Senin, 08 Februari 2016

BEING A TEACHER WAS NOT MY PASSION

Dulu waktu masih kecil, pas ditanya cita-cita, gue akan jawab "mau jadi dokter!"

Ini jelas bukan berdasarkan keinginan sendiri. Ini cuma jawaban anak kecil yang terpengaruh sama lagunya Susan, "aku ingin jadi dokter, biar bisa nyuntik orang lewat. Njuss...njuss...njuss..."

Setelah dipikir, Susan psycho banget. Ngapain juga orang lewat dia suntik? Sadiiiissss.....



Setelah mulai bisa berpikir jernih (apaan), cita-cita gue beralih. Waktu SD, waktu lagi suka-sukanya baca komik, gue bercita-cita pengin jadi petugas gramedia.

Kenapa?

KARENA DULU GUE PIKIR PETUGAS GRAMEDIA BISA BACA BUKU GRATIS TIAP HARIIIII!!
ASYIK BANGETTT!!!

Setelah SMP, gue sadar kalau gue ini terlalu naif karena berpikir begitu. Naif apa bego, ya?

Setelah itu, cita-cita gue pun berubah lagi, menjadi seorang "pengarang". Yes, jaman SMP gue udah baca buku-buku setebel bantal dan jatuh cinta. Apalagi, gue masuk ekskul majalah sekolah dan jadi sering nulis-nulis cerita pendek, anekdot, atau artikel. Makin jatuh cinta lah sama cita-cita ini.

Tapi sejak kelas 2 SMP, mendadak gue pengin jadi penerjemah bahasa Jepang. Karena gue bener-bener kena Japanese wave dan jadi otaku abal. Iya, ini masa-masa teralay gue. Mungkin. Masih inget banget gimana gue begitu tergila-gila sama karakter dua dimensi yang disentuh aja kaga bisa.

Badai Jejepangan ini terus berlanjut sampai gue SMA dan masuk kuliah jurusan bahasa Jepang. Sampai itu cita-cita gue belum berubah lagi, gue mau jadi PENERJEMAH!

Tapi, begitu pas kuliah, gue ketemu temen-temen yang mengingatkan gue sama cita-cita gue masa SMP. Mereka juga suka jejepangan, dan di atas itu juga, mereka SUKA NULIS. Jadilah kami membentuk grup menulis. Bukannya belajar dengan rajin di semester akhir, kami malah heboh nulis dan baca hasil karangan bersama. Bahkan sering banget kami lebih mentingin nulis cerita itu dibandingin ngerjain PR dari sensei.

Kami anak bandeeelll...

Mulai saat itu, gue mau jadi penulis sekaligus penerjemah bahasa Jepang. Karena gue sadar, penulis bukanlah cita-cita yang memberikan keuntungan dari segi finansial. Sementara kerjaan seorang penerjemah itu dibayar mahal.

Cita-cita gue emang pada akhirnya kesampaian semua. Sayangnya, gue enggak bertahan lama jadi seorang penerjemah. Kenapa pada akhirnya gue berhenti jadi penerjemah, kayaknya pernah nulis di blog juga. Tapi lupa postingan jaman kapan.

Inti dari tulisan ini adalah....

GUE ENGGAK PERNAH SEKALIPUN BERCITA-CITA MENJADI SEORANG GURU :))

Dulu, gue benci banget berdiri di depan banyak orang dan jadi pusat perhatian, makanya benci banget berdiri di depan kelas. Gue kan orangnya pemaluuuuu....
*ditimpukin kaleng bekas*

Sekarang sih jadi malu-maluin katanya...

Kebencian mengajar di depan kelas sebenernya terus berlangsung sampai masa-masa PPL pas kuliah. Waktu itu, kerjaannya ngedumeeell aja sepanjang hari.

Emang sih, waktu PPL, bukan lagi gak suka ngajar di depan kelas karena malu, tapi lebih karena anak-anak SMA emang jarang yang mau belajar bahasa Jepang. Seberapa menariknya pelajaran bahasa Jepang, tetep aja dicuekin. Jadinya kan males mau ngajarnya juga.

Tapi, mulai dari situ sebenernya ada beberapa anak yang emang tertarik dan nanya-nanya soal bahasa Jepang. Selain anak SMA, banyak murid-murid privat juga yang tanya macem-macem.

Ada beberapa pertanyaan yang 'sejujurnya' belum bisa gue jawab karena kurang ilmu. Akhirnya, gue buka-buka buku pelajaran bahasa Jepang lagi untuk nyari jawabannya. Kejadian ini terus berulang sampai akhirnya gue sadar "mengajar bahasa Jepang adalah cara yang paling efektif bagi gue sendiri untuk tetep belajar bahasa Jepang". Karena gue adalah seorang pemalas, apalagi kalau disuruh belajar.

Jadilah gue mulai suka ngajar. Bukan karena seneng ngajar, tapi seneng karena ilmu gue bertahan di otak, dan malah nambah lebih banyak.

Saat gue mulai menikmati, ternyata gue masih merasa kurang. Percakapan bahasa Jepang yang tadinya lancar banget pas gue masih di Jepang, kok jadi mulai tersendat? Jelas karena waktu di Indonesia, gue jarang make bahasa Jepang secara langsung. Saat itulah gue menerima tawaran mengajar bahasa Indonesia untuk orang Jepang.

Tadinya gue berpikir kalau gue beruntung karena akhirnya bisa mempraktekkan kembali bahasa Jepang gue. Tapi ternyata enggak cuma itu aja. Ilmu bahasa Indonesia gue pun bertambah pesat karena pertanyaan-pertanyaan si orang Jepang ini aneh-aneh :)

Sekarang gue bisa jawab 'yang' itu dipakai untuk apa. Gue bisa jawab apa bedanya 'untuk' dan 'kepada'. Gue bisa menjelaskan dengan detil bedanya 'untuk', 'agar', dan 'supaya'.

Sebelumnya mah mana kepikiraaaaannnnn......

Buat gue, mengajar itu belajar, dan entah kenapa gue jadi ketagihan. Wahahahaha.

Awalnya ngajar untuk diri sendiri, lama-lama mulai belajar gimana cara mengajar yang baik, gimana supaya semua ilmunya tersampaikan, gimana supaya gak cuma ilmu akademik aja yang tersampaikan tapi juga nilai-nilai positif dalam pembelajaran itu sendiri tersampaikan.

Sekarang, gue sangat menikmati pekerjaan ini. Meskipun, ini adalah kerjaan kedua yang gue inginkan setelah menjadi seorang penulis. Penulis tetep nomer satu, tapi biar gimanapun kan gue butuh pekerjaan yang benar-benar menghasilkan uang. Hahahahaha.

Lucunya, enggak akan salah kalau gue bilang "BEING A SENSEI IS MY PASSION"

Penulis dan guru kan panggilannya sama-sama sensei :p

1 komentar:

  1. SUPER SEKALI MBAK NANA TEGUH!! You inspire my day! Akakakakak.
    Abis baca tentang belajar bahasa inggris, lalu baca ini jadi.. IHWOW banget. #GaNyambung

    BalasHapus