CINTA HITAM
Tak ada yang bisa memprediksi kapan seseorang bisa jatuh. Jatuh terjerembap, jatuh miskin, juga jatuh cinta.
Seperti diriku yang terlanjur jatuh cinta padanya. Pada rambut hitamnya yang tergerai indah menutupi punggungnya. Pada kulit putihnya yang mulus tak bercela. Pada mata indahnya yang seakan menghipnotis siapa pun yang memandangnya. Lebih dari itu, yang membuatku jatuh ke lembah terdalam adalah perangainya yang begitu lembut. Siapa yang tak jatuh hati pada orang yang selalu mendengarkan keluh kesahmu dengan penuh perhatian? Siapa yang tak jatuh hati pada orang yang selalu bisa membuatmu menjadi dirimu sendiri apa adanya? Siapa yang tak jatuh hati pada orang yang mempercayaimu meski tak ada orang lain yang percaya?
Namun seberapa pun rasa ini dinamakan cinta, tetap saja ini cinta yang hitam. Cinta yang tak boleh bersatu dan menjadi abadi. Sementara, seberapa buruk pun perilakuku di dunia, aku tetap merindukan cinta yang putih. Cinta yang suci.
Oleh karenanya, aku mengalihkan pandanganku dari Kamila dan memusatkan perhatianku pada Haqi, calon suamiku yang kini berjabat tangan dengan penghulu dan mengucap ikrar pernikahan untuk menjadikan aku miliknya, selamanya.
"Saya terima nikahnya Wulan binti Handoyo dengan mas kawin emas seberat 10 gram dan seperangkat alat shalat dibayar tunai."
Selamat tinggal cinta hitamku. Doakan aku supaya bisa mengubur dalam-dalam rasa ini untukmu.
Di detik ketika aku berstatus seorang istri, aku meneteskan air mata haru.
Nana
26-06-2016
Tulisan ini disertakan untuk tantangan menulis dari mbak Kiki :D
Ini adalah flashfiction dari puisi buatan mbak Kiki yang berjudul HITAM-PUTIH