Selasa, 08 September 2015

Tantangan Menulis OWOP - Kembar

Ini tantangan menulis dari si kembar Lisma & Lisda
Tantangannya tentu saja bertema "Kembar", ahahahahaha :D

Akhirnya gue dan Ruru pun sepakat bikin cerita sambungan.
Ceritanya dia udah di posting di sini, dan ini cerita gue.

________

"Lo di mana?" tanyanya di seberang telepon.

Di mana ini? Pikirku mengulang pertanyaannya. Haruskah aku sebutkan semua toko yang ada di sini? Tapi rasanya warung kopi atau warung rokok itu nggak bisa jadi patokan yang bagus, sih.

Hebatnya, temanku ini bisa langsung tahu kalau aku kelewatan hanya dari deskripsiku yang seadanya. Heran, kenapa sih dia dianugerahi kemampuan pemetaan yang ajib begitu? Bukannya seharusnya perempuan itu susah membaca peta dan menentukan jarak, ya? Ilmu itu kudapatkan setelah membaca buku psikologi populer "Why Men Can't Listen and Women Can't Read Maps". Artinya, temanku ini sudah melampaui ilmu psikologi yang berkembang hingga saat ini. Hebat sekali.

Setelah kurang lebih sepuluh menit berjalan kaki menuju arah sebaliknya, aku pun bisa melihat sosoknya yang sedang berdiri menungguku di ujung jalan. Sangat mudah dikenali karena ia memakai baju yang sama denganku. Ngapain dia pakai baju itu juga?

"Ayok," kataku akhirnya tanpa membahas kenapa baju kami kembaran. Sudah biasa, sih. Jadi malas membahasnya lebih jauh.

Sebenarnya, sih rasanya kepingin banting tas karena rencanaku untuk nggak kembaran baju gagal. Hari ini aku tidak dalam mood untuk kembaran, tapi ujung-ujungnya begini juga. Aku memang memakai baju hijau yang kami beli bersama beberapa waktu yang lalu, karena kemarin baju ini sudah kupakai. Sayang kalau hari ini aku harus pakai baju yang lain. Kalian tahu kan ada yang namanya baju-semi-kotor? Jadi, baju hijau ini nggak bersih, tapi juga belum kotor. Rencananya baju ini bakal kucuci malam ini. Dan kupikir temanku itu nggak akan kepikiran untuk memakai baju yang sama karena toh kami tidak janjian apapun sebelumnya.

"Ada anak kembar," celetuk seorang pedagang saat kami berjalan memasuki Taman Makam Pahlawan.

Tuh, kan. Gini deh jadinya kalau pakai baju kembaran. Terlalu menarik perhatian. Sejak awal kuliah, selalu begini. Ada saja hal-hal yang membuat kami dibilang kembar. Entah itu karena kami yang ngomong hal yang sama di saat yang bersamaan, berdebat untuk memiliki satu hal yang sama, bahkan ketika mendapat nilai yang sama persis di beberapa mata pelajaran.

Sejujurnya aku tak terbiasa dengan hal ini. Sejak dulu aku senang menjadi pribadi yang berbeda di kalangan teman-temanku. Aku yang begini tiba-tiba saja punya teman yang semuanya mirip denganku. Rasanya sulit diungkapkan. Apalagi temanku itu memang menginginkan saudara kembar sejak dulu. Sedangkan, aku sama sekali nggak kepikiran soal itu.

Lama berkeliling, akhirnya kami memutuskan untuk berfoto berdua di depan monumen TMP. Sulit sekali foto berdua menggunakan kamera DSLR milikku. Sejauh apapun tanganku menjulurkan kamera itu, tetap saja tidak menghasilkan gambar yang kuinginkan.

"Mau diambilin fotonya, mbak?" tanya seorang laki-laki yang sejak tadi memperhatikan kami berdua yang sibuk berfoto.

Kami pun saling berpandangan dan tersenyum senang. Aku memang tadi bilang sebal karena penampilan kami terlalu menarik perhatian. Tapi di sisi lain, penampilan ini juga menarik orang untuk membantu kami yang sedang kesusahan.

Kalau dipikir-pikir baru kali ini aku punya teman yang setuju apapun pendapatku. Siapa coba yang mau diajak jalan-jalan ke makam untuk merayakan ulang tahun?

"Karena ulang tahun kita tanggal 30 September, kenapa kita nggak keliling ke tempat kejadian G30S/PKI aja?" Itu kataku kemarin. Padahal cuma iseng, karena aku punya kecenderungan untuk mengajukan usul yang agak berbeda dari orang kebanyakan. Tapi ternyata temanku itu langsung setuju, hingga akhirnya hari ini kami menetapkan untuk jalan-jalan ke TMP, Museum Sasmitaloka, dan Museum Lubang Buaya.

Karena kami berdua juga suka menulis, kami juga dengan mudah bisa menggabungkan ide dan mengeksekusinya seolah hanya satu orang yang menulis. Kami juga sangat suka membaca, sehingga kami tidak pernah membeli buku yang sama lagi sejak kami kenal. Sebab aku sudah menganggap koleksi bukunya adalah perpustakaanku, begitu juga sebaliknya.

Meskipun aku sering sebal, tapi kalau aku memang ditakdirkan punya saudara kembar seperti dia rasanya tidak buruk juga.

-Nana-
3/9/2015

Berhubung Lilis (Lisma & Lisda) minta bukti fotonya, ini nif foto aslinya. Foto jadul beberapa tahun yang lalu. Ahahahahahahahaha xDD

Yang kiri hasil moto sendiri, terlalu zoom karna kameranya kegedean. Yang kanan difotoin kakak-kakak baik xD


Tidak ada komentar:

Posting Komentar