Minggu, 21 Juni 2015

Menulis Duet Itu... Ya Gitu Deh...

Hari Sabtu kemarin (iya, kemarin. Sekarang udah jam 12 lewat) gue, Ruru, dan Zu, iseng-iseng ikut acara "Saturdate" Tantangan Menulis Duet yang diadakan oleh Gagas Media di Perpustakaan Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan.

Pembicaranya Mahir Pradana dengan Nina Ardianti. Soal apa materinya bisa langsung cek di sini, karena gue males nulis lagi #dikeplak

Intinya, sih. Tentang cara membuat karakter dan bagaimana menulis duet. Karena, Kak Mahir dan Kak Nina baru selesai menulis duet novel yang berjudul "Sunset Holiday". Dari pemaparan mereka soal menulis duet, yang gue tangkep adalah.... RIBET, MEN!

Awalnya harus menentukan karakter, alur, plot dari awal sampai akhir, deadline, dan lain sebagainya. Belum lagi masalah pembagian menulis. Misalnya, setelah Kak Mahir nulis, Kak Nina akan lanjut nulis dengan PoV yang berbeda. Terus, Kak Mahir ngedit sendiri, dikasih ke Kak Nina, diedit lagi, baru terakhir diedit bareng-bareng. Dan ini berlangsung untuk tiap bab. #tewas

Kenapa gue mendengarnya kayaknya ribet banget nulis duet? Yang jelas, satu-satunya alasan yang gue tau adalah karena selama ini pasangan menulis duet gue selalu Ruru. Dan selama nulis bareng Ruru, kami hampir nggak pernah punya masalah. Nggak ada tuh cekcok karena nggak setuju suatu adegan dan segala macem. Gue merasa fine-fine aja dengan tulisan Ruru, dan (sepertinya) Ruru pun merasa gitu. Walaupun terkadang ada yang diedit, biasanya nggak ada rasa nggak sreg satu sama lain sampai terpaksa harus nyari jalan tengah, sih. Mungkin karena dari awal kami berdua emang udah satu persepsi dan pemikiran juga mirip banget, jadinya semua berjalan mulus. Kecuali satu, yaitu soal tulisan kami yang nggak pernah selesai. Karena kami berdua selalu nggak bisa membuat deadline dan konsisten sama deadline itu -___-

Iya, kami ini penulis kurang komitmen.

Saat dikasih tantangan menulis duet selama 30 menit pun, kami hampir nggak mikir sama sekali. Kami cuma mikir, mau pake karakter siapa (karena dari dulu udah sering bikin bareng, tinggal pilih karakter aja), dan mau liburan ke mana (karena temanya tentang liburan). Pada akhirnya, gue dan Ruru milih karakter paling kocak, Hilman, Rezki, dan Agung, yang notabenenya masih anak-anak SD. Karena, liburan itu identik dengan Tasya, kan?? Dan waktu Tasya nyanyi "Libur Tlah Tiba", dia masih SD. Oh, betapa ceteknya otak kami. Kami melupakan hal penting kalau kedua juri adalah penulis romance, dan Gagas adalah penerbit yang terkenal dengan novel romancenya.

Dan kami malah keasyikan bikin cerita 3 anak SD yang sedang merencanakan liburan.

Harusnya kami bikin buku di KKPK (Kecil Kecil Punya Karya) aja.

Sementara karakternya udah ditentukan, pun, kami masih belum tahu jalan ceritanya. Jadi, Ruru gue minta nulis beberapa kalimat sesuka dia, lalu gue lanjutkan, dan begitu seterusnya sampai ending. Biasanya, di benak gue akan timbul beberapa ide baru begitu baca tulisan orang. Karena kami sejenis, cerita bisa berlanjut sampai ending tanpa masalah berarti. Apa yang ditulis Ruru sesuai sama apa yang gue pikirkan, begitu juga sebaliknya. Sepertinya kami lebih banyak berdiskusi lewat telepati daripada kata-kata. Wahahahahhahaha. Levelnya cenayang sekali....

Dan ini adalah hasil tulisan kami berdua.
Ayo tebak siapa nulis yang mana :)) Kalo bisa nebak sampe abis, jago banget!!


Night Before Holiday
(iya, judulnya norak. Maklum, kita berdua paling payah soal judul)
Oleh: Ruru & Nana

Liburan sekolah dimulai. Hilman dan Rezki sedang berkumpul di rumah Agung. Mereka sedang membicarakan mengenai rencana liburan mereka.

“Kita ke Batu aja yuk!” seru Agung tiba-tiba.

“Batu? Batu di depan banyak tuh,” kata Rezki gagal paham.

“Angker Batu?” tanya Hilman.

Agung misuh-misuh mendengar respon kedua temannya itu. Bagaimana mungkin mereka tidak tahu di mana Batu? Itu kan tempat wisata paling terkenal se-Malang!

Ah, sebenarnya Hilman tahu maksud Agung sejak awal. Buat apa ia membaca peta setiap minggu, mulai dari peta dunia sampai peta jalan kereta, kalau tidak tahu tempat seterkenal itu. Hanya saja, Hilman tidak paham apa yang ingin dicari oleh Agung. Apa asyiknya pergi liburan ke tempat orang-orang lain liburan? Yang ada, mereka hanya akan melihat lautan manusia daripada menikmati tempat wisata itu sendiri. Lain cerita kalau mereka pergi liburan saat orang-orang lain sedang sibuk dengan pekerjaan atau sekolah mereka. Tapi ia tahu itu mustahil. Kecuali jika Kepala SD Sukamaju 007 sudah gila dan mengubah hari libur menjadi hari senin, seperti museum.

“Kenapa kita nggak ke sekolah aja?” usul Hilman.

Giliran Agung dan Rezki yang melongo. Liburan kok ke sekolah? Buat apa ada liburan kalau kayak gitu?

“Ngapain sih? Kita kan lagi liburan, Man,” keluh Agung.

“Ya kan  kemarin ada kasus Pak Parman kehilangan handphone. Kita kan bisa pake waktu liburan untuk coba pecahin kasus itu. Itung-itung menghabiskan waktu,” sahut Hilman enteng.

“Ng… Man, pertama-tama, itu kayaknya beneran ngabisin waktu doang deh. Terus, sekolah waktu liburan kan nggak ada orang, Man. Serem kan?” kata Rezki kecut.

Oh iya, benar juga. Bukan soal seramnya sih. Hilman baru sadar, kalau di sekolah tidak ada orang, terus dia harus cari saksi dan barang bukti ke siapa? Bukan Hilman namanya kalau otaknya nggak ribet.

“Batu aja deh Batu! Jatim Park! Eco Green Park! Atau Museum Angkut juga bisa. Nih!” Agung memperlihatkan smartphonenya yang sudah membuka website ‘10 Tempat Wisata di Malang yang Wajib Dikunjungi’.

Rezki sekonyong-konyong merebut smartphone milik Agung. Tadinya ingin ia kantongi ponsel pintar itu dan langsung kabur ke rumahnya. Namun, ia yakin Agung pasti akan memanggil polisi dan dengan gampang akan menggrebeknya.

“Gila! Ini mahal banget kali! Nggak ah!” seru Rezki yang memang hidup pas-pasan. Jangankan uang untuk membeli tiket di tempat wisata itu. Uang kas kelas saja ia masih hutang.

“Udahlah Man, kita nginep di rumah mbahku aja di atas gunung. Sejuk lho! Masih asri pula. Gratis lagi!”

“Asri tuh siapa?” Kali ini Agung yang gagal paham.

“Asri tuh nama kucing gue,” sahut Hilman asal.

“Lho, kamu punya kucing tho, Man?” Agung menanggapi dengan serius.

“Kaga. Udah ah, lo diem aja.” Malas juga Hilman kalau harus terus menanggapi ucapan Agung yang sering tidak nyambung.

“Ya udahlah, rumah Mbahku aja ya?” pinta Rezki.

“Batu! Green Park! Ayo dong! Nggak enaklah aku kalau sendirian,” rengek Agung.

Hilman selaku kepala suku masih tetap diam. Alasanya, ia masih memikirkan enaknya ke mana. Satu lagi, sepertinya ia melupakan sesuatu.

Tiba-tiba saja Ibu Agung datang membawakan camilan dan minuman untuk teman-teman anaknya.

“Lagi ngobrolin apa tho, Nduk?” sapanya.

“Ini, Bu, kita mau ngomongin liburan. Aku mau ajak ke Batu, pada nggak mau,” adu Agung.

“Oh… Lho, bukannya besok kalian ada kemping pramuka, Nduk?” tanya Ibu Agung.

Serentak, Agung dan Rezki membatu. Mereka lupa sama sekali.

“Oh iyaa….” Hilman berseru. Itu tadi yang ia lupakan. “Ya udah, guys, kita nikmati saja kempingnya, oke?”
FIN
======

Endingnya emang kurang greget, karena kami keabisan waktu. Wahahahahaha :D

Tapi, walaupun pada akhirnya kami tau kalau seharusnya kami nulis romance, kami sama sekali nggak menyesal.

"Cuma satu yang salah, harusnya tadi kita nulis romance!" kata gue setelah denger Zu yang cerita soal flashfiction yang dia tulis.

Sedetik kemudian gue dan Ruru sama-sama ngomong bareng, "mmm... nggak juga, sih."
(jadi inget jaman kuliah, sering banget kedapetan ngomong bareng kalimat yang sama. Wahahaha)

Pada dasarnya, dari lubuk hati yang paling dalam kami tahu, kami sama sekali nggak punya sense dan bakat untuk nulis cerita romance. Jadi, kami cukup puas udah bikin cerita tiga bocah di atas itu.

Bener kata Ruru, kalau gue sama dia duet, terkesan nggak ada tantangannya. Karena, gue tau apa yang mau Ruru tulis, dan dia juga tau apa yang mau gue tulis. Beda cerita kalo dia duet sama Zu, misalnya. Meski kadang suka nggak nyambung, ide-ide Zu yang terlalu liar bisa dibikin lebih logis oleh Ruru. Atau, gue duet sama Saa, misalnya. Ide cerita Saa yang konyol bisa gue bikin lebih kerasa dengan memperlambat alur tulisan dia yang suka kecepetan.

Pulang dari acara tadi, gue merasa dapet ilmu baru. Daaannn.... tentunya jadi pengin praktek nulis duet lagi!! Wahahaha!

Peserta Tantangan Menulis Duet bersama Kak Mahir dan Kak Nina :)

2 komentar:

  1. na, sedikit koreksi ya..
    "ndhuk" dipake buat manggil anak cewe kayanya deh...
    kalo anak cowo biasanya "le"..
    terus berkarya ya... :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Nah, bener tuh Kak Nana kata Anonim. Tadinya aku mau komen gitu juga, terus di tengah cerita aku kira Kakak bakalan nulis kalo Hilman lupa bahwa mereka adalah perempuan. wkwkwkwkwk.....
      Kakak kan suka yang aneh-aneh :p

      Hapus