Sejujurnya dua istilah ini gue ngarang sendiri. Entahlah
aslinya ada apa enggak. Coba dicari di google dulu. Ahahahaha. Tiba-tiba
kepikiran mau nulis ini karena tadi abis ketemu Ruru dan kita berdua ngomongin
soal tipikal orang yang menyebalkan buat kami berdua, salah satunya adalah
orang yang persuasif delusional.
Apa sih persuasif delusional itu?
Mbak A: Pokoknya gabung dulu aja, mbak. Inves awalnya enggak
gede, kok. Cuma 500.000. Bayangin dari 500.000 itu bakal dapet berkali-kali lipat
dalam waktu singkat. Mbak hanya harus merekrut temen-temen mbak untuk dapet
bonus dan naik tingkat. Enggak susah, kan? Kerjanya enggak perlu susah-susah,
tapi nguntungin banget! Pokoknya dicoba dulu deh, mbak. Dijamin!
Gue: Mbak. Bangun mbak…. Udah siang…. Matahari udah di atas
kepala.
Atau ada lagi contoh lain yang seperti ini…
Pembicara: Lihatlah orang-orang sukses di ruangan ini!
Dengan semangat pantang mundur, kita semua juga bisa jadi seperti mereka!
Ingat, enggak ada yang enggak mungkin! Mau punya mobil dalam 3 bulan? Gampaaang!
Mau punya rumah dalam 1 tahun? Gampaaaang! Yang penting kemauan!
Coba lihat kilas balik hidup kita selama ini. Jadi karyawan
perusahaan, gaji tiap bulan tetap. Minta naik gaji, bos mencak-mencak.
Sementara biaya hidup makin mahal. Yakin mau jadi bawahan terus seumur hidup?
Ini hidup kita. Kita yang seharusnya mengatur. Bukan bos-bos itu! Kita bisa
kalau kita mau! Mari berjuang bersama menuju tingkat diamond!
Hadirin: *tepok tangan heboh*
Gue: *ke toilet karena AC ruangannya terlalu dingin*
Jujur… gue punya kecenderungan untuk berubah malas dan gak
semangat kalau ada orang yang terlalu menggebu-gebu kayak contoh di atas.
Ditambah lagi, dua orang yang jadi contoh di atas enggak menjelaskan SECARA
DETIL bagaimana bisnis yang wah itu bisa jalan. Dari mana alur uangnya. Kenapa
bisa begitu. Yang mereka tekankan adalah persuasif berlebihan yang niatnya sih
bikin orang tergiur, yang sayangnya menghasilkan efek yang sebaliknya buat gue.
Inves 500.000 terus bisa dapet 5.000.000 dalam satu bulan?
Dapet mobil dalam 1 bulan? Dapet rumah dalam 1 tahun?
Situ lagi mimpi atau delusi berlebihan?
Gue sinis banget kalo ngasih contoh tentang MLM gini. Karena
dulu gue pernah punya kerabat dekat yang udah berkali-kali ikut MLM, gagal
terus, tapi gak sadar-sadar. Entah kenapa dia terus aja tergiur sama uang yang
akan berlipat ganda tanpa perlu kerja keras.
Want to make money? JUST WORK YOUR ASS!
Mau itu jadi karyawan, pengusaha, bisnis online, menawarkan
jasa, kalo mau dapet uang ya KERJA!
Gue rasa soal ini semua setuju sih, ya. MLM yang menawarkan
hasil berlipat hanya dengan merekrut orang, pasti gak bener. Lalu gimana dengan
MLM yang menjual produk asli, dan anggotanya bertindak seperti sales?
Gue enggak mau komentar banyak soal ini. Karena setau gue
anggotanya emang bergerak kerja untuk jualan produk dan gue enggak bisa bilang
kalo mereka enggak kerja.
Tapi dari dulu gue punya satu pertanyaan untuk perusahaan
penghasil produk yang menawarkan produknya dengan system MLM ini.
Kenapa harus MLM?
Kenapa enggak pake sistem berdagang biasa? Pasang iklan,
lalu jual di toko-toko waralaba apapun. Semua orang bisa lihat, bisa coba, bisa
beli, tanpa repot-repot jadi anggota atau apa pun syaratnya. Gue rasa, dan
dipandang dari sistem ekonomi manapun, ini lebih menguntungkan.
Takut gak kejual karena harga produk yang mahal?
Banyak kok barang mahal yang laris kejual karena memang
berkualitas bagus. Lihat DRTV, lihat kosmetik-kosmetik yang harganya senilai
gaji gue satu bulan, lihat produk kesehatan yang harganya bikin dompet bolong.
Laku juga tuh ternyata.
Apa memang terpaksa pake sistem MLM karena kualitas kurang
bagus tapi mau dijual dengan harga mahal? #ups
Dan kenapa gue malah ngomongin MLM?
Pada intinya sih, orang-orang MLM adalah yang paling tepat
dijadikan contoh ‘persuasif delusional’. Tapi persuasif delusional bukan hanya
itu contohnya…
Baru-baru ini gue mendapat tawaran untuk berkarir sebagai penulis
karena itu menguntungkan secara finansial.
Catet, MENGUNTUNGKAN SECARA FINANSIAL!
HAHAHAHAHAHA! Delusi macamana lagi ini?
Intinya orang ini menawarkan kelas menulis dengan harga yang
cukup mahal, dengan iming-iming kalau udah bisa nulis buku nanti, akan mendapat
passive income sekitar 5 juta dalam satu bulan.
5 JUTA!
PLEASE!
Selama 25 tahun gue hidup, dari seminar dan kelas
kepenulisan yang gue ikuti, dari hasil obrolan sama para penulis pemula maupun profesional,
semuanya satu suara soal “KALAU MAU JADI KAYA, JANGAN JADI PENULIS.”
Apakah gue harus percaya iming-iming yang tadi gue sebut?
Atau para penulis berpengalaman yang selama ini gue temui?
Gue enggak bilang jadi penulis itu enggak mungkin jadi kaya,
ya. Yang mau gue sampaikan adalah, hanya segelintir penulis yang benar-benar
bisa menggantungkan hidupnya dari menulis. Sisanya harus punya kerjaan lain di
luar itu. Salah tempat kalau mau ngomongin penulis sekelas J.K. Rowling :)
Realitanya, penulis yang bukunya diterbitkan dan dijual di toko
buku, harus sangat bersyukur andai buku mereka masih diletakkan dengan cover
depan (enggak menyamping) selama satu bulan lebih. Itu artinya buku dia terjual
cukup banyak. Yang gak bisa bertahan? Langsung dipindah posisi jadi menyamping selama
beberapa bulan sebelum akhirnya masuk ke gudang untuk menunggu waktu obral
buku.
Sedih banget, kan?
Menurut gue pribadi, menulis itu pilihan, bukan pekerjaan.
Gue menulis karena emang mau nulis. Bagi gue, mendapati karya gue dibaca orang
lain dan dikasih feedback, jauh lebih
berharga daripada komisinya.
Jadi kalo mau nawarin sesuatu yang agak-agak mengarah ke
delusi gitu, jangan ke gue deh :) Gue suka mengkhayal, tapi gue juga ngerti
realita.
Ada lagi nih contoh lain yang cukup worth it untuk dibahas.
Beberapa waktu yang lalu, sempet booming seminar-seminar “membeli
properti tanpa hutang”. Menarik banget
kan tuh judul seminarnya? Di saat orang-orang lain kesulitan melunasi KPR
mereka, ini ada yang mau ngasih rahasia bagaimana membeli properti tanpa
hutang.
Bukan enggak mungkin, sih. Kalau gue konsisten nabung, bukan
mustahil beli rumah tanpa KPR dan ngutang-ngutang. Tapi gue yakin bukan ini
yang akan dibahas di seminar itu.
Gue pun sempet ditawarin kakak dan bapak gue untuk ikut
seminarnya. Apa yang gue bilang?
“Yakin banget sih bisa kayak gitu? Cari tau infonya dulu lah…”
Sejujurnya gue juga penasaran, kok. Tapi ini berbau delusi
banget, makanya gue cari info-info mengenai ini. Ada semacam penipuan atau apa
gitu enggak….
Hasil yang gue dapat cukup mengejutkan.
Ternyata, susah lo menggali info mengenai ‘bagaimana cara
membeli properti tanpa hutang’ di internet. Come on…. Gak mungkin sesusah itu,
kan? Ini kan seminar terkenal. Bukunya juga ada di mana-mana. Ini seharusnya
udah jadi rahasia umum. Seenggaknya gambaran kasarnya gimana bisa begitu.
Tapi pada akhirnya gue mendapatkan review yang cukup lengkap
mengenai permainan para penggiat seminar ini. Hahahahaha. Iyes, memang ada
bukunya. Tapi, meski beli bukunya, kalian enggak akan dapet info berguna.
Karena isi bukunya lebih ke testimonial daripada menjelaskan caranya secara
langsung. Testimonialnya pun mengarahkan pembaca untuk mengikuti langsung
seminarnya. Wahahahaha, gue mulai mencium sesuatu yang aneh di sini :) Something
fishy!
Gue pun lanjut membaca review itu. Ternyata caranya
sederhana. Orang yang mau ruko gratis, misalnya, tinggal cari orang yang mau
nyewa ruko itu selama puluhan tahun dan dibayar di muka.
Bilang gue pesimis atau apa, tapi yang ini baru namanya
beneran DELUSI!!
Bangun mas, banguuuuun!! XDD
Pertanyaan yang harus dijawab si pemberi ide mengenai beli properti
tanpa hutang ini:
11. Lo pikir siapa yang mau nyewa ruko 20 tahun (misalnya)
dan dibayar di muka, kalau harganya sama aja sama harga jualnya? Lah mending
dia beli aja itu ruko.
22. Lo pikir pihak yang mau nyewa akan begitu aja
percaya sama yang nyewain ruko padahal bukan dia yang punya?
33. Lo pikir segampang ituuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuu?
Sekali lagi, gue enggak bilang cara ini mustahil. Gue cuma mau
menyampaikan kalau kemungkinannya paling 0,001 % doang. Setelah gue menjelaskan
secara detil ke orang-orang yang agak memaksa gue untuk nyoba ikut seminar itu,
akhirnya Alhamdulillah mereka ngerti dan enggak maksa-maksa gue lagi. Hahahaha.
Lagian kalo si pembicara yakin banget dengan cara ini,
ngapain juga dia nyebar idenya di seminar? Bukannya jauh lebih menguntungkan
kalau dia pake cara ini untuk dirinya sendiri? Sayangnya, dia juga tahu
kemungkinan berhasil memakai cara ini sangat rendah, jadi dia nyari duit dari
buka seminar dan jualan buku yang harganya selangit, berharap dari orang-orang
yang gampang tergiur.
Denger orang-orang yang berniat persuasif—tapi di sisi lain
delusional—ini membuat gue mundur tiga langkah, lalu berbalik dan kabur.
Panjang yak? Hahahaha.
Terus, gimana dengan persuasif realistis? Ini nih tipe
persuasif yang akan gue dengarkan (karena pada dasarnya gue tidak mudah
terpengaruh). Gue enggak bilang ‘suka’ dengan tipe persuasif yang satu ini, gue
cuma bilang kalo gue masih punya keinginan untuk mendengarkan. Kalo yang tipe
di atasnya sih udah gue tinggal jauh-jauh :D
Persuasif realistis adalah tipe persuasif yang mengajak
orang dengan didukung fakta dan realita. Dia mencoba mengajak orang lain, tapi
tidak dengan iming-iming yang berlebihan, apalagi kata-kata manis yang palsu.
Contohnya? Banyak!
Temen sekelas yang ngajak belajar bareng supaya dapet nilai
bagus, itu termasuk persuasif realistis. Temen yang ngajak olahraga supaya
badan sehat juga sama. Bahkan orang yang ngajak untuk dengerin dengkuran kucing
supaya enggak stress, masih lebih realistis daripada orang yang nawarin obat
jerawat mujarab ampuh sekali pakai. Karena kalau kalian tahu infonya, jerawat
itu enggak bisa disembuhin, tapi cuma bisa dicegah (penting banget infonya,
hahahaha).
Pada dasarnya, semakin banyak menyerap informasi atau semakin
tinggi ilmu seseorang, dia akan semakin sulit dipengaruhi oleh omongan yang
persuasif. Semakin cetek ilmu seseorang, dia akan semakin mudah dipengaruhi,
apalagi sama orang yang persuasif delusional.
Ini gue nulis sepanjang jalan kenangan, udah kayak nulis
cerpen deh. Andai nulis cerpen bisa selancar itu.
Whahaha... Pas ke toilet, ngantri gak, Na? #gagalfokus
BalasHapus