Rabu, 01 Oktober 2014

[Flashfiction] Sepenggal Kisah, Nakula dan Sadewa


This flashfic is dedicated to, my twin, Ruru :) Who share the same birthday with me.

Flashfic ini adalah potongan cerita 'Airball' yang lagi gue garap.Kisah ini tentang si kembar, Nakula dan Sadewa, dari sudut pandang Luca, si ketua ekskul basket. Enjoy!



Sepenggal Kisah, Nakula dan Sadewa


Ketua ekskul basket, Luca, sudah tahu bahwa dua anggotanya yang merupakan anak kembar, Nakula dan Sadewa, memang aneh. Tapi keanehan mereka tidak seajaib apa yang dilihatnya hari ini. Sebelum bel masuk berbunyi, Luca memandang heran pada si kembar yang datang ke sekolah pakai payung. Tak ada hujan, bahkan matahari hari ini juga nggak terik-terik amat, tapi mereka berdua memakai payung seolah tak ingin terkena sesuatu. Mana motifnya polkadot, lagi!

"Nakula! Sadewa! Ooi!"

Luca kenal suara itu. Dia adalah anggota ekskul basket yang lain, Satrio, yang datang ke sekolah bareng Yudha. Ia memperhatikan Satrio dan Yudha yang menghampiri Nakula dan Sadewa dan tak bisa memikirkan hal lain selain merasa heran. Ngapain mereka sok kenal gitu? Ikutan dikira gila, baru tahu rasa deh.

Tapi Satrio dan Yudha tidak bisa mendekati si kembar. Nakula dan Sadewa membuat payung yang mereka pakai sebagai barikade.

"Eits! Jangan dekat-dekat!" kata Nakula--atau Sadewa.

"Stop di situ tuan-tuan! Atau kalian dalam masalah," ujar yang satunya, entah Nakula atau Sadewa.

Yudha dan Satrio mengangkat kedua tangannya seolah-olah sedang ditodong pistol.

"Waduh....slow bro. Maksudnya apa nih?" tanya Satrio.

Tapi alih-alih menjawab pertanyaan Satrio, si kembar malah melirik ke arah lain, masih dengan sikap waspada. Mereka lalu mengarahkan payungnya ke kanan, kiri, depan, belakang, dan atas, secara bergantian. Semacam tarian payung tapi gagal.

"Siatuasi aman terkendali, kak. Kita lanjut?"

"Laporan diterima. Ayo kita lanjut."

Tanpa menggubris Yudha dan Satrio, Nakula dan Sadewa lanjut berjalan ke kelas. Masih lengkap dengan payung polkadot mereka.

"Apa sih??" tanya Yudha pada Satrio, bingung.

Luca sudah menduganya. Makanya, kalau ada orang sinting, jangan sok akrab dan dekat-dekat.

Lalu keempat anak kelas satu itu pun masuk ke kelas mereka masing-masing. Luca yang sama sekali tidak ingin tahu, juga berjalan menuju kelasnya yang ada di lantai dua. Semoga pelajaran di kelas bisa membuat Nakula dan Sadewa kembali normal, doa Luca dalam hati. Setidaknya, ia tak ingin ada yang macam-macam waktu latihan basket nanti siang.

"Hhhh...." harapan yang sia-sia tampaknya.

---

Satrio dan Yudha datang lebih dulu ke lapangan basket. Luca menyusul kemudian sambil membawa beberapa minuman botol. Hari ini mereka masih akan latihan dasar. Luca masih merasa anak-anak kelas satu itu benar-benar payah dan awam basket.....

"Nakula Sadewa mana?" tanya Luca pada mereka.

"Belum dateng. Sebentar lagi paling," jawab Satrio.

Yudha menengok ke arah kelas dan berseru, "Ah! Itu mereka!"

Luca pun ikut menoleh ke arah kelas dan mendapati Nakula dan Sadewa yang masih membawa payung polkadot mereka. Tapi kali ini mereka tidak memakainya seperti tadi pagi. Payung yang terbuka itu mereka seret sepanjang jalan. Dan meski dari jauh, Luca tahu kalau wajah mereka berdua menyiratkan kesedihan mendalam.

Nakula dan Sadewa pun sampai di lapangan. Wajah mereka benar-benar menyiratkan kekecewaan mendalam. Tapi baik Luca, Yudha dan Satrio, tak ada yang tahu sebabnya.

"Kalian nggak mau ngelakuin sesuatu?" tanya Nakula--atau Sadewa.

Luca mengernyitkan dahi, "Sesuatu apaan?"

"Apaan kek gitu," kata yang satunya.

Luca makin bingung dibuatnya. "Apaan sih? Udah deh, daripada ngomong nggak jelas gitu, mending sekarang kita latihan."

Nakula dan Sadewa saling pandang. "Semua sia-sia, kak," kata Sadewa.

Ooh, yang itu Sadewa, kata Luca dalam hati.

"Iya. Semua sia-sia. Tak berarti," Nakula sok puitis.

Mereka berdua pun menutup payung polkadot noraknya dan memasukkannya ke dalam tas. Wajah mereka masih sangat....sangat kecewa.

"Kalian kenapa sih?" tanya Yudha. Satrio mengangguk-angguk. Pertanyaan yang bagus.

Nakula menatap Yudha dengan pandangan nanar, "Sebenernya....." Belum sempat menyelesaikan kalimatnya, Nakula menengok Sadewa. "Lo aja deh yang ngomong. Gue nggak sanggup," kata Nakula lirih.

Serius. Ini ada apa sih??

"Sebenernya..... kita udah siap-siap menerima serangan terigu dan telur. Tapi....kayaknya orang-orang nggak ada yang tahu hari ulang tahun kami....." kata Sadewa.

"....."

Luca dan dua anggota ekskul basket lainnya benar-benar tak tahu reaksi apa yang harus mereka tunjukkan selanjutnya.




Oke. Udah :))
Sori ya, Ru. Ceritanya emang tentang anak kembar, tapi jadinya absurd begini. Ahahahahahaha :DD
Duh, gue cinta banget Nakula & Sadewa <3

Anywaaaay.... HAPPY BIRTHDAY TO US!! 
KUE KEMARIN BENERAN ENAK!

2 komentar:

  1. Hahahahahahahahaha!! Gebleeeek! Sebenernya saya sudah menduga ke mana arahnya. Kasian mereka. *tepok2*

    Tapi Nakula sama Sadewa di ceritamu akur banget ya. Beda jauh sama Nakula-Sadewa di cerita Ru. lol.


    Sankyuu~~ Happy Birthdaaaaaaaayyyyy to us! lol

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya. Entah kenapa gue yang nulis juga kasian banget sama mereka. Hahahaha.
      Itulah, justru keakuran sama keidentikan mereka yang mau gue tonjolin, biar karakter-karakter lain yang pada sebel :p

      Sama-samaaaa :))

      Hapus