Rabu, 13 Januari 2016

Persuasif Delusional dan Persuasif Realistis

Sejujurnya dua istilah ini gue ngarang sendiri. Entahlah aslinya ada apa enggak. Coba dicari di google dulu. Ahahahaha. Tiba-tiba kepikiran mau nulis ini karena tadi abis ketemu Ruru dan kita berdua ngomongin soal tipikal orang yang menyebalkan buat kami berdua, salah satunya adalah orang yang persuasif delusional.

Apa sih persuasif delusional itu?

Gampangnya, gue kasih contoh aja deh. Mbak A mau menawarkan suatu bisnis ke gue. Saking yakinnya dia dengan bisnis yang dia jalani, dia menjelaskan dengan menggebu-gebu dan menjelaskan seberapa menguntungkannya bisnis itu.

Mbak A: Pokoknya gabung dulu aja, mbak. Inves awalnya enggak gede, kok. Cuma 500.000. Bayangin dari 500.000 itu bakal dapet berkali-kali lipat dalam waktu singkat. Mbak hanya harus merekrut temen-temen mbak untuk dapet bonus dan naik tingkat. Enggak susah, kan? Kerjanya enggak perlu susah-susah, tapi nguntungin banget! Pokoknya dicoba dulu deh, mbak. Dijamin!

Gue: Mbak. Bangun mbak…. Udah siang…. Matahari udah di atas kepala.

Atau ada lagi contoh lain yang seperti ini…

Pembicara: Lihatlah orang-orang sukses di ruangan ini! Dengan semangat pantang mundur, kita semua juga bisa jadi seperti mereka! Ingat, enggak ada yang enggak mungkin! Mau punya mobil dalam 3 bulan? Gampaaang! Mau punya rumah dalam 1 tahun? Gampaaaang! Yang penting kemauan!
Coba lihat kilas balik hidup kita selama ini. Jadi karyawan perusahaan, gaji tiap bulan tetap. Minta naik gaji, bos mencak-mencak. Sementara biaya hidup makin mahal. Yakin mau jadi bawahan terus seumur hidup? Ini hidup kita. Kita yang seharusnya mengatur. Bukan bos-bos itu! Kita bisa kalau kita mau! Mari berjuang bersama menuju tingkat diamond!

Hadirin: *tepok tangan heboh*

Gue: *ke toilet karena AC ruangannya terlalu dingin*

Jujur… gue punya kecenderungan untuk berubah malas dan gak semangat kalau ada orang yang terlalu menggebu-gebu kayak contoh di atas. Ditambah lagi, dua orang yang jadi contoh di atas enggak menjelaskan SECARA DETIL bagaimana bisnis yang wah itu bisa jalan. Dari mana alur uangnya. Kenapa bisa begitu. Yang mereka tekankan adalah persuasif berlebihan yang niatnya sih bikin orang tergiur, yang sayangnya menghasilkan efek yang sebaliknya buat gue.

Inves 500.000 terus bisa dapet 5.000.000 dalam satu bulan? Dapet mobil dalam 1 bulan? Dapet rumah dalam 1 tahun?

Situ lagi mimpi atau delusi berlebihan?

Gue sinis banget kalo ngasih contoh tentang MLM gini. Karena dulu gue pernah punya kerabat dekat yang udah berkali-kali ikut MLM, gagal terus, tapi gak sadar-sadar. Entah kenapa dia terus aja tergiur sama uang yang akan berlipat ganda tanpa perlu kerja keras.

Want to make money? JUST WORK YOUR ASS!

Mau itu jadi karyawan, pengusaha, bisnis online, menawarkan jasa, kalo mau dapet uang ya KERJA!
Gue rasa soal ini semua setuju sih, ya. MLM yang menawarkan hasil berlipat hanya dengan merekrut orang, pasti gak bener. Lalu gimana dengan MLM yang menjual produk asli, dan anggotanya bertindak seperti sales?

Gue enggak mau komentar banyak soal ini. Karena setau gue anggotanya emang bergerak kerja untuk jualan produk dan gue enggak bisa bilang kalo mereka enggak kerja.

Tapi dari dulu gue punya satu pertanyaan untuk perusahaan penghasil produk yang menawarkan produknya dengan system MLM ini.

Kenapa harus MLM?

Kenapa enggak pake sistem berdagang biasa? Pasang iklan, lalu jual di toko-toko waralaba apapun. Semua orang bisa lihat, bisa coba, bisa beli, tanpa repot-repot jadi anggota atau apa pun syaratnya. Gue rasa, dan dipandang dari sistem ekonomi manapun, ini lebih menguntungkan.

Takut gak kejual karena harga produk yang mahal?

Banyak kok barang mahal yang laris kejual karena memang berkualitas bagus. Lihat DRTV, lihat kosmetik-kosmetik yang harganya senilai gaji gue satu bulan, lihat produk kesehatan yang harganya bikin dompet bolong. Laku juga tuh ternyata.

Apa memang terpaksa pake sistem MLM karena kualitas kurang bagus tapi mau dijual dengan harga mahal? #ups

Dan kenapa gue malah ngomongin MLM?

Pada intinya sih, orang-orang MLM adalah yang paling tepat dijadikan contoh ‘persuasif delusional’. Tapi persuasif delusional bukan hanya itu contohnya…

Baru-baru ini gue mendapat tawaran untuk berkarir sebagai penulis karena itu menguntungkan secara finansial.

Catet, MENGUNTUNGKAN SECARA FINANSIAL!

HAHAHAHAHAHA! Delusi macamana lagi ini?

Intinya orang ini menawarkan kelas menulis dengan harga yang cukup mahal, dengan iming-iming kalau udah bisa nulis buku nanti, akan mendapat passive income sekitar 5 juta dalam satu bulan.

5 JUTA!

PLEASE!

Selama 25 tahun gue hidup, dari seminar dan kelas kepenulisan yang gue ikuti, dari hasil obrolan sama para penulis pemula maupun profesional, semuanya satu suara soal “KALAU MAU JADI KAYA, JANGAN JADI PENULIS.”

Apakah gue harus percaya iming-iming yang tadi gue sebut? Atau para penulis berpengalaman yang selama ini gue temui?

Gue enggak bilang jadi penulis itu enggak mungkin jadi kaya, ya. Yang mau gue sampaikan adalah, hanya segelintir penulis yang benar-benar bisa menggantungkan hidupnya dari menulis. Sisanya harus punya kerjaan lain di luar itu. Salah tempat kalau mau ngomongin penulis sekelas J.K. Rowling :)

Realitanya, penulis yang bukunya diterbitkan dan dijual di toko buku, harus sangat bersyukur andai buku mereka masih diletakkan dengan cover depan (enggak menyamping) selama satu bulan lebih. Itu artinya buku dia terjual cukup banyak. Yang gak bisa bertahan? Langsung dipindah posisi jadi menyamping selama beberapa bulan sebelum akhirnya masuk ke gudang untuk menunggu waktu obral buku.

Sedih banget, kan?

Menurut gue pribadi, menulis itu pilihan, bukan pekerjaan. Gue menulis karena emang mau nulis. Bagi gue, mendapati karya gue dibaca orang lain dan dikasih feedback, jauh lebih berharga daripada komisinya.

Jadi kalo mau nawarin sesuatu yang agak-agak mengarah ke delusi gitu, jangan ke gue deh :) Gue suka mengkhayal, tapi gue juga ngerti realita.

Ada lagi nih contoh lain yang cukup worth it untuk dibahas.

Beberapa waktu yang lalu, sempet booming seminar-seminar “membeli properti tanpa hutang”.  Menarik banget kan tuh judul seminarnya? Di saat orang-orang lain kesulitan melunasi KPR mereka, ini ada yang mau ngasih rahasia bagaimana membeli properti tanpa hutang.

Bukan enggak mungkin, sih. Kalau gue konsisten nabung, bukan mustahil beli rumah tanpa KPR dan ngutang-ngutang. Tapi gue yakin bukan ini yang akan dibahas di seminar itu.

Gue pun sempet ditawarin kakak dan bapak gue untuk ikut seminarnya. Apa yang gue bilang?
“Yakin banget sih bisa kayak gitu? Cari tau infonya dulu lah…”

Sejujurnya gue juga penasaran, kok. Tapi ini berbau delusi banget, makanya gue cari info-info mengenai ini. Ada semacam penipuan atau apa gitu enggak….

Hasil yang gue dapat cukup mengejutkan.

Ternyata, susah lo menggali info mengenai ‘bagaimana cara membeli properti tanpa hutang’ di internet. Come on…. Gak mungkin sesusah itu, kan? Ini kan seminar terkenal. Bukunya juga ada di mana-mana. Ini seharusnya udah jadi rahasia umum. Seenggaknya gambaran kasarnya gimana bisa begitu.

Tapi pada akhirnya gue mendapatkan review yang cukup lengkap mengenai permainan para penggiat seminar ini. Hahahahaha. Iyes, memang ada bukunya. Tapi, meski beli bukunya, kalian enggak akan dapet info berguna. Karena isi bukunya lebih ke testimonial daripada menjelaskan caranya secara langsung. Testimonialnya pun mengarahkan pembaca untuk mengikuti langsung seminarnya. Wahahahaha, gue mulai mencium sesuatu yang aneh di sini :) Something fishy!

Gue pun lanjut membaca review itu. Ternyata caranya sederhana. Orang yang mau ruko gratis, misalnya, tinggal cari orang yang mau nyewa ruko itu selama puluhan tahun dan dibayar di muka.
Bilang gue pesimis atau apa, tapi yang ini baru namanya beneran DELUSI!!

Bangun mas, banguuuuun!! XDD

Pertanyaan yang harus dijawab si pemberi ide mengenai beli properti tanpa hutang ini:
11. Lo pikir siapa yang mau nyewa ruko 20 tahun (misalnya) dan dibayar di muka, kalau harganya sama aja sama harga jualnya? Lah mending dia beli aja itu ruko.
22. Lo pikir pihak yang mau nyewa akan begitu aja percaya sama yang nyewain ruko padahal bukan dia yang punya?
33. Lo pikir segampang ituuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuu?

Sekali lagi, gue enggak bilang cara ini mustahil. Gue cuma mau menyampaikan kalau kemungkinannya paling 0,001 % doang. Setelah gue menjelaskan secara detil ke orang-orang yang agak memaksa gue untuk nyoba ikut seminar itu, akhirnya Alhamdulillah mereka ngerti dan enggak maksa-maksa gue lagi. Hahahaha.

Lagian kalo si pembicara yakin banget dengan cara ini, ngapain juga dia nyebar idenya di seminar? Bukannya jauh lebih menguntungkan kalau dia pake cara ini untuk dirinya sendiri? Sayangnya, dia juga tahu kemungkinan berhasil memakai cara ini sangat rendah, jadi dia nyari duit dari buka seminar dan jualan buku yang harganya selangit, berharap dari orang-orang yang gampang tergiur.

Denger orang-orang yang berniat persuasif—tapi di sisi lain delusional—ini membuat gue mundur tiga langkah, lalu berbalik dan kabur.

Panjang yak? Hahahaha.

Terus, gimana dengan persuasif realistis? Ini nih tipe persuasif yang akan gue dengarkan (karena pada dasarnya gue tidak mudah terpengaruh). Gue enggak bilang ‘suka’ dengan tipe persuasif yang satu ini, gue cuma bilang kalo gue masih punya keinginan untuk mendengarkan. Kalo yang tipe di atasnya sih udah gue tinggal jauh-jauh :D

Persuasif realistis adalah tipe persuasif yang mengajak orang dengan didukung fakta dan realita. Dia mencoba mengajak orang lain, tapi tidak dengan iming-iming yang berlebihan, apalagi kata-kata manis yang palsu.

Contohnya? Banyak!

Temen sekelas yang ngajak belajar bareng supaya dapet nilai bagus, itu termasuk persuasif realistis. Temen yang ngajak olahraga supaya badan sehat juga sama. Bahkan orang yang ngajak untuk dengerin dengkuran kucing supaya enggak stress, masih lebih realistis daripada orang yang nawarin obat jerawat mujarab ampuh sekali pakai. Karena kalau kalian tahu infonya, jerawat itu enggak bisa disembuhin, tapi cuma bisa dicegah (penting banget infonya, hahahaha).

Pada dasarnya, semakin banyak menyerap informasi atau semakin tinggi ilmu seseorang, dia akan semakin sulit dipengaruhi oleh omongan yang persuasif. Semakin cetek ilmu seseorang, dia akan semakin mudah dipengaruhi, apalagi sama orang yang persuasif delusional.

Ini gue nulis sepanjang jalan kenangan, udah kayak nulis cerpen deh. Andai nulis cerpen bisa selancar itu.

1 komentar: