Rabu, 05 Oktober 2016

50 THINGS WE CAN DO TO TURN JAKARTA INTO THE BEST CITY ON THE PLANET

Sejujurnya gue mau nulis soal yang akan gue bahas ini bertahun-tahun lalu. Mungkin sekitar 4-5 tahun lalu....

Tapi apa daya gue lupa nyimpen di mana gambar yang gue butuhkan buat pembahasan ini. Baru nemu setelah nggak sengaja nyari data-data lain di harddisk. Dan harap maklum kalau kualitas gambarnya jelek banget. Hape gue 4-5 tahun lalu kan gak secanggih itu....

Waktu nunggu salah satu murid berkebangsaan Jepang yang minta diajarin bahasa Inggris, gue ngaso-ngaso cantik di lobi apartemennya. Dan karena pada dasarnya enggak bisa liat apa pun yang berbentuk buku, gue pun iseng baca majalah yang ada di atas meja. Awalnya enggak tertarik baca majalah, tapi di dalamnya ada satu artikel yang menarik minat gue.

Judulnya "50 THINGS WE CAN DO TO TURN JAKARTA INTO THE BEST CITY ON THE PLANET"

Wah... 50? Banyak juga. Apa aja tuh idenya?

Langsung lah gue baca.

Awalnya sih gue masih mengangguk-angguk setuju bacanya. Termasuk ide untuk memperbarui angkot, kopaja, bus, dan sejenisnya.





Tapi setelah dibaca lebih detil, sesungguhnya artikel ini MENGERIKAN. Dan jadi lebih mengerikan lagi karena satu-persatu semuanya seolah jadi nyata.


Baca dari yang pembukaannya aja udah mengerikan. "Abolishing the alcohol tax"? Really?

Itu juga ada "Demolish ten per cent of buildings" yang sekarang jelas-jelas sedang berlangsung. Entah udah berapa persen bangunan-bangunan dan daerah yang digusur. Gue bukannya mau bilang nggak setuju. Tapi rasanya semuanya main gusur tanpa bener-bener ada pembicaraan. Mungkin ada baiknya enggak terburu-buru dan intens sosialisasi dan negosiasi dulu sebelum digusur. Yang tinggal di daerah itu manusia, lho.... bukan sampah yang tinggal disingkirin.


"Legalise gambling"
Nah, ini nih yang lebih parah. Melegalisasi perjudian. Rupanya, menurut si pembuat artikel, kota yang maju adalah kota penuh perjudian. Iya, menurut dia kota tempat membuang uang dengan sia-sia adalah kota yang hebat. Dah gue gatau mau ngomong apa lagi... Mungkin dia nggak pernah denger lagunya Bang Rhoma.

Lalu dibandingin sama Malaysia yang sama-sama mayoritas muslim dan ada tempat judi legal? Tolong, ya. Di Indonesia itu muslimnya lebih dari 80%. Terlepas dari mana muslim yang bener dan muslim KTP. Sementara Malaysia rasnya sekarang beragam banget. Hampir di tiap sudut ada warga keturunan China, India, Eropa, dll.

Kalau yang di atas mungkin belum kejadian. Meskipun, gue punya feeling bakal kejadian sebentar lagi. Naudzubillah, semoga feeling gue salah.

Tapi yang di bawah ini udah 'dalam rencana' deh kayaknya...


"Allow city's club to open 24/7"
Kalau nggak salah, gue sempet baca berita kalau gubernur Jakarta yang sekarang punya rencana untuk membuat tempat hiburan legal semacam ini di pusat kota. Dan tempat itu bakal beroperasi sepanjang hari, nggak cuma malem aja. Betapa ngerinya....


"Make sure all taxis smell nice"
Kalau tulisan yang di sebelah kiri bolehlah.

"Taxis with mini bars"
Tapi yang disebelah kanan? Yah, sama aja kayak statemen untuk melegalkan minuman keras, sih. Melegalkan minuman haram gitu di daerah mayoritas muslim? Seriously?


Kalau yang ini sih, jelas banget kalau penulis artikelnya rasis.

"Unless you are as handsome as Tom Selleck, please leave your upper lip bald as political as well as a grooming statement."

Menurut dia cuma yang ganteng doang yang boleh punya kumis. Hahahaha. Iya dah.

Nah, semakin dipikir, idenya si penulis artikel ini udah berlangsung setengah jalan. Ada yang positif, tapi banyak juga yang SALAH PAKE BANGET. Tapi mungkin kehidupan keras di kota besar kayak Jakarta punya andil besar untuk membuat penduduknya pelan-pelan melupakan kewajibannya sebagai makhluk Allah. Mulai lupa mana yang harus dikerjakan dan mana yang harus ditinggalkan. 

Seolah pelan-pelan digiring ke jalan yang bener-bener salah tanpa sadar.

Yang sejujurnya bener-bener mengerikan adalah perspektif kota terbaik di dunia adalah kota dengan spesifikasi seperti yang disebutkan di atas. Dunia udah mengubah perspektifnya soal mana yang baik dan mana yang buruk. Kapan Indonesia tercemar sepenuhnya, mungkin cuma soal waktu...

3 komentar:

  1. Kota terbaik menurut die doaaaang.
    Itu editor kok mau2 ajaa nerima tulisan macem gitu sih? -__-

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya bangeeett.... Dan ini majalah buat expat2 gitu kayaknya. Jadi kemungkinan besar, sebagian besar yang baca juga sependapat. Makanya dilolosin sama editor yang kayaknya juga sependapat sama si penulis :v

      Hapus
    2. itu jekardaahhh versi pengennya bule kali yaa... pantesan aja dulu soekarno nolak mentah-mentah kerja sama pihak asing :V

      Hapus