv enggak terus menolak keberadaan anak itu. Masa Frans aja dibela-belain dibantu, tapi Chandra dicuekin? Kesannya agak bertolak belakang.

3. Beberapa adegan yang kurang penting
Ada beberapa adegan yang menurut gue mending enggak usah ditulis sekalian, karena kesannya enggak bermakna apa-apa. Misal, makhluk hitam yang tiba-tiba muncul waktu Liv manjat pohon mangga gara-gara dikejar Stefan. Mending kalo itu makhluk marah atau apa yang nambah masalah baru. Tapi enggak, dia bener-bener cuma numpang muncul aja kayak cameo, kasihan, kan? Atau waktu Kenita ngobrol sama Wulan. Bahkan, menurut saya Wulan enggak perlu ada di cerita ini. Ada atau enggaknya dia sama sekali enggak merubah jalan cerita.

Oke, baru itu aja yang kepikiran. Tapi secara keseluruhan, saya suka novel ini. Semoga penulisnya mau lanjut nulis novel horror lagi :)

Oke, saatnya ngasih bintang! Penilaian 1-10 (*≧▽≦)ノシ))

Tema:  ★★★★
Jalan Cerita: ★★★★
Karakterisasi: ★★★★
Bahasa: ★★★★★★
Ending: ★★★★★★

3 komentar:

  1. salam jurnalis. mari saling follow, saling share, dan saling bertukar pikiran. http://www.jurnalismuslimjc.blogspot.com/ #arigatou

    BalasHapus
  2. Yang punya buku dateng!
    Wakakakak

    Kalau lo pertama tertarik sama bukunya karena designnya, gue tertarik sama komen-komen orang tentang buku itu di tuiter.
    Tapi sebenernya beberapa ketertarikan gue juga berdasarkan pada covelnya juga sih, pas gue buka bukunya, pembatas bukunya juga unyu.

    Oh, gue kasih tau, komentar apa yang bikin gue pengen baca buku ini. Karena gue udah lupa persisnya, maka gue kasih tau aja isi-isi komen yang terekam di pikiran gue.

    1. Ada yang bilang, abis beli buku itu dan baru aja melangkahkan kali keluar, alarm deteksi pencuri berbunyi, padahal tuh buku udah dibayar semua. (Itu yang membuat gue memutuskan membeli online)

    2. Ada yang bilang, abis baca buku itu direp-rep. Ditindihin sesuatu pas lagi tidur, nggak bisa bangun, meski dia mau. (itu yang membuat gue baca buku itu siang bolong, dan bertekad selese sebelum malem.)

    Gue pernah nyoba mau baca buku tuh malem-malem, sayangnya pas gue lagi iseng buka buku itu yang gue liat adalah gambar paling belakang, yang gambar setannya udah full ke depan dan jelas. Lalu gue tutup lagi tu buku, dan tarik selimut.

    Oh, sebentar, gue di sini mau komenin soal review-an lo. Wakakaka

    Gue rasa ya, gue ngerti maksud penulis buat adegan yang sia-sia (kata lo). Gimana ya, kalau gue sih bener-bener ngebayangin buku itu adalah sebuah skenario dan gue munculin di pala gue videonya. Bener kata lo kaya nonton film horor, dan adegan cameo itu emang selalu penting, meski nggak penting. *apasih*
    Kayanya sih yang gue liat di pilem-pilem selama ini kaya gitu. Wakakakaka

    Kalau masalah tokoh yang kebanyakan gue setuju. Mungkin kebanyakan nggak papa, yang salah adalah waktunya, di saat lo belom kenal banget sama pemain yang satu, udah dikeluarin lagi yang lain. Gue juga suka hopeless kalo baca buku pertama-tama tokoh yang dimunculin udah segambreng, disebutin lagi namanya. Apalagi kalo itu adalah buku terjemahan korea yang nggak bisa gue bedain jenis kelaminnya dari nama mereka.

    Terus apa lagi tadi komen lo?
    Oh, si Kenita. Karakternya kuat? bener, tapi gue sih nggak mengerasain kuat dari penceritaannya, hemm, ngerasa sih tapi mungkin nggak banyak. Gue pikir lo perpendapat begitu, karena lo suka karakter dia, kan? Ngaku aja loh, cuit cuit *geje*

    Dan Chandra ya, itu bukan Chandra kan betewe, (kenapa tiba2 gue merinding). Si Kakek bilang itu bukan Chandra, itu hanya makhluk yang lain yang iseng. Hem, tapi patut dibahas lebih lanjut emang, gue juga penasaran.

    Wahahaha, ngomong-ngomong. gue jadi ngeblog nih di kolom komen lo. XDD

    BalasHapus
  3. @Zu: Elaaaahhh, panjang bener komennya, nulis review sendiri sonooohhh!

    Dan semua alesan yang lo utarakan itu mengambarkan seberapa parnoannya elu.

    Iya gue suka karakter Kenita, terus kenapa wakakaka :D Abis unik sih, LOL.

    Eh, emangnya bukan Chandra? Itu bapak-bapak kan cuma bilang, 'mungkin' bukan Chandra, tapi belum pasti juga kan. Yah, menurut gue sayang aja itu gak dieksplor lebih dalam lagi gitu...

    BalasHapus