Rabu, 13 April 2016

Bukan Salah Rating

Kalau lagi nonton acara TV negara lain yang bagus, pasti tiba-tiba kepikir "kenapa ya di Indonesia enggak ada acara kayak gini?".

Lalu abis itu langsung deh menyalahkan rating.
"Acara Indonesia sih, terlalu mendewakan rating! Jadi enggak bisa bikin acara-acara yang bagus dan manfaat."

Kenyataannya memang begitu, sih. Coba aja liat Trans TV dulu pas baru muncul. Oke-oke banget kan, acaranya? Sayangnya pada akhirnya Trans TV mulai mengikuti selera pasar alias rating dan mulai membuat acara-acara yang enggak penting dan sedikit manfaatnya. Dan kasus ini bukan hanya terjadi di satu stasiun televisi.

Padahal, ya...
Seinget saya, waktu kecil itu masih ada beberapa tontonan yang banyak manfaatnya. Beberapa acara yang jadi favorit saya itu, Galileo dan Kata Berkait. Selain acara-acara kuis juga, sinetronnya enggak separah sekarang..... iya oke, ada tersanjung yang terus berlanjut sampe season 7. Tapi di luar itu banyak sinetron yang emang bikinnya lumayan niat. Apalagi sinetron laga. Wiih.... jamannya Ari Wibowo masih main sinetron laga, itu kece banget adegan-adegan berantemnya. Kenapa sekarang kualitasnya malah mundur, ya?

Gara-gara itu, saya mulai malas nonton TV. Padahal dulu saya benar-benar berpikir orang tidak bisa hidup tanpa TV, pasti bosen banget, deh. Tapi sekarang kenyataannya saya udah bertahun-tahun hidup tanpa TV, dan baik-baik saja. Kalau ditanya TV, ada....sih. Antenanya aja yang rusak. Tapi orang rumah enggak ada yang mau bersusah payah beli antena baru karena "Enggak ada yang nonton TV juga..."


Sebaliknya, saya malah nonton acara-acara TV luar negeri dari youtube. Yah, itupun kalau ada kuota internet, sih. Hehe.

Saat saya nonton acara Jepang berjudul "Hajimete no Otsukai", saya benar-benar berharap Indonesia memiliki acara yang serupa (tapi enggak plagiat juga, ya). Hajimete no Otsukai itu berarti "Tugas Pertama". Di acara ini, anak-anak umur 2-7 tahun diberikan tugas pertama dari orangtuanya. Tugas-tugasnya sederhana banget, sih. Misalnya beli sayur di supermarket, ngasih makanan ke tetangga, bikin jus untuk keluarga, dan lain-lain. Tapi dari acara itu, penonton akan belajar untuk mendidik anak-anak mandiri sedari kecil. Dan nilai ini penting banget.



Saat nonton "Amazing Race", sekali lagi saya juga berpikir hal yang sama (tentu saja tetep enggak boleh plagiat). Dari Amazing Race, penonton belajar banyak kebudayaan negara lain, mulai dari kebiasaan, pandangan umum, hingga makanan.

Terakhir, acara yang membuat saya menulis opini ini adalah salah satu acara terfavorit di Korea "2 Days 1 Night" (mungkin baru pada tau kalau saya bilang acara ini adalah rivalnya Running Man kali ya :D). 2 Days 1 Night adalah acara yang sudah berlangsung kurang lebih 9 tahun. Dan fokus acara ini hanya satu, yaitu memperkenalkan tempat-tempat yang indah di seluruh wilayah Korea kepada masyarakat Korea sendiri.

Kalau boleh jujur, sih, awalnya saya iseng menonton acara ini karena ada salah satu artis Korea yang saya suka yang menjadi anggota tetap acara ini. Itu juga awalnya saya tahu dia karena pernah menjadi bintang tamu di acara Running Man episode awal-awal (mungkin karena dia udah jadi anggota tetap 2D1N, jadi enggak mungkin lagi diundang ke acara saingannya itu, wahahahaha). Tapi pada akhirnya jadi ketagihan nonton karena emang acaranya bagus.

Nyomot gambarnya yang season 2 aja, karna ini yang favorit. Hahahaha xD

Suatu kesenangan sendiri ngeliat Jongmin si biang onar digeret-geret Tae-hyun :p
Yang saya suka dari acara ini adalah, para member (yang emang entertainer atau pelawak) memperkenalkan tempat-tempat indah di Korea dengan cara yang unik. Selain mengeksplor keindahan tempat tersebut, mereka juga berbaur dengan masyarakat sekitar dan melakukan macam-macam hal (biasanya game, tapi enggak jarang juga bikin kontes kecil-kecilan). Acara ini emang lucu... BANGET (iyalah, anggotanya pelawak semua), tapi juga terkesan 'heart warming'. Kalau kata salah satu anggotanya, salah satu alasan dia gabung acara ini adalah karena 2D1N punya feel kayak acara radio, menenangkan.

Balik lagi ke masalah rating. 2D1N ini mungkin kesannya acara mingguan biasa, tapi ternyata ratingnya tinggi, lho. Rating tertingginya bisa mencapai 49%. Apalagi, season 3 ini ratingnya udah jauh ngalahin Running Man. Emang sih ratingnya sempet turun-naik dan pernah juga ratingnya hanya satu digit.

Tapi pada dasarnya, acara ini adalah acara yang mendewakan rating, begitu juga acara-acara lainnya di Korea. Dan sejak saat itu, saya berpikir bahwa, wajar saja kalau mereka mendewakan rating. Tidak ada yang salah dengan hal itu. Toh mereka membuat acara juga untuk menghibur penonton. Dari mana lagi menilainya selain dari rating yang masuk?

Lalu apa yang salah dengan acara-acara TV di Indonesia? Kenapa justru acara-acara TV yang tidak mendidik (dan menurut saya juga tidak menarik) yang ratingnya tinggi?

Karena, memang begitulah selera pasar di Indonesia. Rendahnya rata-rata pendidikan masyarakat di Indonesia, membuat sebagian besar masyarakat tidak bisa memilih mana tontonan yang bermanfaat dan yang kurang bermanfaat. Andaikan saja pendidikan di Indonesia membaik, tentu masyarakat akan dengan sendirinya meninggalkan tayangan-tayangan yang kurang bermanfaat itu. Istilahnya, seleranya naik tingkat ke level yang lebih tinggi. Otomatis, rating dari tayangan yang kurang bermanfaat itu akan berkurang dan pindah ke tayangan yang memang bermanfaat sekaligus juga menarik. Bayangkan jika hal itu terjadi. Tentu stasiun televisi akan berlomba-lomba untuk membuat acara sejenis lainnya.

Gampangnya gini, deh. Film horor esek-esek akan selalu muncul di bioskop selama orang-orang masih suka membeli tiket untuk nonton film itu.

Hal paling utama yang perlu diubah bukan stasiun televisi yang berkiblat pada rating, tapi justru peningkatan pendidikan untuk seluruh rakyat Indonesia. Pendidikan yang saya maksud di sini bukan pendidikan dasar kognitif saja, lho. Justru pendidikan moral dan tingkah laku itu yang penting.

Kalau enggak salah, pernah nemu quote bagus tentang ini.
"Saya lebih rela anak saya tidak bisa matematika, dibandingkan jika anak saya tidak bisa mengantri dengan baik."

Waaaaahh... kece, kan?

Kapan ya Indonesia bisa memajukan pendidikan sampai tingkat itu?

Enggak perlulah anak TK, apalagi PAUD diajari berhitung segala bahasa Inggris yang ampun deh belum waktunya untuk mereka belajar. Biarkan mereka belajar bersosialisasi sambil bermain. Ajarkan mereka untuk selalu buang sampah di tempat yang disediakan. Ajarkan mereka untuk selalu membereskan barang-barang yang mereka pakai. Ajarkan mereka untuk selalu memberi salam dan mengucapkan terimakasih pada orang yang menolong mereka. Ajarkan mereka pentingnya menjaga kedisiplinan. Pendidikan moral di masa kecil jauh lebih berharga daripada perkalian 1-10.

Selain pendidikan di sekolah, tentunya juga pendidikan di rumah. Andai saja orangtua benar-benar berniat mendidik anaknya dengan baik dan benar, maka ia tidak akan mengijinkan tontonan yang tidak layak untuk anaknya. Bisa jadi anaknya dikasih jatah nonton di jam-jam tertentu yang memang acaranya bagus dan mendidik. Kalau perlu, pakai TV kabel sekalian. Anak-anak yang seperti ini, akan tumbuh menjadi anak yang tidak terbiasa dengan tontonan tidak layak. Begitu tumbuh besar dan bisa menentukan pilihan untuk menonton sendiri, dengan sendirinya ia akan memilih tontonan yang memang layak konsumsi. Dengan sendirinya ia juga akan meninggalkan tontonan yang kurang bermanfaat.

Masalahnya...

Orangtua yang berpikir sampai sejauh itu masih sedikit. Ada.... tapi masih kalah jauh jumlahnya sama orangtua yang membebaskan anaknya melakukan apapun (mungkin dibanding 'dibebaskan', lebih tepat 'dibiarkan').

Kalau kaum orangtua yang peduli banget sama pendidikan anaknya meningkat, pasti hasilnya dalam beberapa tahun ke depan akan berbeda jauh. Banyaknya permintaan akan tontonan yang berkualitas akan membuat stasiun TV kocar-kacir dan mencari cara untuk membuat acara yang demikian.

Mari kita berdoa semoga arah pendidikan di Indonesia bisa berubah....

6 komentar:

  1. setuju banget, semoga kedepan banyak tayangan lokal yang lebih mendidik dan pas untuk para anak-anak

    BalasHapus
  2. Aamiin.
    Wiiih, berat cuy bahasanya.
    Dan emang sih cuy sedih juga ngeliat anak indonesia, belajar cuma karena 'ngejar nilai' atau 'dipaksa orangtua' tanpa tau esensi dari belajar itu sendiri. Padahal kalo belajar karena emang 'haus' akan ilmu, aye yakin indonesia bakal jadi negara yang 'IH WOW'.

    *Tumben komennya agak mikir* :v

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wakakakaka, biasanya gak pernah mikir kalo ngasi komen ya? O..ow...kamu ketauaaannn~

      Hapus