![]() |
La Tansa (Male Cafe), By: Nurul F. Huda |
Pernah denger ‘La Tansa’? (dulu sering kebalik sama La
Tahzan :v) Untuk anak-anak ROHIS seangkatan gue pasti pernah tau novel ini
meski nggak baca, atau lupa ceritanya gimana. Jaman gue SMP, novel-novel islami
itu populer banget, terutama di kalangan anak ROHIS. Tanya semua judul novel
Gema Insani, DAR!Mizan, atau Forum Lingkar Pena. Kebanyakan semuanya tau.
Terutama seri-seri populer macam Double F Team, atau Catatan Harian Olin.
![]() |
Olin yang ini bukan beli diskonan, tapi beli baru karena cetak ulang. Lebih kece pula covernya. Hehehehe :3 |
Nah, La Tansa (Male Cafe) ini salah satu seri novel
populernya Gema Insani. Seinget gue, DULU GUE PUNYA NOVELNYA KOOOOK! Terus raib
ke mana yah itu novel? (;____;)
Sejak mulai aware sama buku-buku yang gue koleksi, entah
bagaimana novel atau nomik (novel komik) gue yang keluaran Gema Insani sama FLP
itu raib. Ada sih yang masih awet sampe sekarang. Tapi itu malah yang ceritanya
kurang seru. Hiks.
Akhirnya, waktu nggak sengaja nemu novel La Tansa ini di
diskonan Pasaraya Manggarai, gue langsung beli. Yah, buat mengingat
bacaan-bacaan masa lalu gitu, deh. LOL. Mumpung harganya murah juga. Hehehe.
Setelah berbulan-bulan diendapin di rak buku, akhirnya hari
ini di baca juga. Juju raja, gue nggak inget blas ini ceritanya tentang apa.
Cuma inget ada ikhwan-ikhwan gaul bikin café. Udah. Iya, salahkan short memory syndrome yang gue derita
dari kecil.
Ada lima ikhwan gaul yang punya ide untuk bikin café di
salah satu sudut kota Jogja. Tujuan utama mereka bikin café ini adalah untuk
menjaring anak-anak muda sekitar mereka supaya lebih banyak main ke café dengan
banyak kegiatan yang bermanfaat di dalamnya. Maunya sih ngajak mereka ke
masjid, gitu. Tapi mereka adalah ikhwan-ikhwan realistis yang tau kalau sasaran
mereka ini masih susah banget kalau tiba-tiba langsung diajak ke masjid.
Jadilah di café ini mereka pelan-pelan mengajak mereka ke
arah kebaikan. Tujuan paling utamanya emang untuk menghindarkan mereka dari
kegiatan-kegiatan nggak manfaat di luar, macam nongkrong-nongkrong nggak jelas
sampe pagi, mabok, sampe nge-drugs. Mungkin emang nggak bisa narik pengunjung
yang ekstrim gitu juga sih sebenernya. Tapi target mereka cukup berhasil karena
bisa ngajak temen-temen dan pemuda-pemuda lain yang kebanyakan menjalani hidup
dengan kesia-siaan.
Di café ini pengunjung dipersilakan untuk coret-coret
sesukanya di bilik ekspresi. Selain itu juga ada fasilitas internet gratis. Ada
panggung tempat Fely dkk bernasyid ria (kadang-kadang nyanyi lagu populer tapi
dijadiin acapella juga). Sesekali ada acara talk show, dengan pembicara mantan
tukang minum yang akhirnya tobat. Dan kegiatan-kegiatan lain yang mereka rasa
bermanfaat untuk mengajak pengunjung cafenya ke arah yang lebih baik.
Gue ngerti kenapa gue dulu lumayan suka novel ini, makanya
judulnya masih membekas sampai sekarang. Kisah-kisah dalam novel ini sederhana.
Cara penceritaannya juga sederhana dan mudah dimengerti. Satu konflik hanya
dibahas dalam 1-2 chapter. Dan secara keseluruhan, dalam satu novel ada sekitar
10 konflik yang berbeda. Jadi novel ini semacam cerita berbingkai gitu
sebenarnya.
Untuk anak SMP, termasuk gue yang dulu baca novel ini,
pastinya enak banget dibaca karena emang nggak terlalu rumit.
Sayangnya, untuk gue yang sekarang, rasanya beda. Saking
sederhananya, konflik dan penyelesaian dalam novel ini jadi terkesan naif dan berjalan terlalu mulus. (Iyalah, otak udah terkontaminasi sama bacaan-bacaan berat
yang isinya kebohongan, kekejaman, kelicikan umat manusia yang bahkan sulit
untuk dibayangkan) Duh, aku rindu diriku yang polos….. :v #hoeekk
Selain itu, begitu baca novel ini pasti ketara banget kalau
yang nulis perempuan. Kenapa? Karena semua karakter di sini cowok, tapi kok
rasanya kurang tulen gituuuh….
Ada beberapa adegan yang rasanya ‘nggak cowok banget’.
Termasuk ada karakter cowok yang digambarkan manja, sensitif, takut sama tikus,
dan kalau ada masalah sedikit bisa teriak-teriak, ngambek, bahkan sampai
nangis. Nggak berhenti di situ, cowok ini bahkan punya kebiasaan untuk selalu
bawa sabun pembersih muka lengkap, satu set. Buset, gue yang perempuan aja
nggak gitu-gitu amat….
Okelah kalau si penulis mau menggambarkan dia punya sedikit
sisi ‘feminin’ gitu yak. Tapi ini mah bukan sedikit lagiiih, ini kebanyakaaann
:v Gue malah curiga kalo si cowok ini digambarkan ‘normal’ dari awal sampai
akhir, meskipun sifatnya begitu.
Tapi di luar itu semua. Novel ini masih worth it untuk di baca para remaja. Iya, ini karena faktor gue udah
melalui masa-masa itu aja, jadi rasanya agak kurang greget gimanaaa… gitu. Eh
sebentar, ini kok gue jujur amat….
Selain itu, banyak pelajaran moral yang bisa diambil dari novel ini. Jadi, tetep cuco buat koleksi lah gituuu :) Lagian buku ini kan salah satu kenang-kenangan akyuh waktu masih SMP dan imut-imut getoh. Wakakakakaka. Udah ah :v
Tidak ada komentar:
Posting Komentar