Senin, 07 Juli 2014

Ssstt...Postingan Ini Rahasia

Kenapa rahasia? Soalnya mungkin bisa menyinggung beberapa pihak. Jadi gue memutuskan untuk nulis ini di blog tanpa nge-share ke FB ataupun twitter. Di luar konten mau ngikutin judul novelnya Pseudonymous Bosch.

Sekarang ini banyak media yang nggak bisa dipercaya, katanya. Banyak media yang memihak pihak tertentu, katanya. Bener nggak sih?


Sebagai seorang jurnalis, gue mau mengungkapkan sesuatu.

Sebenernya gue nggak suka-suka amat jadi jurnalis. Karena.....kesannya mencampuri urusan orang lain demi dapet berita. Well, that's true. Makanya kalau bukan di desk olahraga atau travel, mana mau gue jadi jurnalis.

Di saat pilpres kayak gini, keliatan banget deh media-media mana aja yang dukung si no.1 dan media yang dukung no.2. Lupakan media yang sejak awal memang punya pejabat tertentu. Bagaimana dengan media yang ngakunya independen dan netral tapi ternyata cenderung berpihak pada satu kandidat?

Gue nggak tau di media lain, tapi di media tempat gue kerja, mungkin ada beberapa hal yang orang luar nggak tau. Media ini udah dapet cap 'media pendukung no.2' sejak beberapa waktu yang lalu. Padahal sebenernya, orang-orang di dalemnya nggak semua dukung si no.2. Apalagi para jurnalis-jurnalis yang emang bertugas ngeliput dia. Mereka rata-rata bilang kalo no.2 bukan pilihannya. Alasannya? Sebenernya cukup klise. Karena mereka terlalu banyak nulis berita si no.2, jadi males. Karena kesannya kok diagungkan banget kayak dewa.

Tapi jurnalis-jurnalis kasta terbawah dalam struktur media bisa apa? Ngelawan editor yang nyuruh ngeliput semua berita soal si no.2? Hahahaha, kalau kerja di media (terutama desk politik nasional dan perkotaan) jangan harap bisa mempertahankan ideologi.

Terus, kenapa sih para editor itu selalu nyuruh bawahan-bawahannya ngeliput berita si no.2 terus? Perintah atasan? Mereka kan media independen. Atau malah pendukung si no.2?

Ternyata alasannya bukan itu. Alasannya, lagi-lagi simple, karena berita begitulah yang paling menjual. Berita itulah yang paling banyak pembacanya. Katanya, mereka juga tetap menulis berita yang menjelek-jelekkan no.2 dan yang mengangkat si no.1. Tapi karena memang yang baca nggak sebanyak berita-berita yang gue sebutin sebelumnya, berita itu langsung tenggelam tanpa sempat terangkat.....

Karena bagi media online, yang jadi tiang utama adalah viewers. Semakin banyak yang lihat, semakin banyak iklan yang masuk. Untuk meningkatkan jumlah pembaca, salah satu caranya tentu meperbanyak berita yang pasti akan populer.

Yah, begitulah kenyataannya. Kalau ditanya setuju atau nggak, tentu gue nggak akan setuju. Karena yang namanya media itu harus seimbang supaya netral. Di media cetak, ada syarat yang tak terbantah sewaktu nulis berita, yakni mencantumkan pernyataan dari dua pihak, minimal dua orang, untuk memperkuat isi berita tersebut. Sementara, untuk media online, syarat tersebut sama sekali nggak berlaku. Kalau udah dapet pernyataan satu pihak, ya langsung ditulis. Karena kalau menunggu pernyataan dari kubu lain, terlambat jauh. Pernyataan dari kubu satunya bisa dibuat dalam berita baru. Itulah cara kerja media online.

Jadi, menurut gue sih nggak semua media independen berpihak pada kandidat tertentu. Yang membuat media independen terlihat seperti itu adalah pembacanya sendiri. Semakin banyak pembaca dari pendukung kandidat itu, maka media akan mengikuti tren tersebut.

Tapi ini cuma dari pandangan gue aja, sih. Siapa tau ada yang salah.....

Untung gue nggak ngurus berita-berita macam gini, bisa-bisa ntar gue kena dapet dosa fitnah juga lagi :(

13 komentar:

  1. Alhamdulillah ya kau dapet desk olahraga.
    Lagi-lag viewers. Seandainya semua berimbang ya.... Ya sudahlah. Cukup tau aja.
    *pats* Sankyuu infonya~

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kecuali medianya punya orang kaya banget dan yang punya emang idealis, kayaknya nggak mungkin media itu bisa berimbang deh.....

      Hapus
    2. Tertarik buat bikin, Na? :D

      Hapus
    3. Kagak.....
      Gue maunya bikin penerbitan :p

      Hapus
    4. Ya sekalian gitu. Wkwk... Ayoooo!

      Hapus
  2. Udah rahasia umum emang, media sekarang kalo cuma menuhankan viewer (sama kaya acara tv menuhankan rating)....
    Semoga aja pendidikan dan akhlak orang-orang Indonesia bisa lebih maju, supaya berbanding lulus sama kecerdasan untuk menyaring dan menerima berita, aamiin :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Maaf, numpang komen...
      1. "media sekarang kalo cuma menuhankan viewer" mestinya "kalo media sekarang cuma menuhankan viewer"
      2. "lulus" mestinya "lurus"

      Sekian.

      *kabur sambil ngakak* >:p

      Hapus
    2. Huahahahahahaha~
      Makasih ya Ru, gue nggak perlu nulis lagi :p

      @Zu: Iya, bener. Sama kayak TV yang menuhankan rating. Demi masuknya duit buat nggaji karyawan. Jadi agak nggak mungkin dipisah~ :D

      Hapus
    3. Jauh sebelum dikomen gue menyadarinya, pas keposting terus baca lagi gue nyadaaaarrrr woy. Tapi kalo diapus, berarti nulis lagi, jadi gue biarin berharap kalian maklum karena gue belom bobok. Trnyata gue salah......

      Hapus
    4. Kasiaaannn.....

      Anda tidak akan bisa lolos dari proses editing kami :p

      Hapus
    5. Kau harusnya sudah paham watak kami, Zu. lol.

      Hapus
  3. Balasan
    1. Oooommm~ Kita kan sama-sama mantan jurnalis xDD

      Hapus